Bioetika dan Kodeki Pertahankan Keluhuran Dokter

id bioetika dan, kodeki pertahankan, keluhuran dokter

Bioetika dan Kodeki Pertahankan Keluhuran Dokter

Pekanbaru, (antarariau) - Bioetika menjadi acuan bagi kedokteran untuk bisa menjalankan profesi yang lebih sempurna. Bioetika, membuat profesi menjadi lebih dewasa ketika sebuah kapahitan menjelma menjadi sebuah rasa yang begitu nikmat.

Dr.dr. Dedi Afandi dalam suatu acara di Pekanbaru, Riau, Senin (1/10) menguraikan berbagai persoalan di kalangan profesionalisme kedokteran.

Sebagaimana disampaikan, profesi dokter terbukti telah banyak menghadapi tuntutan hukum selama kurun waktu beberapa tahun terakhir. Bahkan di tahun periode 2004-2006, tercatat ada sebanyak 405 laporan terkait masalah sengketa medis dari berbagai daerah se-Indonesia.

Sejumlah persoalan tersebut, kata dia, tertampung dalam wadah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan dimana sebanyak 73 kasus diantaranya dilaporkan ke pihak kepolisian.

Hal demikian menurut Dedi menjadi persoalan yang sangat serius bahkan dapat dikatakan Indonesia telah memasuki krisis kepercayaan sebagaimana yang sempat terjadi di Amerika pada tahun 1970-1980.

Begitu juga di Negeri Sakura, Jepang, yang sempat mengalami revolusi kepercayaan di mana terjadi peningkatan tuntutan hukum terhadap puluhan dokter setiap tahun sebelum 1998.

Untuk di Indonesia sendiri, kata Dedi, kasus sengketa medis yang diadukan ke Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) khusus wilayah Jawa Tengah tercatat ada sebanyak 68 kasus.

Jika dikalkulasikan, kata dia, yakni berjumlah sekitar dua sampai dengan 13 kasus per tahun atau rata-rata sekitar enam kasus kasus per tahun, di mana tiga dari seribu dokter yang ada di Jawa Tengah tersangkut masalah sengketa medis.

Sementara itu, ujar Dedi, MKEK Wilayah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, selama kurun waktu 2004-2006 telah menerima dan menangani sebanyak 23 kasus pengaduan terkait sengketa medis dengan kisaran enam sampai sembilan kasus per tahun dan rata-rata ditaksir delapan kasus per tahun. Serta juga dikalkulasikan telah melibatkan sebanyak 30 dokter dari berbagai bidang spesialistik dan dokter umum.

Data tersebut sekaligus menganggambarkan berbagai persoalan pada profesi kedokteran dan menurunnya daya kepercayaan masyarakat selama ini.

Hal itu, kata Dr Dedi, terlepas dari ada atau tidaknya pelanggaran hukum yang terbukti dilakukan oleh oknum dokter tersebut.

Intinya menurut dia adalah, disiplin dan etik merupakan fenomena yang terbukti telah menunjukkan bahwa masyarakat mulai mempertanyakan dan mengkritisi profesi dokter yang sebelumnya dipandang luhur.

Profersi Tertua

Untuk diketahui, profesi dokter merupakan profesi tertua di dunia dan termasuk profesi luhur yang dipandang begitu sangat berharga di muka dunia.

Keluhuran dan kemuliaan profesi dokter tersebut bahkan dibingkai dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang ditunjukkan olen enam sifat dasar yakni sifat ketuhanan, kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja serta integritas ilmiah dan sosial.

"Namun akhir-akhir ini, keluhuran profesi dokter mulai dipertanyakan, di mana kepercayaan yang merupakan dasar hubungan dokter dengan sang pasien mengalami kekrisisan yang cukup mengkhawatirkan," katanya.

Hal demikian kata Dr Dedi, dapat dilihat dari meningkatkan pengaduan masyarakat yang masuk ke MKEK bahkan hingga saat ini.

Untuk itu pula, katanya, berbagai upaya analisis perlu dilakukan untuk mencari sebab-sebab timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter.

Walaupun masih membutuhkan kajian yang lebih spesifik, ketidakpercayaan masyarakat terhadap dokter juga dapat ditandai dengan banyaknya pertanyaan terkait pengetahuan atas propesi tersebut.

Untuk itu, ke depan menurut dia sebaiknya dilakukan upaya revisi guna memperjelas Kodeki yang memang merupakan suatu bentuk garansi yang diberikan oleh profesi kedokteran terhadap masyarakat atas keistimewaan autonomi profesi yang dimiliki oleh para dokter.

Hal ini menurut dia sangat penting demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi dalam menjalankan keluhuran seorang dokter.

Untuk diketahui, demikian Dr Dedi, bahwa seiring dengan perkembangan zaman, pelayanan kedokteran juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor mulai dari eksternal, internal, dan faktor dari perkembangan masyarakat yang semakin meningkat terhadap pelayanan kedokteran.

"Untuk itu, Kodeki yang ada saat ini sangat perlu dievaluasi dan direvisi agar dapat mereposisi kembali profesi kedokteran di tengah masyarakat," katanya.

Sementara metode yang laiknya dipergunakan dalam mendapatkan mekanisme revisi Kodeki menurut dia adalah metode hermeneutika atau penafsiran.

Dengan menggunakan metode ini, kata dia, diharapkan dapat ditemukan landasan metodologis untuk revisi Kodeki termasuk berdasarkan pengalaman dan teori.

Popper menyatakan, "kepercayaan bahwa kita dapat mulai dengan pengamatan-pengamatan murni belaka, tanpa apa pun yang bersifat teori, maka benar-benar tidak masuk akal."

"Maka sebenarnya dengan demikian, akan didapat metode yang efektif dalam mempertahankan keluhuran profesi dokter di tengah masyarakat plural," demikian Dr.dr. Dedi Afandi.