Orang Riau rekomendasikan Menhumkan di-"Reshuffle"

id orang riau, rekomendasikan menhumkan di-reshuffle

Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Seorang pengamat hukum dan politik di Pekanbaru, Provinsi Riau, Muharnis, mengatakan, banyak pakar hukum dan anggota masyarakat di sekitarnya menilai Patrialis Akbar selayaknya masuk daftar menteri yang di-'reshuffle'.

"Saudara Patrialis Akbar menurut saya dan beberapa pengamat hukum maupun Orang Riau, termasuk menteri yang masih belum optimal kinerjanya serta jauh dari harapan, sehingga pantas mendapat rapor merah," ujarnya.

Karena itu, mereka mengusulkan pos Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), termasuk jabatan yang perlu di-'reshuffle', mengingat kinerja Patrialis Akbar selaku Menkumham dinilai buruk serta tidak berkompeten.

Salah satu alasan utama bagi Orang Riau yang mendasari perlunya Patrialis diganti, menurut Murhanis, yakni buruknya kinerja bidang keimigrasian dan pengelolaan Rutan maupun Lapas.

Ia mencontohkan mudahnya tersangka kasus mafia pajak, Gayus Tambunan dan buronan kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Nazaruddin melenggang ke berbagai negara dengan paspor palsu.

Begitu pula dia menunjuk kasus makin banyaknya narapidna kabur dari lembaga pemasyarakatan (Lapas), atau tersangka bebas berpelesiran ke luar rumah tahanan (Rutan), bahkan hingga ke luar negeri.

Selain itu, lanjutnya, pemahaman Patrialis juga sangat minim tentang hukum dan dinamikanya.

"Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya rencana atau penyusunan undang-undang (UU) yang tidak melalui pembahasan intens, atau tidak betul-betul lahir dari kementrian. Salah satunya, proses penerbitan UU Intelijen,".

Dengan demikian, tuturnya, Menkumham sangat layak untuk masuk dalam daftar 'reshuffle' atau perombakan kabinet.

Berdampak ke Riau

Muharnis juga menyorot pola pikir dan kewibawaan sosok Patrialis Akbar sebagai seorang menteri, kurang nampak, termasuk ketegasan dalam mengambil suatu keputusan.

Kondisi tersebut, menurut dia kemudian berdampak terhadap daerah termasuk Riau, yakni, persoalan hukum semakin parah atau tidak terselesaikan secara baik dan benar.

"Seperti yang kita ketahui, Riau merupakan salah satu provinsi yang rawan terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi (Tipikor), juga 'illegal logging;, mengingat wilayahnya yang memiliki hasil bumi berlimpah," ungkapnya.

Namun dari sejumlah kasus yang tercuat, lanjutnya, sebagian besar tersendat dengan berbagai alasan dan kebijakan tidak jelas.

Terkait ini, ia mengusulkan pula sebaiknya perlu ada perombakan atau 'renovasi' terhadap birokrasi hukum.

Dalam hal ini, ia mengharapkan Kementrian Hukum dan HAM dapat lebih agresif serta jeli dalam penanganan serta penuntasan berbagai kasus penegakkan hukum maupun keadilan.

Diharapkannya, nantinya pengganti Patrialis Akbar merupakan orang yang benar-benar ahli di bidangnya, berwibawa untuk menegakkan hukum, serta punya ketegasan mengambil sikap.

"Termasuk juga harus punya penguasaan atas proses pembuatan undang-undang juga paham atas berbagai undang-undang beserta penerapannya secara lebih baik, sehingga penyelesaian masalah hukum dapat lebih optimal," kata dia.

Begitu juga dengan urusan keimigrasian, lanjutnya, sebaiknya ditata lebih baik, agar kasus-kasus seperti Gayus dan Nazarudin tidak terulang.

Muharnis menambahkan, seorang menteri juga seyogianya paham dengan situasi dan kondisi di bawah atau daerah-daerah.

"Sehingga penyelesaiannya dapat dituntaskan tanpa ada pertimbangan macam-macam, apalagi diintervensi kekuatan politik, yang justru memunculkan cela melalui adanya negosiasi para pejabat hukum," ungkapnya.

Ia juga mengingatkan, jangan pula dipakai pejabat atau menteri yang cuma pinter berwacana dan memberi janji-janji kpsong tanpa ada realisasi.

"Semua pendapat dan pandangan dari publik secepatnya dikaji, dan tidak perlu harus banyak pertimbangan dalam bertindak. Utamakan juga kepentingan rakyat jangan politik kepentingna," ujarnya.

Seorang menteri, menurutnya, sebaiknya propesional dalam menjalankan segala tugas yang diamatkan, jangan gemar berdalih, sebagaimana ketika menghadapi kritik publik soal remisi terhadap koruptor.

"Tidak ada masalah, mau dia dari partai atau non partai. Yang penting dia (Menkumham) mampu dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Jangan ada unsur keberpihakan atau mendukung sebuah partai politik yang berujung ke penyengsaraan rakyat," tandas Muharnis.