Perempuan Perkasa Di Tengah Hutan

id perempuan perkasa, di tengah hutan

Fatmawati tak banyak bicara. Perempuan berusia 22 tahun itu hanya tahu apa yang harus dilakukannya.

Mengembala Nela, satu dari tiga anak gajah, tim "Flying Squad" yang terdapat di Taman Nasional Tesso Nelo.

Tubuhnya kurus, kulitnya kecoklatan. Kala itu, ia mengenakan celana olahraga yang dipadupadankan dengan kemeja pendek bermanset.

"Biar kulit tidak terlalu hitam," kata Fatmawati yang selalu bertopi rimba hijau lusuh, demi melindungi wajah teduhnya.

Saat bekerja, tangannya, senantiasa memegang gancu, alat yang digunakan untuk mengendalikan gajah. Terbuat dari logam dan bentuknya seperti kail.

Di kawasan hutan itu, sejak enam bulan lalu ia berprofesi sebagai Mahout. Mahout merupakan sebutan bagi pengembala gajah.

Dalam kesehariannya, ia menunggangi Nela. Gajah kecil itu berumur empat tahunan. Tingginya sekitar 155 centimeter. Sementara bobotnya, lebih dari 300 kilogram.

Bersama Irmawati (22), kawannya sedari kanak-kanak mengembala anak gajah. Sementara lima gajah lainnya mempunyai Mahout laki-laki. Otomatis, hanya dirinya bersama Irmawati, perempuan di kawasan hutan itu.

Menurut Fatma, mengembala anak gajah susah gampang. Kadang bandel, kadang patuh.

"Tapi menyenangkan bisa bermain bersama gajah setiap harinya," ujar lajang yang putus sekolah saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini.

Anak kedua dari delapan bersaudara ini bercerita, kadang Nela, suka mencari perhatian. Terutama ketika ada tamu yang berkunjung ke taman nasional itu.

Pada awalnya, ia mengaku was-was ketika pertama kali dekat bersama gajah. Beragam kekhawatiran melintas dibenaknya. Takut jatuh, hingga takut diamuk sang gajah kecil.

Namun perasaan itu, hanya pada pertama kali bersama gajah. Seiring berlalunya waktu, was-was itu sirna.

Untuk dapat membuat gajah patuh, lanjutnya, memang tidak mudah. Setidaknya perlu waktu lebih dari dua pekan untuk membuat gajah mau dikendalikan mahoutnya.

"Perlu kedekatan baru bisa mengembalakannya," tukas dia.

Sebagai Mahout setiap hari, Fatma juga harus membawa gajah ke hutan untuk diberi makan. Dan pada sore hari, ia juga harus memandikan gajah di Sungai Nilo.

Saat memandikan gajah, menurut Fatmawati merupakan saat yang paling menyenangkan. Mahout-mahout akan turun ke sungai, berendam dan menggosok punggung gajah, sambil bercanda dengan gajah-gajah mereka.

Sebelum bekerja sebagai Mahout, Fatma bekerja sebagai kader di kantor kepala desa. Menurutnya, bekerja sebagai mahout bukan untuk emansipasi atau gaya-gayaan, tetapi lebih memenuhi kebutuhan hidup.

Dengan uang gaji yang diterima setiap bulan, ia bisa membantu kedua orang tuanya untuk menyekolahkan adik-adiknya.

Fatma tak tak ingin adik-adiknya putus sekolah seperti dirinya akibat kekurangan biaya.

Namun, Fatma mengaku jarang pulang ke rumahnya di desa Lubuk Kembang Bunga. Walaupun sebenarnya jarak rumah ke tempatnya bekerja hanya sekitar lima kilometer.

"Gajah dan Mahout sulit dipisahkan. Karena gajah hanya mau dikendalikan oleh Mahout yang dikenalnya," jelas dia.

Maka tak heran, ketika lebaran pun ia tetap harus mengembalakan gajah.

Lain lagi cerita, Irmawati. Ia bekerja sebagai Mahout karena lelah mencari kerja di kota. Irmawati lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), namun ia mengaku kesulitan mencari kerja.

Hingga akhirnya, sekitar enam bulan yang lalu, ia ditawari untuk menjadi Mahout. Menurutnya, gajinya lumayan dan setiap hari diberi uang makan oleh pengelola kawasan itu yakni WWF Indonesia.

"Daripada jauh-jauh, mending di sini saja, dekat dengan keluarga," katanya.

Mengembalakan gajah kecil, lanjutnya, tidak susah. Gajah kecil , ketika bertemu makanan, langsung diam.

"Mungkin dalam masa pertumbuhan kali," katanya sembari tertawa.

Disinggung mengenai pasangan hidup, lajang anak keempat dari lima bersaudara ini hanya tersenyum. Dirinya percaya, pasangan hidupnya kelak menerima dirinya yang bekerja sebagai Mahout.

Tim "Flying Squad" merupakan gajah penghalau gajah liar yang masuk ke perkampungan. Biasanya yang digunakan hanya gajah besar, sementara gajah kecil lebih pada tujuan wisata.

Humas WWF Indonesia Program Riau, Syamsidar mengatakan pada dasarnya semua pekerjaan dapat dilakukan baik laki-laki maupun perempuan.

"Jadi pekerjaan sebagai mahout, pastinya juga bisa dilakukan oleh perempuan," jelas perempuan yang akrab disapa Syami ini.

Ia mengatakan dalam pekerjaan ini, yang terpenting adalah bagaimana mereka membangun hubungan baik dengan gajah.

"Anak gajah yang dirawat mereka memang dimaksudkan untuk mendukung TNTN sebagai daerah ekowisata. Agar keunikan TNTN semakin khas," tambah dia.

Fatma maupun Irma merupakan perempuan-perempuan perkasa yang berada di tengah hutan. Perempuan-perempuan yang tak takut gelap dan tak menyerah akan keadaan.