Satgas Tetap Waspada Meski Hotspot Riau Berkurang

id satgas tetap, waspada meski, hotspot riau berkurang

Satgas Tetap Waspada Meski Hotspot Riau Berkurang

Pekanbaru, (antarariau.com) - Satgas Tanggap Darurat Asap terus melakukan upaya pemadaman kebakaran lahan dan hutan dengan kekuatan penuh, meski pantauan satelit menunjukan jumlah titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran di Provisi Riau turun drastis.

Dalam rapat koordinasi di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Rabu, Satgas mengunkapkan data citra satelit NOAA 18 menunjukan hotspot menyisakan 53 titik yang terpantau terakhir pada Selasa (25/6) petang atau turun dari sebelumnya sempat mencapai 265 titik panas.

"Kami tetap terus melakukan pemadaman secara maksimal baik dari darat dan udara," kata Komandan Satgas Tanggap Darurat Asap Brigjen TNI Teguh Rahardjo.

Ia mengatakan, pemadaman lewat darat akan mulai menggerakan 2.252 personel gabungan. Mereka terdiri dari 600 Kostrad TNI AD, 600 Marinir TNI AL, 630 Paskhas TNI AU, 320 polisi, serta 102 dari BNPB dan Kementerian Kehutanan.

Mereka akan digerakan ke lokasi kebakaran paling parah, yakni ke daerah sekitar Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir dan Dumai.

Sedangkan, upaya pemadaman udara, Satgas mendapat bantuan empat helikopter dari perusahaan industri kehutanan di Riau, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Arara Abadi.

Dengan begitu, jumlah kekuatan udara untuk membantu pemadaman bertambah jadi enam dari sebelumnya dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Kita tidak boleh cepat senang dengan kondisi yang ada sekarang ini. Koordinasi pasukan di darat dan udara harus diutamakan untuk optimalisasi pemadaman," tegas Teguh yang juga Komandan Korem 031/Wirabima.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B. Harijono dalam rapat itu mengatakan, kondisi cuaca kemarau dan kering diperkirakan masih akan terjadi hingga bulan September. Sebabnya, badai siklon tropis berpeluang untuk bermunculan yang bisa menyedot uap air dan mengurangi awan untuk proses hujan buatan dalam modifikasi cuaca.

"Ini baru permulaan karena sejarahnya siklus ini terjadi lima tahun sekali, dimana satu badai siklon tropis habis dan muncul lainnya lagi. Jadi kemungkinan hujan sesungguhnya baru bisa terjadi setelah bulan September dan Oktober," kata Sri Woro.

Koordinator Pusat Data BNPB Agus Wibowo mengatakan menurunnya titik panas bisa terjadi karena keberhasilan upaya pemadaman dari darat dan udara, serta upaya hujan buatan. Namun, itu belum bisa menjadi acuan sedang terjadi tren penurunan kebakaran lahan, karena kemungkinan bisa naik lagi karena faktor cuaca kering.

Selain itu, kondisi angin memang melemah, namun masih mencapai ke negara tetangga terutama ke Malaysia.

"Asap makin menumpuk di Sumatera, khususnya di bagian Utara. Kondisi asap di Singapura makin berkurang karena perubahan angin, namun asap masih akan menyelimuti Malaysia," ujar Agus.

Koordinator Lapangan Modifikasi Cuaca pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Erwin Mulyana mengatakan berkurangnya kekuatan badai siklon tropis "Bebinca" membuat proses modifikasi cuaca berjalan lancar.

Penyemaian awan pada Selasa (26/6) berhasil membantu menurunkan hujan dengan intensitas sedang pada hari itu disekitar daerah Kota Dumai dan Pekanbaru.

"Kondisi awan sekarang juga makin banyak, tidak seperti sebelumnya sehingga kami menjadwalkan penyemaian awan bisa sampai dua kali menggunakan pesawat Hercules," kata Erwin.

Selama empat hari terakhir, BPPT sudah menaburkan 10 ton garam untuk menyemai awan.