Indonesia Dukung "Zero Hunger Challenge Campaign"

id indonesia dukung, zero hunger, challenge campaign

Indonesia Dukung "Zero Hunger Challenge Campaign"

Pemerintah Indonesia mendukung kegiatan kampanye anti kemiskinan global melalui kegiatan Zero Hunger Challenge Campaign, dan menekankan bahwa upaya penghapusan kemiskinan perlu terus disuarakan sehingga pencapaiannya dapat dipercepat secara menyeluruh untuk kawasan Asia dan Pasifik sesuai dengan target MDG s nomor 1.

Dukungan itu disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang memimpin delegasi Indonesia pada Konferensi FAO Regional Asia Pasifik ke-32, di Ulanbator, Mongolia, 10 – 14 Maret lalu.

"Indonesia juga menekankan pentingnya tiap negara di kawasan untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan, dengan rekomendasi strategi berupa pemberdayaan petani kecil melalui penguatan kelompok/organisasi petani, sehingga petani kecil juga dapat berperan aktif dalam rantai nilai pangan dan adaptif dalam menerima beragam inovasi teknologi pertanian," kata seorang pejabat mengutip Mentan Suswono seraya menyebutkan, upaya ini selaras dengan rekomendasi Konferensi Tingkat Tinggi APEC yang diselenggarakan di Bali, Indonesia, Oktober 2013.

Menurut Mentan, dalam pertemuan itu, Delegasi Republik Indonesia (Delri) telah menyampaikan berbagai upaya penanganan beban gizi ganda yang telah dilakukan di Indonesia dan rekomendasi bagi kawasan Asia dan Pasifik.

Ia menyebutkan, Indonesia saat ini telah memiliki payung hukum pelaksanaan penanganan beban gizi ganda tersebut melalui Keputusan Presiden tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, dengan salah satu intervensi sensitif gizi berupa pemanfaatan pekarangan melalui program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dengan pendekatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Konferensi FAO Regional Asia Pasifik ke-32 itu dihadiri 41 negara anggota FAO di kawasan Asia Pasifik termasuk dua anggota baru yaitu Singapura dan Brunei Darussalam, dengan pengamat dari 1 negara anggota FAO, 1 negara non anggota FAO, 10 lembaga internasional non pemerintahan, dan 11 organisasi lintas pemerintahan serta 4 perwakilan organisasi PBB lainnya.

"Konferensi terdiri dari dua pertemuan, yaitu Senior Officers Meeting (SOM, Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi) pada 10–12 Maret, yang dilanjutkan dengan Plenary Sessions (Pertemuan Tingkat Menteri) pada 13 – 14 Maret," jelas Mentan Suswono.

Mentan menyebutkan, pada pertemuan ini juga disepakati suatu komunike bersama, yang disebut Ulaanbaatar Communique, berisikan tentang komitmen bersama para Menteri di kawasan Asia Pasifik dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi di kawasan melalui upaya yang berlipat ganda dalam peningkatan produktivitas pertanian, khususnya produktivitas petani kecil dan pengentasan kemiskinan sekaligus melindungi sumber daya alam yang ada dikawasan.

"Para Menteri juga mendukung empat inisiatif FAO di kawasan Asia Pasifik, mencakup: Zero Hunger Challenge, Regional Rice Initiatives (Phase II), Blue Growth, dan Pengembangan Rantai Nilai Pangan Lokal di Kawasan Pasifik," tukasnya.

Pertemuan Bilateral

Selain menghadiri Konferensi FAO Regional Asia Pasifik ke-32, Menteri Pertanian RI dan delegasi RI yang hadir dalam konferensi itu juga melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa negara peserta konferensi dan Dirjen FAO.

Adapun hasil pertemuan bilateral itu adalah:

1. Pertemuan bilateral dengan Menteri Perindustrian dan Pertanian Mongolia: a. Kerja sama peningkatan ekspor produk daging khususnya sapi dari Mongolia ke Indonesia selama bebas penyakit kulit dan kuku; b. Indonesia dapat meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit dan aneka buah-buahan tropika yang tidak diproduksi oleh Mongolia.

2. Pertemuan bilateral dengan Menteri Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Fiji, hasilnya: Fiji membutuhkan dukungan Indonesia dalam pengadaan mesin-mesin pengolah hasil pertanian skala rumah tangga termasuk mesin pengolah untuk menghasilkan tepung olahan dan pakan ternak; b. Fiji ingin meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dengan mengirim mahasiswanya untuk belajar di berbagai universitas di Indonesia.

3. Pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang, hasilnya: a. Indonesia menawarkan potensi pasar yang cukup baik untuk produk daging sapi yang khas (wagyu) serta meminta kepada pemerintah Jepang untuk memudahkan akses bagi produk ekspor daging ayam dan produk buah-buahan tropika asal Indonesia; b. Menteri Pertanian memberi penjelasan terhadap beberapa pertanyaan Wakil Menteri Jepang terkait kebijakan Indonesia mengenai impor produk hortikultura.

4. Pertemuan bilateral dengan Menteri Pertanian Malaysia, hasilnya: peningkatan kerja sama dalam pengembangan kedelai khususnya di Propinsi Aceh untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak Malaysia.

5. Pertemuan bilateral dengan Dirjen FAO, Graziano da Silva, hasilnya:

a. Dirjen FAO menawarkan keberadaan FAO di Indonesia dapat ditingkatkan dari Country Office menjadi Cooperation and Partnership, atas tawaran tersebut disampaikan Indonesia akan melakukan koordinasi internal yang komprehensif terlebih dahulu, sebelum Pemerintah Indonesia dapat menyampaikan keputusannya;

b. Dirjen FAO juga menyampaikan bahwa FAO melihat Indonesia sebagai salah satu "under represented countries" dalam hal staffing di organisasi FAO, sehubungan dengan hal tersebut, FAO menawarkan kesempatan bagi dua orang dari Indonesia untuk dapat masuk ke FAO khususnya dari generasi muda yang memiliki kualifikasi bahasa yang disyaratkan FAO.