BNPB: Perlu Penegakan Hukum Keras Atasi Karhutla

id , bnpb perlu, penegakan hukum, keras atasi karhutla

  BNPB: Perlu Penegakan Hukum Keras Atasi Karhutla

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nurgroho, meminta adanya penegakan hukum yang keras untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau yang terus berulang.

"Meskipun sudah berulangkali bencana asap di Riau terjadi setiap tahun, namun faktanya kebakaran hutan dan lahan masih saja terjadi," kata Sutopo dalam pesan elektronik kepada Antara di Pekanbaru, Kamis.

Ia mengatakan alur kebakaran kurang lebih hampir sama, yakni lebih dari 70 persen kebakaran terjadi di luar kawasan hutan. "Penyebabnya 99 persen adalah disengaja atau akibat ulah manusia, dan dampak yang ditimbulkan tentu sangat besar," ujarnya.

Menurut dia, penegakan hukum sudah selayaknya dilakukan karena berdasarkan Polda Riau dan Bareskrim Polri, motif pembakaran di kebun pribadi adalah alasan ekonomi. Ada juga motif pemilik lahan memberi upah Rp500.000¿Rp750.000 untuk pembersihan lahan dengan cara membakar rata-rata seluas 10 hektar.

Ia mengatakan pembakaran dilakukan oleh kelompok yang terorganisir dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru yang mudah dan murah. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan konflik penguasa adat dan pemerintah.

"Umumnya perusahaan tidak ada yang mengakui membakar dan tidak mampu menangani kebakaran di arealnya karena minimnya peralatan," katanya.

Menurut dia, areal yang dibakar jauh dari permukiman karena lemahnya pengawasannya. Pembakaran dilakukan saat musim kering, yang dimulai dengan membakar ranting-ranting yang ada.

"Penyulutan api dilakukan dengan menggunakan ban bekas dipotong-potong diberi minyak lalu dibakar. Setelah dibakar lalu ditinggalkan, dan waktu membakar pagi hingga sore hari," ujarnya.

Ironisnya, kelompok yang membakar melalui koperasi bekerjasama dengan "Batin" (Kepala Adat) dan Lurah. Kemudian Lurah mengeluarkan SKT (Surat Keterangan Tanah) sesuai dengan jumlah orang dari daftar nama-nama anggota Koperasi yang akan memperoleh dua hektar per orang.

Koordinator Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, mengatakan Panglima TNI dan Kapolri dinilai kurang tegas memegang komitmen soal kebakaran hutan di Riau. Riko menyatakan keduanya telah ingkar janji untuk mencopot Kapolres dan Komadan Kodim yang gagal mencegah kebakaran hutan dan lahan.

"Panglima TNI berjanji akan mencopot Danramil dan Dandim bila di daerahnya muncul kebakaran hutan. Sedangkan Kapolri juga berjanji akan copot Kapolsek dan Kapolresnya. Ternyata Panglima dan Kapolri sekarang ingkar janji," tegas Riko.

Saat bencana asap melanda Riau pada awal 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara tegas mengatakan setiap aparat pemerintah serta TNI-Polri harus bertanggung jawab mencegah kebakaran dari lingkup wilayah yang terkecil. Hal itu diutarakan SBY dalam pertemuan terbuka dihadapan kelapa desa, camat, Dandim dan Polsek se-Riau, di Kota Pekanbaru.

Panglima dan Kapolri sendiri yang berjanji akan mencopot jabatan itu. Itu ditunjukan TNI-Polri sebagai komitmen institusinya dalam penanggulangan kebakaran hutan. Kalau hal itu tidak ditepati, maka kitapun ragu akan penegakan hukum soal kebakaran hutan baik yang dilakukan masyarakat maupun perusahaan," kata Riko.

Satelit Terra dan Aqua dalam beberapa pekan terakhir terus memantau hingga ratusan titik panas tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Riau. Data Dinas Kehutanan Provinsi Riau, menyebutkan luas kebakaran sudah lebih dari 500 hektar yang paling luas berada di Kabupaten Rokan Hilir.