Tragedi Kebakaran Lahan Di Riau

id tragedi kebakaran, lahan di riau

Tragedi Kebakaran Lahan Di Riau



Motif awan sore itu tidak lagi berbentuk lukisan indah, suasananya menyeramkan berlekuk sebuah kubangan besar terbalik menutupi langit yang pudar memutih tepat di atas kepala.

Percikan air berganti riuh angin bergelombang yang dipenuhi partikel-partikel halus dengan aroma menyengat.

Sebuah pemandangan yang tak elok, namun selalu menarik perhatian berbagai pihak dan kalangan hingga menimbulkan kekhawatiran yang luar biasa.

Partikel itu bukan lagi debu atau polusi kendaraan bermotor, melainkan abu sisa dari peristiwa kebakaran hutan atau lahan yang selalu terjadi setiap tahunnya, melanda berbagai wilayah di provinsi berjuluk "Bumi Melayu".

Musim kemarau memang menjadi puncak kekhawatiran dari sebuah tragedi, tentang sandiwara kesedihan rendahnya kesadaran manusia di "Bumi Melayu", Provinsi Riau dalam menjaga lingkungan hidup.

Lingkungan hidup yang harusnya bermakna, hidup untuk lingkungan dan sebaliknya, lingkungan untuk hidup, namun kini justru saling menyakiti bahkan "membunuh".

Situasinya sunguh memilukan, seorang pemerhati lingkungan dari Universitas Riau, Tengku Ariful Amri, mengatakan, peristiwa kebakaran lahan merupakan "tragedi" yang selalu berulang dari tahun ke tahun layaknya drama sinetron bersambung.

Berawal dari langkah upaya instan seorang pemilik kebun yang hendak meluaskan areal pertaniannya di tahun 1997, kebakaran pun kian merajalela hingga saat ini.

Sandiwara kesedihan pun diawali dengan "celoteh" tentang "akar ilalang", melintang di dalam tanah, tanpa disadari, telah subur menjadi tanaman yang "merajai" perkebunan di tiap kawasan yang tadinya alamiah.

Persis dengan kisah drama bersambung tentang "tragedi" tragis kebakaran hutan di berbagai wilayah Provinsi Riau. Semak berlukar dan hutan belantara yang hangus "terpanggang", awalnya dianggap sebagai sebuah peristiwa tak disengaja (kebakaran), namun pada akhirnya, disulap menjadi suatu kawasan perkebunan milik para "pencangkok ulung".

Di era tahun 1997-2008, pengamat lingkungan Tengku Ariful Amri masih mewajarkan peristiwa kebakaran lahan terjadi secara terang-terangan. Baik disengaja maupun tak disengaja, samahal yang dilegalkan karena tidak ada aturan atau undang-undang yang melarang perbuatan "haram" itu.

Namun memasuki tahun 2009, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam undang-undang itu disebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, akan dipidana dengan penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun kurungan. Pelaku juga diwajibkan membayar denda paling sedikit Rp3 miliar atau paling banyak Rp10 miliar.

Aturan Lentur

Namun aturan tersebut begitu "lentur". Akibatnya, tragedi tentang kebakaran lahan di Riau terus menjadi cerita bersambung yang tidak ada habisnya. Menghiasasi tiap layar kaca dan "terpampang" besar dalam lembaran kertas mulai dari majalah hingga koran-koran dan di tiap "monitor komputer".

Sudah sepantasnya, menurut pemerhati, kasus-kasus kebakaran di berbagai wilayah tanah air khususnya di Riau menjadi perhatian serius pemerintah.

"Pelakunya, menurut dia, harus diberikan sanksi hukuman yang tegas agar menjadi efek jerah di kemudian hari," ujarnya.

Menurut Tengku Ariful Amri, ketegasan hukum sangat penting mengingat kebakaran lahan yang terjadi selama ini bukan berkurang, malah lebih meningkat hingga mengakibatkan dampak pencemaran lingkungan.

Setelah sebelumnya dikabarkan kabut asap sisa kebakaran lahan di Riau sempat menjangkau negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, kali ini beberapa bandara di kabarkan lumpuh.

Tragisnya, seorang petani dikabarkan meninggal dunia dan seorang lainnya kritis setelah terperangkap di dalam "kubangan" api saat berada di lokasi perkebunan kelapa sawit.

Kedua korban tersebut adalah suami isteri, warga Jalan Sakobatik kilometer 16 Jalan Duri-Dumai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang berprofesi sebagai petani.

Suami isteri Laniem (45) dan Dulsani Purba (50), pasangan pemilik empat anak ini dikabarkan terberangkap di dalam lokasi perkebunan mereka yang berada di daerah Simpang Pemburu, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Saksi mata mengatakan, keduanya pertamakali ditemukan berada di dalam parit yang telah kering dan hanya menyisahkan lumpur.

Laniem ditemukan sudah tidak lagi bernyawa, sementara suaminya, Dulsani dalam kondisi kritis dan kini tengah dirawat di rumah sakit.

Akibat peristiwa ini, aparat kepolisian berjanji akan menyelidikinya. "Kalau kasusnya adalah pembakaran lahan, maka ini akan diproses lebih jauh, karena ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan meninggal seseorang," kata Kepala Bidang Humas Polda Riau, AKBP Hermansyah di Pekanbaru, Kamis (21/6).

Perusahan Pembakar

Tragedi tragis tentang kebakaran lahan di Riau masih berlanjut pada kisah perusahaan-perusahaan asing yang justru menjadi "biang" penyebab kemunculan kabut asap di sebagian besar Riau, bahkan hingga menjangkau negara asalnya.

Menurut data satelit pemantau cuaca dan pendeteksi panas bumi (NOAA) yang diterbitkan pihak Dinas Kehutanan Provinsi Riau, sebagian dari ratusan titik panas yang diduga sebagai peristiwa kebakaran lahan tersebut berada di kawasan HTI dan perkebunan milik pemodal asing, diantaranya yakni PT Langgam Inti Hibrida.

Perusahaan tersebut merupakan perusahaan milik pengusaha Malaysia, dimana pada Selasa (18/6), terdapat beberapa titik kebakaran lahan di arealnya yang berlokasi di Desa Sering, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan.

Kemudian, demikian Dishut, NOAA juga mendeteksi beberapa titik kebakaran lahan di kawasan perkebunan milik PT Bumi Reksa Nusa Sejati yang juga milik pengusaha Malaysia.

Menurut data tersebut, sejumlah titik panas itu berda di dua lokasi areal perkebunan PT BUmi Reksa Nusa Sejati, yakni di sekitar Desa Simpang Kateman, Kecamatan Pelagiran, dan satu lagi di sekitar Desa Bente, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir.

Titik panas menurut juga berada di kawasan perkebunan milik perusahaan Malaysia lainnya, seperti PT Tunggal Mitra Plantation, PT Udaya Loh Dinawi, PT Abdi Plantation, PT Jati Jaya Perkasa, PT Multi Gambut Industry, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, dan PT Mustika Agro Lestari.

Kemudian kebakaran lahan juga terjadi di kawasan hutan tanam industri milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang sebagian sahamnya juga dimiliki oleh pihak asing.

Menurut cerita pejabat Dishut Riau, peristiwa kebakaran di sekitar area industri milik perusahaan-perusahaan tersebut memang sering terjadi. Khususnya untuk pantauan NOAA, di area sejumlah perusahaan itu selalu terdeteksi titik panas ketika kemarau melanda seperti saat ini.

Hukum Berat

Pemerhati lingkungan dari Universitas Riau, Tengku Ariful Amri, mengatakan, perusahaan penanaman modal asing yang didapati dengan sengaja atau lalai hingga mengakibatkan lahannya terbakar harus dihukum.

"Kalau hal ini terus dibiarkan, sama artinya pemerintah melakukan pembiaran kesewenangan pihak pengusahaa asing di daerah," kata Ariful.

Menurut dia, perusaan pananaman modal asing (PMA) harus menanggung resiko yang sama dengan pelaku pembakar lahan di kalangan masyarakat, ketika terbukti telah melakukan pembiaran terhadap lahan yang terbakar di kawasan yang dikelola.

Kata dia, kelalaian dalam mengawasi areal perkebunan dan hutan tanam industri (HTI) sama artinya dengan sengaja melakukan pembakaran.

"Perbuatan itu haruslah mendapat sanksi agar ke depan pengawasan lahan atau areal yang dikelola oleh perusahaan PMA dapat lebih baik dan maksimal, sehingga peristiwa kebakaran seperti yang sekarang terjadi tidak terulang," katanya.

Ariful menjelaskan, pihak perusahaan PMA harus bertanggung jawab dalam hal mengklarifikasi terjadinya peristiwa itu.

Upaya penegakan hukum ini menurut dia sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan.

Kepala Polisi Daerah Provinsi Riau Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Condro Kirono mengatakan pelaku pembakar lahan atau hutan akan dipidanakan karena dianggap melanggar undang-undang.

Condro mengatakan, kasus-kasus kebakaran lahan yang terjadi di berbagai wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah sangat meresahkan. Dia berjanji akan menyertakan anggota kepolisian untuk menyelidiki sejumlah kasus kebakaran lahan atau hutan di wilayah itu.

Ketegasan para penegak hukum menurut pakar adalah sesuatu hal yang sangat diharapkan untuk mengakhiri tragedi tragis tentang kebakaran lahan di Riau yang setakat ini, masih terus berlangsung.