Kemunculan Si Putih Di Februari Yang Panas

id kemunculan si, putih di, februari yang panas

Kemarau datang lebih cepat di sebagian besar wilayah di Provinsi Riau.

Seharusnya pada Februari ini, Riau seperti juga sebagian besar wilayah Indonesia masih basah oleh hujan.

Namun dalam sepekan terakhir, suhu udara di provinsi berlahan gambut terluas di Sumatera ini menurut analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), berada diantara 34-35 derajat celsius.

Suhu udara itu dinilai terlalu panas, mengingat normalnya suhu udara Riau pada Februari berada diantara 32 hingga 33 derajat celsius.

Akibat suhu udara yang kian menyengat, sebagian besar wilayah di Provinsi Riau mengalami musibah kebakaran yang pada akhirnya memaksa kedatangan "si putih" ke daratan Pesisir Riau, khususnya Kota Dumai.

"Si putih" adalah julukan masyarakat setempat untuk asap yang timbul dari kebakaran hutan dan lahan, yang selalu melanda Riau. Ia menyusup diantara sel-sel udara dan menjadi racun bagi kehidupan manusia dan spesies tumbuhan serta ragam hewan di kota berjuluk Mutiara Pantai Sumatera.

Kedatangannya yang tak diundang, membuat panik kebanyakan masyarakat di Dumai. Kekhawatiran tersebut muncul karena asap masuk ke rongga pernafasan manusia hingga mendatangkan berbagai penyakit.

Kemungkinan timbulnya berbagai penyakit pada hidung, tenggorokan, bahkan paru-paru menurut ahli dari Dinas Kesehatan Kota Dumai, bisa terjadi kapan saja.

Penyakit seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), batuk, bahkan radang tenggorokan, dan pilek disertai flu, merupakan penyakit yang selalu dirasakan sebagian besar masyarakat Kota Dumai dikala "si putih" mulai merasuk.

Pengganggu

Selain mengganggu kesehatan, kabut asap juga kerap menganggu berbagai kegiatan manusia saat berada di luar rumah atau gedung. Ketebalannya yang diatas ambang normal juga kerap menyulitkan transportasi umum, terutama pesawat terbang.

Akibat jarak pandang yang terbatas, pilot penerbangan pesawat terutama untuk jenis Cassa dan Fokker menjadi terganggu dan kerap terpaksa menunda bahkan membatalkan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan.

Salah satu contoh kasus tersebut terjadi di Bandara Pinang Kampai Dumai. Sejak kemuncululan si putih beberapa pekan terakhir, setidaknya telah menunda sejumlah jadwal penerbangan dengan rute Dumai-Pekanbaru. Penundaan jadwal penerbangan ini dilakukan manajemen operasional bandara tepatnya pada Jumat, 11 Februari 2011.

Kepala Operasional Bandara Pinang Kampai Achwin, kala itu mengatakan, jadwal penundaan tersebut terjadi pada dua armada pesawat. Diantaranya yakni jenis pesawat Cassa 212, yang semulanya hendak diberangkatkan dari pekanbaru menuju Dumai pada pukul 08.00 WIB. Namun akibat jarak pandang yang hanya menembus 1.000 meter, penerbangan terpaksa ditunda menjadi pukul 08.45 WIB.

Selanjutnya jadwal penerbangan jenis pesawat sama dengan rute sebaliknya, Dumai-Pekanbaru, yang secara otomatis juga tertunda sekitar 30 sampai 45 menit.

Selain dua jadwal penerbangan Cassa 212 itu, dihari yang sama, pihak Bandara Pinang Kampai juga menunda penerbangan pesawat jenis Foker 50 yang dijadwalkan lepas landas dari Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, sekitar pukul 09.00 WIB menjadi pukul 10.00 WIB.

Penundaan sejumlah penerbangan tersebut dilakukan karena pesawat jenis Foker 50 hanya dapat menembus jarak pandang di atas 4.000 meter. Sementara untuk jenis Cassa 212, diakui Achwin juga baru mampu menempuh penerbangan jika jarak pandang berada di atas 2.000 meter.

Tidak Sehat

Berdasarkan pantauan alat pengukur kualitas udara atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) milik PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), "si putih" telah membuat kualitas udara di Dumai menjadi kurang sehat, atau berada pada 73 polutan standart index (PSI).

Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Dumai, Basri, mengatakan, selain tidak sehat, kualitas udara disana juga terdeteksi partikulat, yang artinya telah terjadi penurunan pada jarak pandang.

Berdasarkan analisa KLH Dumai, udara yang tercemar asap juga telah mengandung carbon monoksida (CO) yang dapat menimbulkan perubahan kimia udara namun tidak terdeteksi.

Selain itu, udara juga dikuatirkan mengandung kadar nitrogen (NO2) yang berbau, serta Ozon O3 dan sulfur dioksida (SO2) yang dapat mendatangkan luka pada beberapa jenis atau spesies tumbuhan.

Kondisi tersebut menurut Basri juga membuat suhu udara di Dumai kian meningkat hingga mendatangkan hawa panas yang menyengat hingga membuat kebanyakan masyarakat yang berada disekitarnya kian gerah.

Imbas

Seorang pemerhati lingkungan hidup dari Universitas Riau (UNRI), Tengku Ariful Amri berpandangan, kemunculan "si putih" adalah imbas dari kebakaran hutan dan lahan yang sama artinya dengan kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan datangnya berbagai bencana lainnya seperti banjir, dan kekeringan.

Merujuk dari berbagai peristiwa bencana tersebut, dirinya mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap bencana lingkungan termasuk perubahan iklim yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan lingkungan.

"Untuk itu, sebaiknya manusia sebagai makhluk yang paling mendominasi di permukaan bumi sebaiknya mengubah sikap dan mulai menjaga lingkungan agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan penyebab munculnya kabut asap seperti yang terjadi di Dumai dan sejumlah wilayah Riau lainnya," terang dia.

Upaya pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan hidup di masa depan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menurut pemerhati ini sebaiknya harus segera dilakukan sedini mungkin sebelum semuanya terlambat dan mendatangkan kerugian besar bagi masyarakat.

"Sebaiknya jangan ada lagi perusakan dan kebakaran yang pada dasarnya jika dianalisis secara mendalam adalah tindakan kesengajaan manusia yang mencari keuntungan pribadi atau kelompok," ucap dia menegaskan.

Nasehat itu harus menjadi acuan bagi masyarakat dan pemerintah untuk saling bergandeng tangan dan menyatukan komitmen dalam menjaga lingkungan yang sehat dan bersahabat.