Mengenang Sudomo dan Para Kekasihnya

id mengenang sudomo, dan para kekasihnya

Mengenang Sudomo dan Para Kekasihnya

Mengenang Laksamana (Purn) Sudomo, mantan Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) di masa Orde Baru, rasanya tidak lengkap jika tidak menyinggung sejumlah kekasih hatinya.

Sedikit kesan terhadap Sudomo, pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 20 September 1926 silam itu merupakan sosok pemimpin yang tangguh dengan bayang-bayang asmara yang dingin, namun tampak begitu harmonis, demikian praktisi hukum dari Universitas Islam Riau Dr Syahrul Akmal Latif ketika berbincang dengan ANTARA Pekanbaru, Rabu (18/4) sore.

Praktisi hukum satu ini juga mengaku sangat mengidolakan sosok seorang Sudomo, mengingat sejauh ini belum ada fakta pelanggaran hukum yang "menghampiri" sang prajurit sejati itu.

Sudomo sendiri, menurut Syahrul, memiliki kemiripan dengan presiden pertama Republik Indonesia (RI) Ir Soekarno yang mencetuskan kemerdekaan negara ini lewat proklamasinya pada 17 Agustus 1945.

Begitu banyak tantangan yang dihadapi Sudomo, begitu banyak pula yang menyinggungnya semasa dia menjabat sebagai Pangkopkamtib. Namun ketegasannya meluluhlantakkan "cengkraman" kebencian hingga mengubahnya menjadi sanjug sayang di masa silam.

Mengenang kiprah Sudomo, menurut Syahrul, cukup susah untuk mendefinisikan peranan sang prajurit tangguh itu. Namun jika dipersentasikan, Sudomo layak disandingkan dengan aktor proklamasi kemerdekaan RI itu.

Menurut dia, pertempuran di Laut Aru hingga pembunuhan misterius (petrus) serta katebelece Eddy Tansil, adalah "warna-warni" perjalanan Sudomo semasa duduk di kursi pemerintahan Orde Baru.

"Yang jelas, sosok Sudomo sejauh ini memang masih kontroversial jika harus dikaji lebih dalam. Namun kepemimpinannya di Orde Baru, selayaknya dicontoh banyak kalangan pemimpin negeri ini, di masa demokrasi," katanya.

Pemimpin Tangguh

Cerminan kepemimpinan yang begitu tangguh, menurut Syahrul, banyak tergambarkan di sosok seorang Sudomo. Hal ini seperti yang dikisahkan dalam pertempuran di Laut Aru pada 1962 silam.

Mengenang kisahnya, sang Sudomo di konflik Laut Aru juga memimpin sejumlah kapal torpedo Angkatan Laut (AL), misinya adalah pembebasan Irian Barat dari "siksaan" penjajah yang kala itu kian "membabi buta".

Singkat kata, pertempuran di Laut Aru begitu mengesankan bagi banyak kalangan, baik kalangan umum maupun para petinggi negara kesatuan RI serta dunia Internasional.

Peperangan itu kemudian dikenang sebagai pertempuran utuh di Laut Aru, di mana Sudomo kala itu menjabat sebagai Kepala Satuan Angkatan Laut (KSAL).

Berjarak beberapa tahun saja, setelah pertempuran itu berakhir dengan indah, demikian Syahrul seperti yang diketahuinya, Sudomo kemudian dipromosikan menjabat sebagai Pangkopkamtib selama kurun waktu yang tidak singkat.

Namun goyahan perjalanan karirnya kian enggan terputus. Kata Syahrul, di tahun 1980, bermunculan isu yang kerap merepotkan garda terdepan pemerintahan masa Orde Baru yang kala itu dipimpin Soeharto selaku Presiden RI kedua.

Bahkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kala itu menurut sepenggal kisahnya, demikian Syahrul, begitu marak dan kian hangat dipermukaan dunia Internasional.

"Namun waktu itu, menurut kisah yang saya pahami, Sudomo lolos dari kasus-kasus pelanggaran HAM yang ditudingkan dunia Internasional. Sampai sekarang, beliau masih dipandang sebagai salah seorang yang paling bersih semasa Pemerintahan Orde Baru," katanya.

Kemiripan Sudomo

Sudomo, yang bertahan lama di susunan kabinet Pemerintahan Orde Baru dahulunya memang disangkakan banyak kemiripan dengan Presiden RI Soeharto.

"Namun saya pribadi, menyangkal kemiripan itu. Secara fisik mungkin benar, namun secara kepribadian dan pola kepemimpinan, Sudomo lebih mirip dengan Proklamator Kemerdekaan RI, yakni Soekarno," katanya.

Tidak hanya jiwa kepemimpinan yang tangguh, Sudomo lebih mendekatkan kemiripannya dengan Presiden pertama itu dengan pola dan gaya hidupnya yang sederhana, namun dipenuhi jiwa kesatria dan "percikan bumbu-bumbu" asmara.

"Saya masih ingat sekali ketika Pak Sudomo memilih untuk menikah lagi. Kalau tidak salah waktu itu sekitar tahun 1998. Padahal ia sudah sempat gagal membina rumah tangga sebanyak dua kali," kata Syahrul.

Total pernikahan Sudomo sesuai dengan sejarahnya, yakni sebanyak tiga kali. "Semuanya wanita yang cantik-cantik. Mirip dengan kepribadian Pak' Soekarno yang juga memiliki istri lebih dari satu," katanya.

Jalinan asmara Sudomo, pertama kali melibatkan sang Fransiska Piay yang dinikahinya sejak tahun 1961, sebelum akhirnya keduanya memilih untuk berpisah (cerai) pada rentang waktu yang tidak begitu panjang.

"Saya tidak begitu tahu persis penyebab perceraian Sudomo dengan istri pertamanya. Tapi yang jelas, kisah asmaranya tidak putus sampai di situ. Kalau tidak salah, di tahun 90-an, Sudomo kembali memilih untuk membina rumah tangga baru bersama seorang artis bernama lengkap Fransiska Diah Widyowati.

Namun sayangnya, demikian Syahrul, Sudomo kembali bercerai juga dalam rentan waktu pernikahan yang juga tidak terlalu lama.

"Sampai akhirnya Pak Sudomo menikah untuk terakhir kalinya dengan seorang janda, kalau tidak salah. itulah kisah yang sebenarnya menggelitik, namun Sudomo merupakan pejuang yang tangguh di masa Orde Baru," katanya.

Praktisi hukum ini berulang mengaku sangat mendambakan sosok seorang Sudomo, yang penuh semangat menghadapi hidup, baik dalam karir maupun dalam membina rumah tangga.

Kini, Laksamana (Purn) Sudomo, sang pejuang tangguh itu telah tiada. Pria yang banyak dikagumi khalayak ini meninggal dunia pada Rabu (18/4) sekitar pukul 10.15 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta.

Namun, jasa kepahlawanannya tetap menjadi cerminan bangsa ini untuk menuju ke jenjang kedewasaan negeri di era demokrasi yang penuh dengan berbagai cobaan, tantangan dan pertikaian 'dingin' khususnya dalam dunia perpolitikan.