Rp19,4 Juta Satu Kursi Stadion PON

id rp194 juta satu kursi stadion pon

Rp19,4 Juta Satu Kursi Stadion PON

Pekanbaru, (AntaraRiau-News) - Kadin Provinsi Riau mempertanyakan biaya pembangunan Stadion Utama Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Kota Pekanbaru, yang dinilai terlalu mahal jika dikalkulasikan dana pembangunan per kursi bisa mencapai sekitar Rp19,4 juta.

"Harganya kok bisa sangat mahal alasannya apa?. Sedangkan selama ini kami meminta data mengenai rancangan bestek dan rencana anggaran biaya tapi selalu ditutupi," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau Bidang Infrastruktur & Jasa Konstruksi Prof Sugeng Wiyono di Pekanbaru, Senin.

Sugeng juga mempertanyakan rencana Pemprov Riau yang meminta tambahan dana sekitar Rp200 miliar untuk pembangunan stadion utama PON yang dibangun di area Universitas Riau di Pekanbaru itu. Dengan begitu, apabila penambahan dana disetujui, maka biaya untuk proyek tersebut lebih dari Rp1,1 triliun.

Menurut dia, stadion utama PON dibangun di lahan seluas 66,4 hektare dengan luas bangunan 77.552 meter persegi. Kapasitas tribun untuk penonton mencapai 43.027 orang, dengan nilai kontrak pembangunan Rp832.497.207.

"Dengan demikian kalau kita hitung harga per meter persegi adalah Rp10,735 juta. Sedangkan, kalau dihitung harga per kursi penonton Rp19,438 juta per kursi. Apakah harga ini wajar atau pantas?," ujar Sugeng.

Dilihat dari harga standar bangunan berdasarkan pedoman harga pemerintah Provinsi Riau tahun 2011, lanjutnya, harga per meter persegi bangunan kategori khusus seperti untuk stadion PON seharusnya berkisar Rp6 hingga Rp8,5 juta per meter persegi.

Sebagai perbandingan, ia mengatakan pembangunan stadion berkasitas 40 ribu kursi di Gedebage, Jawa Barat, yang dibangun hampir bersamaan dengan stadion PON, hanya memerlukan biaya Rp623 miliar atau satu tempat duduk biayanya Rp16,4 juta. Kemudian stadion Palaran untuk PON Kalimantan Timur dengan kapasitas 50 ribu kursi hanya memerlukan biaya Rp800 miliar.

"Tentunya perbedaan harga tersebut harus dilihat lebih detail apakah memang mutu atau standar yang dipakai untuk stadion utama PON benar-benar lebih bagus dari yang lainnya, kelengkapan yang lebih, atau pemilihan jenis dan metode konstruksi yang kurang cermat. Mestinya bisa lebih efisien karena sebagian besar item pekerjaan bisa dikategorikan produk massal," katanya.

Sugeng mengaku sangat menyayangkan sikap Pemprov dan DPRD Riau yang hingga kini tidak melibatkan para ahli seperti dari akademisi dan lembaga seperti Kadin dan LPJK dalam perencanaan proyek itu, khususnya dalam memberikan rekomendasi agar pengerjaannya bisa lebih hemat biaya.

Padahal, hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang No. 28/2002 Pasal 36 yang menyebutkan bahwa untuk bangunan khusus dalam pelaksanaannya diperlukan tim ahli yang dapat memberikan pertimbangan profesional atas rencana teknis bangunan gedung termasuk rencana anggaran biayanya.

Karena itu, Sugeng menyarankan sesuai mekanisme UU 28/2002, harus ada uji laik fungsi sebelum bangunan tersebut difungsikan untuk umum. Uji laik berupa kajian teknis terhadap pemenuhan seluruh persyaratan teknis bangunan gedung, dan pemerintah daerah mengesahkannya dalam bentuk sertifikat laik fungsi bangunan gedung.

"Langkah ini akan bermanfaat disamping menghilangkan rasa was-was penggunanya, melindungi penyedia dan pengguna jasa konstruksi, juga akan dapat membantu menepis tudingan-tudingan miring terhadap biaya bangunan yang dianggap terlalu tinggi," kata Sugeng.

Rencana penambahan anggaran proyek stadion utama PON awalnya akan diparipurnakan dalam rapat DPRD Riau pada Selasa lalu (3/4), yakni dengan melakukan revisi Perda No.5/2008.

Namun, pembahasannya mendadak ditunda, yang diduga juga terkait adanya penangkapan sejumlah anggota DPRD Riau oleh KPK terkait kasus gratifikasi proyek PON untuk venue menembak.

"Kita pending dulu, masih perlu pembahasan dulu di Bamus (Badan Musyawarah)," kata Ketua DPRD Riau Johar Firdaus.

Sedangkan, Ketua Fraksi Golkar DPRD Riau Iwa Sirwani Bibra mengatakan penundaan pembahasan revisi Perda No.5/2008 karena ada celah hukum yang harus lebih dulu diselesaikan.

"Meski ada pendapat hukum dari Kemendagri bahwa revisi bisa dilakukan, namun itu kurang kuat. Kami sarankan Pemprov Riau memfasilitasi untuk konsultasi terkait hal itu dengan BPK, KPK, dan LKPP karena kalau tidak ada payung hukum yang kuat jangan sampai ada masalah hukum dikemudian hari," kata Iwa.

Ketua Fraksi PAN DPRD Riau, Bagus Santoso, mengatakan penundaan revisi aturan itu sebenarnya dikarenakan rekomendasi Badan Legislasi yang meminta Perda No. 7/2007 yang merupakan Perda Induk untuk pencadangan anggaran PON di APBD Riau agar direvisi terlebih dulu. Sebabnya, penambahan dana akan melebihi jumlah yang diatur dalam Perda Induk, yakni tak lebih dari Rp1 triliun.

"Biaya yang besar itu kan konsekuensi dari penyelenggaraan event besar seperti PON, dan kalau semuanya dilaksanakan sesuai prosedur, maka kita jalan saja terus agar tidak menghambat persiapan PON," katanya.

Ia berharap, masalah hukum yang kini menjerat anggota DPRD di kasus proyek PON tidak mengganggu penyelenggaraan Riau selaku tuan rumah PON XVIII yang akan digelar pada September 2012.