Cabai Busuk Primadona Warga Dumai

id cabai busuk, primadona warga dumai

Seorang wanita tampak keluar dari sebuah gang kecil yang dihimpit dengan bangunan-bangunan kumuh di Kelurahan Dumai Kota, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai, Riau.

Wanita ini berjalan sambil menundukkan kepala, mengayunkan tungkai kakinya dengan berlahan dan tak beraturan.

Sesekali, ia juga terpaksa sedikit menarik gaun daster putih polos yang dikenakannya untuk menghindari cipratan air yang tergenang. Walau tanpa disadari, percikan air berwarna kecoklatan itu kerap menempel di gaun kesayangannya.

Tidak lama kemudian, wanita bermbut ikal maya itu berlahan menghampiri sebuah warung kecil di antara warung-warung lainnya yang juga berlapak sederhana, berdinding papan, beratapkan tenda biru. Merata hampir seluruh warung yang berada di Pasar Pulau Payung Kota Dumai sama seperti itu.

Di warung kecil penyedia ragam bahan kebutuhan pokok itu, wanita berwajah kusam tersebut tampak asyik bertransaksi harga. Ia bertanya tentang salah satu harga bahan kebutuhan pangan kegemaran keluarga.

Tidak berapa lama kemudian, dengan wajah yang murung, wanita itu berlahan mengayunkan langkahnya ke beberapa warung kecil lainnya sebelum bergegas pulang, menuju rupak petak kontrakan yang dihuninya bersama tiga anak dan seorang suami yang bekerja sebagai kuli bongkar muat pelabuhan.

"Seperti inilah kalau semuanya sudah mahal. Terutama cabai yang harganya nggak pernah murah. Tapi mau nggak mau tetap dibeli karena suami sama anak-anak suka pedas," kata wanita yang mengaku bernama Sri Wahyuni ini kepada ANTARA Senin (31/1).

Wanita 48 tahun ini mengungkapkan kesedihannya selama kurun waktu tiga bulan belakangan ini. Ketika itu semua bahan kebutuhan pokok terasa begitu "menyiksa" perekonomian keluarganya.

"Tapi semahal-mahalnya harga sembako, saya sama keluarga masih tetap makan cabai walau cabai yang kami makan sekarang berbeda dengan biasanya," ujarnya.

Wahyuni mengaku saat ini dengan harga cabai yang tetap dirasa mahal, dirinya terpaksa menkonsumsi cabai busuk karena tawaran harga yang jauh lebih murah.

Dia menjelaskan, jika cabai merah dalam kondisi bagus atau berkwalitas baik dijual dengan harga Rp55 ribu sampai Rp60 ribu per kilogramnya, untuk cabai busuk ia dapat membelinya dengan harga berkisar antara Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per kilogram.

Kehadiran cabai busuk tersebut di pasaran menurut Wahyuni sangat membantu dirinya dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan tidak menguras kocek lebih alias hemat.

Hemat yang dimaksud dia bukan dalam artian "lebih untuk ditabung" melainkan lebih dari sisa belanja cabai tersebut dapat dibelanjakan ke bahan pangan lainnya terutama beras yang saat ini juga terus mengalami lonjakan harga signifikan.

"Mudah-mudahan cabai busuk ini terus ada di pasar, karena lidah kami sudah mulai terbiasa. Walau kadang ulat yang ada di dalamnya juga tergiling dan termakan sama kami, cabai busuk ini tetap saja terasa pedas dan enak," katanya.

Sri Wahyuni adalah satu dari ribuan warga berkelas ekonomi lemah di Kota Dumai yang saat ini mengagumi cabai busuk sebagai alternatif rasa bedas dalam adukan bumbu menu masak keluarga.

Alternatif ini sudah dilakukan terutama oleh banyak kaum ibu di Dumai sejak harga si pedas melambung bagai roket yang tak pernah turun. Kini, cabai busuk pun terasa sedap dilidah warga Dumai.

Melebihi Daging

Pantauan ANTARA di sejumlah pasar tradisional Kota Dumai, saat ini harga cabai per kilonya masih lebih mahal dari daging sapi dan kerbau.

Untuk cabai merah kualitas bagus atau yang didatangkan dari Provinsi Sumatra Barat, harganya mencapai Rp60 ribu per kilogram. Begitu juga dengan cabai muda atau yang dikenal dengan cabai hijau yang harga perkilonya saat ini mencapai Rp50 ribu.

Meroketnya harga juga terjadi pada cabai jenis rawit atau cabai kecil yang saat ini mencapai Rp70 ribu per kilogram. Sementara harga daging di berbagai pasar tradisional di Kota Dumai hanya berkisar antara Rp45 ribu hingga Rp50 ribu per kiliogram.

Kondisi mahalnya berbagai jenis cabai tersebut diakui para pedagang di berbagai pasar yang dikunjungi ANTARA seperti pedagang di Pasar Pulau Payung, Pasar Senggol, dan Pasar Dock Yard disebabkan minimnya pasokan dari daerah penghasil seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

"Kurangnya pasokan cabai di Kota Dumai disebabkan hasil panen yang memang sedikit. Kondisi ini diperparah lagi dengan hujan yang terus menerus datang sehingga membuat jalan menuju Dumai terkadang putus yang otomatis tentu membuat kendaraan pengangkut sembako jadi nggak bisa ke sini," kata seorang pedagang di Pasar Dock Yard, Hasan Siregar.

Siregar mengharapkan pasokan berbagai jenis kebutuhan pokok dapat kembali normal sehingga harganya juga turut stabil dan meringankan masyarakat terutama yang berlatar belakang perekonomian lemah yang saat ini terpaksa memprimadonakan cabai busuk sebagai alternatif bahan konsumsi keluarga.

Cuaca Buruk

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Investasi (Disperindagin) Kota Dumai, H Djamalus, mengatakan, mahalnya harga kebutuhan pokok termasuk cabai di wilayahnya juga disebabkan perubahan iklim dan cuaca buruk atau ekstrem yang telah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir.

Kondisi tersebut menurut dia menyebabkan sejumlah petani cabai di berbagai wilayah penghasil seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara mengalami gagal panen, karena hampir setiap hari turun hujan lebat disertai angin kencang.

Djamalus menjelaskan, dalam ilmu pertanian ada tiga jenis cabai yang ditanam oleh petani, yaitu cabai rawit, cabai keriting dan cabai TW atau biasa di sebut dengan caba cili. Cabe keriting dan cabe TW yang mengalami kegagalan panen, membuat petani terpaksa harus memanen cabai mereka di usia dini atau ketika cabI tersebut masih muda dan masih berwarna hijau.

Musim tak menentu yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini, menurut Djamalus, menyebabkan berbagai jenis cabai tersebut rontok atau gugur, sehingga terjadi pembusukan di batang buah karena hampir setiap hari diguyur hujan.

"Kondisi tersebutlah yang menyebakan pasokan cabai ke Riau termasuk Kota Dumai berkurang dan harganya pun terus melambung.

"Tak heran, kini banyak warga Dumai mengonsumsi cabai busuk. Namun tetap kita ingatkan untuk hati-hati mengolah dan mengonsumsinya," demikian Djamalus.