Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penegakan hukum dalam penanganan kasus lingkungan terutama terkait dengan kebakaran lahan dan hutan perlu dievaluasi agar bisa menyeimbangkan aspek penindakan dengan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak mengganggu iklim investasi.
"Perlu ada evaluasi bahwa penegakan hukum sehingga seimbang dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup, Ryad Chairil ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Jumat.
Menurut dia, Kementerian Lingkungan Hidup selama ini terus mengedepankan hukuman pidana untuk memenjarakan manajemen perusahaan namun proses peradilan menuju hal itu memakan waktu sangat lama. Sedangkan, lokasi lahan yang terbakar selama proses itu berjalan masih tetap dibiarkan dalam kondisi rusak dan tidak produktif.
"Satu proses pengadilan bisa memakan waktu sekitar lima tahun, bahkan sampai tujuh tahun kalau dilanjutkan ke Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung," ujarnya.
Ia menyarankan, proses hukum dalam kasus kebakaran hutan perlu menerapkan asas "strict liability" yang intinya lebih mengedepankan proses rehabilitasi kerusakan lingkungan dengan secepatnya.
"Perusahaan yang konsesinya terbakar langsung diajak untuk mengganti rugi dan merehabilitasinya. Penindakan pidana dilakukan apabila perusahaan ternyata tidak kooperatif dalam proses rehabilitasi itu atau memang benar membakar untuk tujuan pembersihan lahan," ujarnya.
Menurut dia, kesadaran korporasi kehutanan terkait pengelolaan lingkungan sebenarnya sudah lebih baik. Sebabnya, respon konsumen internasional maupun perbankan terhadap isu lingkungan sangat berat untuk diabaikan begitu saja.
Ia mengatakan, untuk menerapkan prinsip "strict liability" diperlukan sebuah protokol untuk membentuk sebuah arbitrase yang netral berisi tiga pihak yang mewakili pemerintah, industri, dan ahli. Kemudian ditentukan tim independen untuk menghitung biaya kerusakan lingkungan yang akan dibebankan kepada perusahaan dalam merehabilitasi seperti sebelum terjadi kerusakan.
"Asas ini lebih efisien, cepat dan akuntabel dibandingkan proses pidana yang membutuhkan penetapan pengadilan yang sangat panjang dan tidak menjamin pengurangan beban pencemaran lingkungan," katanya.
Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka kasus kebakaran lahan di Provinsi Riau dari puluhan kasus yang ditangani pada 2014.
Pihak perusahaan yang menjadi tersangka dua diantaranya beroperasi di Kabupaten Siak, yakni berinisial PT. TFDI dan PT. TKWL. Mereka adalah badan usaha di sektor perkebunan kelapa sawit. Sedangkan, satu tersangka dari pihak korporasi yang bergerak di sektor industri kehutanan atau hutan tanaman Industri lagi adalah PT. SGP di Kota Dumai.
Penyidik KLH menyatakan sudah didapatkan bukti-bukti permulaan cukup kuat sehingga proses kasus ketiganya ditingkatkan ke penyidikan dan bisa dijerat dengan pidana sesuai Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Berita Lainnya
KPAI sebut penanganan kasus kekerasan di sekolah belum munculkan efek jera
20 February 2024 15:51 WIB
Kasus bayi tertukar disarankan diselesaikan dengan mediasi
27 August 2023 16:02 WIB
Firli Bahuri sebut penanganan kasus Enembe demi keadilan masyarakat di Papua
14 January 2023 14:09 WIB
Menteri PPPA beri apresiasi atas penanganan kasus rudapaksa anak di Makassar
12 March 2022 17:06 WIB
Kemen PPPA kawal penanganan kasus kekerasan seksual oleh ayah terhadap kedua anaknya di Buru Selatan
15 February 2022 21:43 WIB
Tekan kasus COVID-19, berikut strategi Pemda Inhil
28 May 2021 13:59 WIB
Mabes Polri pantau penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo
03 April 2021 6:44 WIB
Mabes Polri ambil alih penanganan kasus tewasnya pengikut Rizieq
09 December 2020 6:18 WIB