Sari Nipah Bisa Sepanas Minyak Fosil

id sari nipah, bisa sepanas, minyak fosil

Sari Nipah Bisa Sepanas Minyak Fosil

"Orang tani mengambil nipah, hendak dibawa ke Indragiri. Seluruh alam kucari sudah, belum bersua pilihan hati". Begitu pepatah Melayu sering diperdengarkan dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat Melayu di Provinsi Riau telah lama akrab dengan pohon nipah sebagai sumber inspirasi karya sastra seperti pantun dan gurindam.

Namun, orang tidak mengira bahwa sari nipah bisa menjadi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan.

Hiruk pikuk manusia memadati pembukaan kegiatan pameran Riau "International Energy Expo" di sebuah hotel berbintang di Kabupaten Kampar, Riau pada awal pekan itu menyaksikan komoditi yang dipamerkan peserta.

Beragam stan dari perusahaan kontraktor minyak dan gas (migas) tampak menjulang megah dan angkuh mempertontonkan eksistensinya. Nama-nama perusahaan nasional hingga multinasional ada di sana, mulai dari Pertamina, Medco hingga Chevron.

Jauh di sudut kanan dari pintu masuk ruang pameran, agak nyempil di tengah para "raksasa" migas, seorang pria dengan setelah jas plus dasi hitam nyaris tak diperhatikan.

Stan tempatnya berdiri bersama seorang asistennya tampak lengang. Ada tiga meja putih polos, sejumlah botol berisi cairan, dan sebuah mobil mungil warna merah menyala yang terlihat paling mencolok.

"Ini mobil pinjaman buat pameran," ujar pria yang mengaku bernama Sopyan Hadi.

Sopyan adalah seorang peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten Bengkalis, Riau. Cairan di botol itu bukan berisi jamu, katanya, melainkan bioetanol dari sari pohon nipah.

Tanaman sejenis palem, dengan ciri daun yang panjang, tumbuh subur di kawasan pesisir laut bersama pohon bakau (mangrove). Potensi mangrove Indonesia dikabarkan mencapai empat juta hektare, paling luas di dunia.

Selama ini warga Riau baru menggunakan daun nipah untuk kerajinan anyaman dan atap rumah.

"Pohon nipah sangat melimpah di Sumatera dan Kalimantan, tapi potensinya sebagai bahan bakar pengganti minyak fosil masih diabaikan," katanya.

Selama dua tahun terakhir, putra asli Riau itu menekuni penelitian terhadap tanaman yang memiliki nama ilmiah "Nypa fruticans Wurmb" itu.

Berbekal ilmu dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Sopyan ingin membuktikan bahwa bioetanol dari nipah sangat mungkin untuk energi alternatif pengganti minyak fosil.

Tak Terbuang Percuma

Sopyan tentu bukan peneliti pertama yang mengembangkan teknologi itu. Jauh sebelumnya, banyak peneliti telah menggunakan kedelai, jagung dan singkong untuk bioetanol.

Namun, usahanya perlu mendapat dukungan, mengingat tanaman nipah mudah ditemukan di Riau dan penggunaannya untuk bioetanol tak akan mengganggu ketahanan pangan.

"Yang digunakan untuk bioetanol adalah sari nipah, seperti nira dari pohon kelapa," katanya.

Ia menjelaskan, sari nipah diambil dari tunas muda yang akan mengalir ketika ujung pelepahnya dipotong. Menurut dia, satu pelepah nipah di Riau bisa menghasilkan sekitar satu liter air nira per hari. Satu pohon nipah rata-rata bisa menghasilkan 10 liter nira.

Nira nipah mengandung gula (glukosa) sebagai bahan dasar bioetanol. Prosesnya, nira hasil panen melalui proses fermentasi dan destilasi. Proses destilasi adalah upaya pemisahan air dan hasil penyulingan sudah bisa digunakan untuk pengganti minyak tanah.

Untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, proses selanjutnya adalah dehidrasi. Cara itu dimaksudkan untuk mendapatkan FGE (fuel grade etanol) hingga 100 persen.

Dengan begitu, bioetanol yang dihasilkan juga mampu bercampur sempurna dengan minyak fosil.

"Semua yang digunakan untuk menghasilkan bioetanol dari nipah bisa digunakan. Sebanyak 12 liter sari nira bisa menghasilkan seliter bioetanol, dan sisanya bisa dipakai untuk pupuk cair," ujarnya.

Bioetanol dari nipah diyakini mengandung oktan yang lebih tinggi dari bensin bersubsidi jenis premium bahkan pertamax sekali pun. Menurut dia, hal itu membuat pembakaran bahan bakar jadi lebih sempurna dan meningkatkan performa mesin.

Lebih dari itu, bioetanol nipah terbukti lebih ramah lingkungan. Gas buangan dari bahan bakar hanya menghasilkan 28 ppm hidrogen karbon (HC) dan 9,9 persen karbon dioksida (CO2).

Bandingkan dengan sisa gas buangan bensin dari minyak fosil yang menghasilkan 41 ppm HC dan 17,4 persen CO2.

"Penggunaannya bisa mengurangi polusi udara," katanya.

Butuh Keberpihakan Pemerintah

Sopyan mengatakan bioetanol dari nipah belum diproduksi secara massal dan membutuhkan dukungan dari pemerintah. Salah satu ganjalan untuk membudayakan bahan bakar masa depan itu adalah harganya yang lebih mahal dari bensin bersubsidi.

Menurut dia, harga ekonomi bioetanol nipah mencapai Rp7.000 per liter. Nilai itu tentu akan membuatnya kalah bersaing ketika dilempar ke pasar.

"Semua tergantung dukungan pemerintah kita sendiri," katanya.

Namun, ia meyakini teknologi itu akan sangat berguna untuk diterapkan ke masyarakat desa di daerah pesisir. Warga dapat diajari untuk mandiri energi, mengolah nipah yang ada disekitarnya untuk bahan bakar sendiri.

Hal tersebut sangat memungkinkan karena warga di pesisir Riau selama ini harus membayar mahal untuk mendapatkan bensin bersubsidi karena lokasi mereka jauh dari pusat kota.

"Teknologi ini sangat cocok untuk diterapkan di skala desa," katanya.

Harapan Sopyan sepertinya mendapat sambutan positif dari Pemerintah Provinsi Riau. Gubernur Riau Rusli Zainal mengisyaratkan agar penemuan bioetanol dari nipah itu ditindaklanjuti.

"Kami akan bentuk tim persiapan penelitian program potensi nipah melalui koordinasi dinas pertambangan dan balitbang," ujar Rusli yang sudah menjabat gubernur selama dua periode itu.

Menurut dia, pemerintah di Riau harus terus mengembangkan energi terbarukan karena sumber daya migas suatu saat akan habis. Strategi pengembangan energi haruslah berbasis efisiensi dan keberlanjutan yang ramah lingkungan.

Semoga saja akan ada komitmen nyata dari pemerintah, bukan lagi janji politis semata. Potensi energi terbarukan untuk mengganti minyak fosil sebenarnya ada di depan mata. Tinggal menunggu hati pemerintah untuk sungguh-sungguh menjatuhkan pilihan.