Hmmm....Dasar Rokok

id hmmmdasar rokok

Setiap sudut kota, bahkan di berbagai persimpangan hingga pusat-pusat pertokoan di Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru, iklan berbagai produk rokok seakan "perang" merebut pangsa pasar yang kian menggila. Hal demikian dilegalkan oleh pemerintah setempat.

Pemandangan sama juga tampak di sejumlah wilayah kabupaten/kota, baik dalam maupun luar provinsi yang ada di Tanah Air.

Bahkan iklan rokok berbagai merk dan produk terus "merajai" pariwara pertelevisian nasional. Tidak tangung-tangung, tayangannya pun memiliki durasi yang lebih lama ketimbang iklan sosial dan berbagai produk diluar "cigarette".

Rokok, juga "mencengkram" sebagai sponsor utama pada seluruh kegiatan dan berbagai ivent nasional, mulai dari olahraga dan pendidikan. Memang, tidak terbayangkan sebelumnya, bahwa rokok yang disebut-sebut sebagai pembunuh utama bagi kaum manusia, justru menjadi sponsor utama dalam berbagai kegiatan dan ivent olahraga yang seharusnya mengutamakan kesehatan jasmani.

Jadi, sangat wajar jika para perokok di Tanah Air setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan yang signifikan. Berbagai kalangan, tidak hanya kaum dewasa atau remaja, bahkan balita pun sempat menderita kecanduan terhadap barang berbahaya itu.

Peringatan bahaya akan rokok seakan hanya sebuah semboyan yang tak pernah digubris. Merokok dapat, menyebabkan kenker, serangan jantung, impotensi, serta gangguan kehamilan dan janin. Ah... persetan bagi perokok.

Beragam merk dan jenis rokok terus "mewabah" di pasar dalam negeri, pedesaan hingga perkotaan tidak kecuali di Pekanbaru, Riau.

Merokok, memang tidak memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan justru sebaliknya, membahayakan. Namun, semakin banyak informasi tentang bahaya merokok, semakin tinggi pula data prevalensi orang yang merokok.

Menurut data yang didapat Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, jumlah penduduk Indonesia yang merokok mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.

Jumlah penduduk Indonesia yang merokok pada 1995 tercatat sebanyak 34,7 juta. Sedangkan pada 2007, jumlah penduduk Indonesia yang merokok 65, 2 juta, naik 88 persen atau hampir dua kali lipat.

Data terbaru Riskesdas 2007 dan 2010, jumlah perokok laki-laki melonjak sebanyak 13 persen dari 1995 hingga 2010. Pada 1995 tercatat, perokok laki-laki dewasa sebanyak 53 persen atau satu dari dua laki-laki merokok. Sedangkan pada 2010, jumlah perokok laki-laki naik menjadi 66 persen. Dengan kata lain, dua dari tiga laki-laki merupakan perokok.

Tidak hanya perokok laki-laki dewasa yang meningkat, persentase perokok perempuan dewasa pun meningkat lebih dari dua kali lipat. Tahun 1995 tercatat sebanyak 1,7 persen wanita dewasa Indonesia merokok dan 2010 menjadi 4,2 persen.

Itu cukup menjadi bukti bahwa peringatan yang tertulis besar-besar itu sama sekali tidak mengancam bahkan mungkin menjadi semacam hanya "semboyan", atau kalimat peneguh untuk tetap merokok.

Pantauan ANTARA terhadap kebiasan masyarakat di Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru, mulai dari pelajar Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah menengah Atas (SMA) hingga Perguruan Tinggi, menunjukan, kebiasan merokok makin hari makin terpatri di sana.

Sejumlah siswa SD di "Kota Bertuah" bahkan memiliki komunitas pehobi merokok. Kebiasaan siswa berseragam "merah putih" ini sering terlihat di sejumlah lorong dan gang-gang sempit yang ada di "Bumi Lancang Kuning".

Sebatang rokok, biasanya mereka hisap secara bergantian. Apabila kurang puas, bocah-bocah itu biasanyamencari puntungan rokok yang berserak di jalanan.

Apabila puntungan itu masih menyisakan tembakau, maka mereka akan membakar ulang dan menghisapnya hingga kadar tembakau pada puntungan tersebut benar-benar tidak tersisa.

Pemandangan ini selalu terlihat setiap harinya di tempat yang sama walau terkadang geng bocah perokok itu kerap berlainan wajah.

Begitu juga halnya dengan komunitas perokok kalangan pelajar setingkat SMP yang juga memilki kebiasaan sama dengan kalangan pelajar SD di kota itu.

Namun perokok siswa SMP lebih terbuka, walau masih terkesan segan dan takut ditegur oleh orang tua serta pendidik yang bisa saja berpapasan saat mereka mencontoh kebiasaan buruk orang dewasa itu di pinggiran kota.

Kalangan pelajar SMA yang sudah tidak lagi sungkan untuk menghisap rokok. Kalangan ini tertelusur tidak lagi membentuk suatu kelompok atau komunitas tersendiri.

Mereka lebih vulgar menunjukkan kebiasan merokoknya di muka umum. Bahkan tidak sedikit yang sudah mendapat restu oleh orang tua dan kerabatnya.

Di beberapa universitas yang berada di kota itu yang tidak memiliki aturan larangan calon sarjananya untuk merokok di lingkungan universitas, seperti yang terjadi di Uniersitas Riau (UR), Universitas Lancang Kuning dan sejumlah universitas lainnya yang ada di sana, terkecuali Universitas Islam Riau (UIR) yang telah menerapkan larangan merokok di lingkup perkarangan kampus.

Mahasiswa, memiliki kebiasaan yang cenderung sama, dimana sebelum kuliah, kalangan ini biasanya menghabiskan waktu menunggunya dengan merokok sembari menunggu dosen hadir di hadapan mereka.

Rangkaian pantauan itu menunjukkan bahwa merokok bukanlah hal yang aneh di Ibukota Provinsi "Kaya Minyak". Merokok seolah telah menjadi tren yang "ngejreng" bagi seluruh kalangan, mulai dari komunitas pekerja kecil hingga eksekutif, kalangan miskin hingga kaya raya, rata-rata memiki kebiasaan sama. Ya... merokok.

Perang Rokok

Kondisi demikian merupakan gambaran tragis negeri ini. Peningkatan pecandu rokok yang kian "membludak" selayaknya menjadi "Pekerjaan Rumah" bagi seluruh kalangan antirokok.

Salah satu upaya yang alangkah baiknya dilakukan oleh pemerintah adalah, memberikan aturan dengan regulasi yang tegas terhadap para pengusaha rokok.

Pemasangan iklan rokok juga harus menjadi fokus utama untuk mendapatkan pelarangan yang tegas, selain juga meng-ilegal-kan perdagangan rokok terhadap kalangan yang berumur kurang dari 18 tahun.

Setidaknya, hal ini lah yang dilakukan oleh pemerintah di sejumlah negara besar di dunia seperti Amerika Serikat. Pemerintah AS dengan kekuasaan yang luas untuk mengatur produk tembakau, merupakan langkah besar untuk peraturan federal produsen rokok.

Bembentukan Undang-undang (UU) antirokok yang lebih menyediakan dan mengutamakan Administrasi Makanan dan Obat dengan kewenangannya paling luas atas industri tembakau sampai saat ini.

Bukan hanya tidak memberikan aturan kekuasaan untuk menentukan bahan-bahan produk dan menolak produk baru, pemerintah AS juga memaksa perusahaan rokok untuk menghilangkan label berpotensi menyesatkan seperti 'light' (ringan), sekaligus juga mengatur bahan-bahan produk dan meningkatkan ukuran label peringatan pada bungkus rokok.

Tahun ketahun, hingga kini, Pemerintah AS terus meningkatkan pengawasan publik dari industri tembakau. Seperti dirilis olah Komite Penasehat Pemerintah AS bidang Laporan Merokok dan Kesehatan yang dituliskan majalah "Time" (2011).

Bertumbuhnya komprehensif laporan didasarkan pada lebih dari 7.000 studi ilmiah menghubungkan merokok dengan kanker paru, emfisema dan penyakit lainnya. Hal ini terbukti efektif sebagai langkah perang terhadap rokok.

Laporan ini menyebabkan lonjakan dalam undang-undang membatasi peredaran rokok, termasuk label peringatan wajib pada paket dan larangan iklan di radio atau televisi.

Perusahaan tembakau dengan imbalan hanya mengubah strategi, iklan untuk pasar yang lebih muda dengan rokok permen dan maskot seperti Joe Camel, sebuah studi 1991 menemukan lebih dikenali di antara lima dan enam tahun usia dari "Mickey Mouse" (sebuah kartun ternama).

Dengan pelabelan rokok sebagai "obat adiktif" pada tahun 1996, pemerintah AS berusaha untuk mendapatkan kontrol atas industri dan membatasi penjualan dan iklan produk tembakau agar semakin ketat.

Sementara tindakannya didukung oleh Presiden Bill Clinton (pada zamannya). Setelah RUU baru menjadi hukum, tetap yang tentunya juga memiliki kekuatan regulasi atas industri tembakau yang telah dimenangkan selama dua dekade terakhir.

Di antara pembatasan baru adalah larangan iklan rokok dalam 1.000 ft sekolah dan taman bermain, persyaratan bahwa label peringatan mencakup 50 persen dari depan dan belakang bungkus rokok.

Presiden Barack Obama (yang telah berjuang dengan kecanduan nikotin sendiri) memuji regulasi hukum tembakau tersebut. Obama, seperti dituliskan majalah "Time", mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perjalanan panjangnya benar-benar mendefinisikan perubahan di seluruh wilayah AS yang bebas akan rokok hingga ke taraf yang benar-benar dominan.

Setidaknya, hal baik di sebuah negara yang saat ini dipimpin oleh Presiden Obama menjadi gambaran untuk negeri ini lebih baik kedepannya. Aturan jelas dengan regulasi ketegasan atas larangan dan ketentuan peredaran rokok beserta iklannya yang lebih diminimalisasi akan mempu merubah bangsa ini lebih baik.

Para pecandu rokok jelas akan lebih menguntungkan jika meninggalkan kebiasaan buruknya itu. "Berhenti merokok, sama halnya dengan usaha meningkatkan taraf perekonomian".