IRESS Diindikasi Coba Pengaruhi Proses Hukum 'Bioremediasi' Chevron

id iress diindikasi, coba pengaruhi, proses hukum, bioremediasi chevron

IRESS Diindikasi Coba Pengaruhi Proses Hukum 'Bioremediasi' Chevron

Jakarta, (Antarariau.com) - Penasehat hukum Chevron yang mendampingi terdakwa kasus dugaan korupsi proyek "bioremediasi" Maqdir Ismail menyatakan pernyataan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress), Marwan Batubara berpotensi mempengaruhi proses hukum kasus tersebut.

"Pernyataan Marwan dalam rilisnya bisa ditafsirkan sebagai upaya mempengaruhi proses hukum dan bisa dianggap seperti hasutan karena membahas kasus bioremediasi di publik tanpa menghadirkan fakta-fakta," kata Maqdir melalui surat elektroniknya kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Setelah sidang putusan kasus proyek pemulihan tanah tercemar limbah minyak bumi (bioremediasi) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) atas terdakwa karyawan CPI ditunda selama satu minggu oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Sudharmawati Ningsih, dengan alasan bahwa majelis belum selesai bermusyawarah, tiba-tiba saja Marwan Batubara, selaku Direktur eksekutif IRESS kemarin sore (Kamis 11/7) meluncurkan siaran pers terkait kasus ini.

Pernyataan Marwan dalam rilis tersebut menurut Maqdir cenderung seperti sebuah pembelaan kepada Kejaksaan Agung dan menuduh berbagai pihak termasuk Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan ESDM sebagai pihak yang berusaha mempengaruhi proses hukum dan bersikap tidak obyektif.

Marwan mengaku dalam rilisnya bahwa dia bisa berkata ini karena memperoleh informasi dari sumber-sumber yang tidak disebutkannya.

"Iress memperoleh informasi dari sebuah sumber di Kementerian Lingkungan Hidup bahwa proses pengerjaan bioremediasi diduga kuat telah dilakukan dengan penggelembungan biaya (mark-up) proyek. Oleh sebab itu, dugaan adanya penggelembungan biaya pekerjaan ini dalam Cost Recovery seperti yang ditemukan oleh Kejaksaan Agung bisa jadi merupakan sebuah kebenaran. Karena itu pula, upaya yang sedang dilakukan oleh Kejagung layak untuk didukung oleh publik," kata Marwan.

Dalam proses peradilan yang sedang berlangsung, kata dia, Iress meminta kepada instansi pemerintah baik Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Sekretaris Kabinet untuk bersikap netral dan tidak melakukan tekanan terhadap para hakim dan Kejagung," katanya.

Maqdir mengatakan, ungkapan Marwan tersebut tidak berlandaskan apapun. "Pertama, kami tidak pernah mendengar dan membaca satupun dakwaan atau tuntutan serta fakta-fakta dalam persidangan seputar penggelembungan biaya dalam proyek bioremediasi. Kedua, pejabat-pejabat KLH telah bersaksi di persidangan bahwa proyek bioremediasi CPI sudah taat hukum. Oleh karena itu kami sangat prihatin dengan cara-cara yang dilakukan oleh yang bersangkutan (Marwan) dalam menyampaikan pendapatnya tanpa data-data ke publik soal kasus ini, kata Maqdir.

Seperti yang telah didengar di persidangan, demikian Maqdir, bahwa SKK-Migas sebagai wakil pemerintah yang berwenang dalam pengawasan dan persetujuan "cost recovery" telah menyatakan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus ini.

Menurut dia, SKK-Migas telah menangguhkan pengembalian biaya proyek menunggu audit sesuai mekanisme PSC sehingga proyek ini masih dibiayai sepenuhnya oleh CPI.

Begitu juga soal pernyataan Marwan bahwa dalam rapat koordinasi tentang kasus bioremediasi Chevron yang dihadiri oleh KLH, BPKP, Kejagung serta Sekretaris Kabinet sebagai pimpinan rapat ditengarai telah melakukan tekanan dan cenderung mempermasalahkan hasil temuan kerugian negara oleh Kejagung, Maqdir Ismail sekali lagi menegaskan bahwa seharusnya Marwan mengemukakan data dan fakta hukum mengenai hal tersebut.

"Saya kira semua pihak harus bijak dalam menilai apa yang layak disampaikan ke publik dan apa yang tidak. Dalam negara hukum dimana pemerintah berkewajiban memastikan kepastian hukum dan koordinasi antar lembaga yang berwenang berjalan baik maka selayaknya hal tersebut disikapi dengan positif bukan dengan berprasangka buruk," kata Maqdir.

Bagaimanapun, kata dia, cara-cara penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum akan menjadi cerminan suatu pemerintahan dan wajah negara sehingga pasti pemerintah secara keseluruhan memiliki kepentingan dalam memastikan penegakan hukum yang benar.

Seperti tertuang dalam rilisnya, Marwan pun menilai bahwa UKP4 dianggap bisa punya konflik kepentingan terkait dengan kedudukan Mas Achmad Santosa sebagai suami dari salah satu penasehat hukum karyawan CPI.

Marwan juga mengaku mengkhawatirkan bahwa UKP4 justru akan membela kepentingan Chevron, padahal Chevron diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) seperti yang dituduhkan oleh Kejagung,

Menanggapi hal ini, Maqdir hanya tersenyum dan berkata bahwa sebaiknya yang bersangkutan bisa menahan diri untuk tidak mendahului putusan pengadilan yang berkekuatan tetap atau bahkan terjerumus ke dalam fitnah apalagi saat ini kita semua sedang berada di bulan suci Ramadhan.

"Kami tidak ingin berpolemik mengapa Pak Marwan tiba-tiba berbicara mengenai kasus bioremediasi saat ini. Kami percaya bahwa yang bersangkutan memiliki kepedulian terhadap keadilan yang harus ditegakkan dalam kasus ini. Oleh karena itu kami juga akan mengajak siapapun untuk menyampaikan fakta-fakta bukan prasangka buruk sehingga masyarakat bisa mendapatkan pembelajaran yang baik mengenai proses hukum yang sedang berlangsung," kata Maqdir. ***2*** (T.KR-FZR)