Pemerintah Diminta Hentikan Operasi Jaring Batu Bengkalis

id , , pemerintah diminta, hentikan operasi, jaring batu bengkalis

    Pemerintah Diminta Hentikan Operasi Jaring Batu Bengkalis

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, Selamet Daroyni meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar menghentikan pengoperasian jaring dasar/batu yang berada di perairan Bengkalis.

"Sebab, pengoperasian jaring tersebut sangat merugikan nelayan kecil yang berada di Bengkalis," kata Selamet dalam surat elektroniknya yang diterima di Riau, Kamis.

Pengoperasian jaring dasar/batu yang berada di perairan Bengkalis jelas tidak ramah lingkungan, apalagi alat tersebut tidak dizinkan/ilegal, ujarnya.

Ia mengatakan itu terkait pada 10 Februari 2014 KIARA telah mengirim surat ke KKP untuk meminta KKP lebih serius dalam memberikan perlindungan terhadap nelayan kecil yang berada di Bengkalis serta memberikan sangsi secara tegas bagi siapa saja para pelaku kejahatan penangkapan ikan secara ilegal dan tidak ramah lingkungan.

Selanjutnya katanya, pada 24 Maret 2014, Kantor KKP melalui Direktur Kapal dan Alat Tangkap Ikan memberikan jawaban dan berjanji akan meninjau dan melakukan evaluasi terhadap pengoperasian Jaring dasar/batu.

"Janji KKP tidak ditepati hingga hari ini dan jaring dasar/batu masih beroperasi, bahkan semakin membuat marah nelayan kecil," katanya.

Selain menurunkan pendapatan nelayan kecil, juga telah mengakibatkan alat tangkap rawai nelayan kecil Bengkalis rusak berat akibat di tabrak oleh kapal motor Jaring batu.

Kasus ini, katanya lagi, makin sering terjadi dalam dua bulan terakhir sehingga KIARA melampirkan sekaligus jawaban KKP kepada KIARA serta surat Nelayan desa Selatbaru Bengkalis.

"Pada surat tersebut, berbunyi bahwa KKP berjanji untuk menyelesaikan kasus ini, namun tidak juga direalisasikan oleh KKP hingga hari ini," ucapnya.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) pada awalnya menerima laporan dari masyarakat nelayan yang tergabung di Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB) bahwa masih banyak beroperasi pukat harimau di perairan Bengkalis, Kepulauan Riau.

Pada 28-30 Januari 2014, Kiara turun ke lokasi dan menemukan fakta jaring batu yang masuk kategori pukat trawl ini masih beroperasi hingga kini.

Padahal pada 2006, terjadi konflik antara nelayan jaring batu dan nelayan tradisional. Nelayan tradisional tidak dapat mengendalikan kemarahan berujung konflik dengan pemilik dan anak buah kapal jaring batu. Sedikitnya, lima nelayan meninggal dunia dan puluhan warga luka-luka.

"Perhatian pemerintah lamban dalam tata kelola dan pengawasan serta penegakan hukum menjadi faktor utama," kata Susan Herawati, Koordinator Monitoring, Evaluasi dan Penggalangan Dukungan Publik Kiara.

Jaring batu ini, ada sejak 1983, dampaknya kerusakan lingkungan hidup pesisir dan pendapatan nelayan tradisional hilang. Kini, nelayan tradisonal di empat desa, yaitu Jangkang, Selat Baru, Bantan Air dan Pambang, lebih dari 2.000 nelayan dirugikan.

Kini, katanya lagi, nelayan tradisional seringkali tidak mendapatkan hasil tangkapan ikan bahkan mereka kadang pulang melaut tidak membawa apa-apa.

"Kondisi ini memicu angka pengangguran dan kemiskinan tinggi. Hingga tidak sedikit keluarga nelayan beralih menjadi tenaga kerja (TKI) di Malaysia," katanya.

Atas kasus tersebut, Kiara menyarankan Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan Bakorkamla, harus pro aktif merespons laporan nelayan tradisioal menyangkut pengoperasian kapal-kapal jaring batu.

"Informasi ini, harus diteruskan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Polda Kepulauan Riau maupun KKP serta Mabes Polri," katanya.