Gajah Balai Raja resahkan warga

id gajah balai, raja resahkan warga

Gajah Balai Raja resahkan warga

Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Segerombolan gajah Sumatera liar dikabarkan terus berkeliaran di wilayah perkampungan, bahkan melintas di jalan lintas kilometer 108-110 Desa Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Kota Duri, Kabupaten Bengkalis-Pekanbaru, Minggu (23/10).

Ketua Penanggulangan Konflik Gajah-Manusia Balai Raja, Kota Duri, Bengkalis, Berton Panjaitan lewat perbincangan seluler kepada ANTARA di Pekanbaru mengatakan, selain berkerumun di perkampungan dan "merayap" di jalan lintas, kawanan gajah "elephas maximus sumatranus" (gajah Sumatra) juga kerap masuk ke wilayah perkebunan warga setempat.

"Sudah tidak lagi terhitung kebun warga yang di rusak gajah-gajah itu. Yang jelas, setiap hari selalu ada kebun warga yang di rusak gajah," katanya.

Menurut Berton, sudah sejak lama warga di Kampung Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Kota Duri, selalu di resahkan dengan kehadiran segerombolan gajah yang tidak jarang mengamuk akibat kelaparan.

"Bahkan beberapa rumah warga sempat menjadi korban amukan gajah," ujarnya.

Konflik gajah "versus" manusia di Balai Raja kata Berton sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir dan mulai memuncak pada tahun 2009 hingga tahun ini (2011).

"Sampai saat ini, sebagian besar warga, khususnya para petani di Desa Balai Raja juga terus merasa di 'hantui' oleh kawanan gajah Sumatra itu. Takut-takut gajah-gajah itu kelaparan dan 'membabi buta' di perkebunan dan perkampungan," kata Berton.

Sejauh ini kata dia, pihaknya bersama warga lainnya yang peduli dengan penyelesaian konflik gajah-manusia terus memonitor kondisi kerawanan di Balai Raja.

"Kami juga akan mengkalkulasi seluruh kerugian warga akibat gajah-gajah tersebut dan menyampaikannya ke pemerintah setempat dan pemerintah Provinsi Riau," ujar dia.

Menurut Berton, semua masyarakat di Desa Balai Raja merupakan petani yang memiliki lahan pertanian, dan semuanya merasa dirugikan akibat amukan gajah liar yang kelaparan.

"Gajah-gajah itu juga tidak hanya merusak kebun. Sebelum-sebelumnya, akibat luput dari pengawasan, kawanan gajah sempat 'memblokir' jalan lintas Duri-Pekanbaru hingga menyebabkan kemacetan yang cukup panjang," kata Berton.

Ditanya mengenai upaya mengatasi konflik gajah-manusia di Balai Raja, Berton mengakui telah melakukan berbagai cara, termasuk memberikan laporan rutin ke pihak Balai Konservasi Sumber Daya Amalam (BKSDA) Riau.

"Namun sejauh ini laporan kami belum kunjung ditanggapi secara baik. BKSDA hanya sempat menerjunkan tim pemantau namun belum ada upaya optimal. Alhasil, kawanan gajah liar masih tetap berebut lahan di Balai Raja," demikian Berton Panjaitan.

Rehabilitasi

Di lain pihak, organisasi konservasi satwa langka WWF berpandangan, untuk mengatasi masalah konflik gajah "versus" manusia di Balai Raja perlu upaya rehabilitasi.

Humas WWF Riau, Syamsidar di Pekanbaru mengatakan, sebaiknya juga pemerintah pusat dan daerah melakukan tindakan nyata dalam upaya merehabilitasi habitat gajah Sumatera di Suaka Marga Satwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis.

"Jalan satu-satunya agar konflik gajah-manusia berakhir, harus dilakukan rehabilitasi," ujarnya lagi.

Data WWF Riau menyebutkan, kawasan Balai Raja tiap tahunnya mengalami penyempitan yang luar biasa. Semula pada tahun 1990, konservasi gajah di Balai Raja masih mempunyai luasan sekitar 16 ribu hektare. Namun, saat ini (2011) tinggal 120 hektare, bahkan sebagian besar berupa hutan sekunder.

Perubahan kawasan itu secara masif terus terjadi untuk permukiman, instansi pemerintah dan perkebunan kelapa sawit. Akibatnya, konflik manusia dan gajah terus terjadi hingga jatuh korban dari kedua belah pihak.