Penahanan Bachtiar Melanggar HAM

id penahanan bachtiar, melanggar ham

(antarariau.com) - Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Hamid Batubara menyatakan tindakan Kejaksaan Agung yang memanggil paksa serta menahan karyawan Chevron, Bachtiar Abdul Fatah, merupakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM).

"Bahkan upaya itu juga mengabaikan putusan praperadilan yang sah dan telah membatalkan penetapannya sebagai tersangka terkait kasus bioremediasi yang telah disidik oleh Kejaksaan Agung," kata Hamid dalam surat elektroniknya kepada Antara di Jakarta.

Menurut dia, tindakan menangkap dan menahan Bachtiar adalah pelanggaran putusan pengadilan, dan berarti pelanggaran terhadap hak hukum dan hak asasinya.

"Pengadilan harus turun tangan dalam hal ini dan melindungi hak hukum dan HAM karyawan kami dari tindakan tidak terpuji ini," kata Hamid.

Pada tanggal 27 November 2012, kata Hamid, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui sidang praperadilan memutuskan pembebasan Bachtiar dari tahanan penyidik Kejaksaan Agung, dan membatalkan penetapan Bachtiar sebagai tersangka, karena penahanan dan penetapannya sebagai tersangka tidak didahului dengan bukti-bukti yang cukup.

Putusan pengadilan ini, kata dia, terjadi setelah Bachtiar dan tiga karyawan yang lain dipenjara selama 62 hari tanpa adanya bukti-bukti yang cukup.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutus bebas dari tahanan bagi semua karyawan Chevron tersebut termasuk Bachtiar melalui putusan No.38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel.

Menurut hukum Indonesia, putusan praperadilan tidak dapat diabaikan oleh siapa pun tanpa adanya putusan resmi dari Mahkamah Agung yang memang menganulir putusan praperadilan tersebut.

Dia mengatakan, Kejaksaan Agung tetap melanjutkan kasus hukum terkait dengan proyek bioremediasi terhadap Bachtiar dan tiga karyawan Chevron yang tidak bersalah, walaupun para pejabat pemerintah di semua institusi pengawasan terkait telah memberikan kesaksian di pengadilan bahwa program bioremediasi Chevron dalam operasinya memiliki izin dan mematuhi semua peraturan dan perundang-undangan pemerintah.

Pengadilan telah mendengarkan kesaksian dari pejabat-pejabat dari SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa operasi Chevron taat hukum dan Kejaksaan Agung salah mengerti mengenai program bioremediasi ini.

"SKK Migas secara terbuka menyatakan bahwa Chevron telah menanggung seluruh biaya program bioremediasi tanpa ada pengembalian biaya dari pemerintah Indonesia. Karena itu tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan oleh program bioremediasi ini seperti yang dituduhkan oleh Kejaksaan Agung. SKK Migas juga menyatakan bahwa apabila ada sengketa mengenai program bioremediasi maka seharusnya ini diselesaikan dengan mengacu kepada hukum perdata seperti yang diatur oleh Kontrak Kerja Bersama (PSC) antara Chevron dan pemerintah Indonesia," kata Hamid.

Dia mengatakan, Chevron telah dan akan terus membela hak hukum dan hak asasi karyawan dan kontraktor dalam kasus ini. Pihaknya percaya bahwa tindakan Kejaksaan Agung ini tidak beralasan dan menimbulkan ancaman bagi setiap pekerja di industri migas karena mereka bisa menjadi korban berikutnya dari pelanggaran hak-hak warga Negara yang merusak keselamatan dan keamanan mereka," katanya.

Pihak Kejagung sebelumnya melakukan penjemputan secara paksa terhadap Bachtiar, tersangka kasus dugaan korupsi proyek pemulihan lahan yang tercemar limbah minyak (bioremediasi) pada Jumat sekitar pukul 08.00 WIB.

Tim jaksa sempat memeriksa tersangka beberapa jam di Kantor Kejagung, dan kemudian melimpahkannya ke pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Untuk kepentingan penyidik, Bachtiar kemudian ditahan di Rumah Tahanan Cipinang selama 20 hari.