Kerupuk Kuning Ubi Kayu Kampung Bukit Diminati Warga

id kerupuk kuning, ubi kayu, kampung bukit, diminati warga

Bangkinang, (Antarariau.com) - Keripik kuning berbahan ubi kayu dari Kampung Bukit, Kelurahan Pasir Sialang, Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar diminati warga masyarakat karena rasanya yang gurih, lezat dan renyah dengan warga kuning bentuk agak keriting.

"Ubi ini enak saat dimakan dengan miso, bakso atau mie rebus. Kerupuk yang terbuat dari ubi kayu ini diolah dengan cara diparut ditambah bumbu-bumbu masak diproduksi oleh warga dalam bentuk industri rumah tangga," kata Lurah Pasir Sialang Nurmalia saat berkunjung ke rumah produksi milik warganya bersama, Muhammad Ali, Ketua RW 02 Lingkungan Pasir Sialang dan Penyuluh Pertanian Lapangan, Riani, Kamis.

Kedatangannya disambut hangat warga. Mereka semua berkumpul secara spontanitas di rumah Ermita (37) salah seorang pembuat makanan khas kampung itu.

Sedikitnya ada tujuh unit rumah warga yang memproduksi "Kerupuk Kuning" yakni Hartati, Linda, Nurlia, Asma, Teti, Asni, Ermita. Dalam seminggu mereka menghabiskan 21 karung atau 1 ton lebih. Usaha ini sudah ditekuni selama lebih kurang 14 tahun sebagai sumber penghasilan ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Alat dan bahan olahannya cukup sederhana dan mudah didapat, terdiri dari ubi kayu, dicampur bawang putih, kunyit, garam, daun bawang, udang rebon, dibuat dalam bentuk bulat dicetak memakai cetakan yang dibuat sendiri dari kaleng susu, digunting, begitu juga dengan parutan ubi terbuat dari kaleng roti Khong Guan.

Mereka membuat dan memproduksi sendiri per keluarga, salah seorang diantaranya, Ermita ibu dari lima orang anak ini bersama suaminya Aprizal (38) bekerja membuat kerupuk tersebut sampai pada penjualannya ke pasar, dilakukan sendiri.

Ermita yang ditemui di rumah produksinya itu menyebutkan dalam sehari ia menghabiskan sebanyak tiga karung berisi 50 kg, yang berarti sebanyak 150 kg, namun pembuatannya dalam seminggu selama tiga hari, atau per karung per hari, tidak dilakukan setiap hari, hanya pada hari-hari pasar saja, yakni Rabu dan Minggu.

Dari tiga karung itu, dijual seharga Rp10 ribu per 25 buah dan dalam seminggu menghasilkan uang sebesar Rp700 ribu.

Kerja yang cukup rumit itu, ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, karena setelah dihitung uang Rp700 ribu itu merupakan hasil kotor dalam semingu, diluar modal pembuatannya.

Modal yang dihabiskan untuk pembuatan kerupuk tersebut cukup besar, sekitar Rp485 ribu, yaitu untuk membeli ubi kayu per karung Rp80 ribu, minyak goreng sebanyak 20 kg x Rp9 ribu, bumbu-bumbu Rp20 ribu dank kayu bakar 3 ikat seharga Rp45 ribu.

“Mumpung ada buk Lurah, jadi kami antar kemana proposal kami buk,” ucap Ermita berseloroh kepada Lurah Pasir Sialang tersebut disambut tawa riang seluruh pengrajin kerupuk kuning berikut para pekerjanya ini. “Antar ke saya saja,” ucap Nurmali spontan

Melihat kondisi itu, Nurmalia mengatakan ia akan melakukan pembinaan terhadap warga yang memiliki potensi home industry ini untuk menjadi andalan bagi Kelurahan pasir Sialang, “Saya akan berupaya bagaimana usaha ini dapat berkembangan dengan baik sebagai sumber mata pencarian bagi warga khusunya kaum ibu, “ kata dia.