Aktivis Lingkungan: Rapor Menhut Merah

id aktivis lingkungan, rapor menhut merah

Pekanbaru (ANTARARIAU News) - Sejumlah aktivis lingkungan menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah waktunya mempertimbangkan untuk mengganti posisi Menteri Kehutanan (Menhut) karena dinilai gagal membenahi sektor kehutanan yang carut marut, terutama masalah di Provinsi Riau.

"Untuk konteks masalah di Riau saja, rapornya Menhut merah karena tidak ada progres terkait penyelesaian masalah di sektor kehutanan," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Hariansyah Usman, di Pekanbaru, Selasa (11/10).

Menurut dia, awalnya pegiat lingkungan berharap banyak Menhut Zulkifli Hasan membawa perubahan di internal Kementerian Kehutanan hingga membenahi masalah eksternal terkait perlindungan konservasi hutan dan satwa langka.

Namun, kebijakan Menhut dinilai tidak konsisten terutama mengenai moratorium hutan dan penyelamatan kawasan konservasi. Ia mencontohkan, penegakan hukum terhadap perusahaan yang beroperasi di kawasan konservasi ternyata hanya berjalan sementara. Contohnya kecilnya bisa dilihat di Hutan Lindung Mahato yang sebagian besar dikuasai oleh PT Torganda, Bukit Suligi yang kini 80 persen berubah jadi kebun kelapa sawit, hingga perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo yang makin merajalela akibat penindakan yang sementara.

"Kebijakan yang tidak konsisten dari Menhut justru kontraproduktif dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terus mengkampanyekan perlindungan hutan tropis Indonesia di dunia internasional," katanya.

Masalah konsistensi Menhut juga menjadi sorotan utama dari Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Muslim, bahwa Kementerian Kehutanan di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan tak tegas memberlakukan moratorium. Menurut dia, Kementerian Kehutanan memang tak mengeluarkan izin baru lagi di Riau tapi tetap menerbitkan rencana kerja tahunan atau izin tebang di hutan alam.

"Ketika Dinas Kehutanan menghentikan mengeluarkan rencana kerja tahunan untuk perusahaan kehutanan karena izinnya dinilai bermasalah, justru kebijakan itu diambil alih oleh Kementerian Kehutanan," kata Muslim.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Riau, lanjutnya, rencana kerja tahunan yang diterbitkan dari pusat pada tahun 2009 mencapai 130.758 hektare dengan potensi kayu mencapai 13,378 juta meter kubik. Izin tebang itu diberikan Kementerian Kehutanan untuk dua perusahaan industri kehutanan terbesar di Riau, yakni APP dan Grup April.

Kebijakan itu terus berlanjut pada tahun 2011 untuk dua perusahaan itu, dengan jumlah total luas hutan untuk ditebang mencapai 112.914 hektare. Potensi kayu yang hilang mencapai 10,374 juta meter kubik.

"Semua izin rencana kerja tahunan hutan alam untuk pembangunan hutan tanaman industri berada di gambut dalam yang seharusnya dilindungi," katanya.

"Indonesia membutuhkan Menhut yang punya visi revolusioner untuk berani membenahi internal kementerian dan bisa konsisten menjalankan kebijakan sektor kehutanan yang lestari dan berkelanjutan," lanjut Muslim.