Kami Menyebutnya Jembatan Kemanusiaan

id kami menyebutnya, jembatan kemanusiaan

Kami Menyebutnya Jembatan Kemanusiaan

PMI Dumai

“Dulu, warga Dumai harus mencari darah ke Pekanbaru. Namun sekarang, mereka cukup mendatangi PMI Dumai,” Nahar Effendi, Kepala Suku Dinas PMI Dumai

“Di Provinsi Riau, saat ini hanya dua cabang Palang Merah Indonesia (PMI) yang memiliki sertifikat untuk melakukan transfusi darah, yaitu Cabang Pekanbaru dan Dumai. Karena itu, wajar jika kami merasa sangat bangga dengan kepercayaan tersebut. PMI Cabang Dumai benar-benar bisa menjalankan tugasnya. Kami sudah bisa melayani masyarakat yang ingin mendonorkan darah dan menyediakan darah bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Bahkan, sekarang kami mampu melakukan ’’jemput bola” ke tempat pendonor. Sejak kami bisa mendatangi pendonor, permintaan donor darah datang bertubi-tubi ke PMI Dumai. Tidak hanya dari perusahaan atau instansi pemerintah di Kota Dumai, tapi juga dari luar kota seperti Kabupaten Rokan Hilir dan Bengkalis. Untuk pendonor di Dumai sendiri biasanya berasal dari Lanal Dumai, TNI/Polri, hotel-hotel, serta perusahaan-perusahaan lainnya, termasuk CPI.

Biasanya jumlah pendonor sangat banyak, bisa mencapai di atas 100 orang. Karena kami memiliki peralatan yang modern, semua itu tetap dapat terlayani dengan baik. Kami mempunyai peralatan bergerak untuk transfusi darah, lengkap dengan mobilnya.

Banyaknya pendonor darah tentu membuat kami selalu memiliki stok darah dalam jumlah cukup. Namun, khusus untuk golongan AB tidak bisa selalu tersedia karena golongan ini sangat langka.

Mungkin ada yang bertanya, apakah stok darah itu tidak mengalami kedaluwarsa? Memang, kalau tidak disimpan dalam tempat khusus, darah bisa rusak dan mungkin tidak bisa digunakan lagi. Tapi kami tidak pernah khawatir kerena punya alat pendingin yang mampu menyimpan darah hingga jangka waktu maksimal satu bulan. Alat ini sangat penting bagi kami karena kebutuhan darah di Dumai dan sekitarnya terus meningkat dari waktu ke waktu.

Permintaan darah datang dari berbagai rumah sakit, misalnya dari Rumah Sakit Dumai, Duri, Dumai, maupun Rumah Sakit Pertamina. Dulu, warga Dumai harus mencari ke Pekanbaru jika membutuhkan darah. Namun sekarang, mereka cukup mendatangi PMI Dumai.

Saya pribadi sangat senang bila PMI dapat membantu pasien yang membutuhkan darah. Ada rasa bahagia bila pasien yang kita bantu akhirnya sembuh dari sakitnya. Makanya saya terus melakukan berbagai sosialisasi untuk menggugah kesadaran masyarakat luas untuk selalu mendonorkan darahnya. Darah yang didonorkan akan sangat berarti bagi yang sangat membutuhkannya.

Hampir 80 persen peralatan yang kami miliki merupakan bantuan dari CPI. Selain memiliki alat transfusi dan penyimpan darah, kami sekarang juga telah memiliki alat yang sangat berguna dalam menangani pasien penderita demam berdarah. Nama alat itu Trambosit. Jarang sekali PMI di Indonesia yang memiliki alat ini karena harganya relatif mahal. Alat ini berfungsi untuk memisahkan sel-sel darah agar bisa disimpan dan digunakan untuk pasien demam berdarah.

Kami tentu tidak bisa memberikan layanan seperti sekarang seandainya tidak ada berbagai bantuan peralatan itu dari CPI. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa kami bisa sampai seperti sekarang ini. Dulu, sebelum PMI memiliki alat tranfusi darah yang dapat dibawa-bawa, PMI hanya bertugas mencari donor dan mengambil darahnya jika ada pasien membutuhkan. Darah yang diambil dari pendonor langsung diserahkan kepada pasien karena tidak bisa melakukan penyimpanan.

Tapi sekarang, rata-rata dalam sehari PMI bisa mengambil 20 kantong darah dari pendonor untuk kemudian disimpan. Bagi kami, kehadiran peralatan-peralatan tersebut sangat berarti dalam menjalankan tugas-tugas kemanusian. Kami sering menyebut bantuan tersebut sebagai ”Jembatan Kemanusiaan” karena seolah menjadi jembatan antara pendonor darah dengan para pasien yang sangat membutuhkan darah. Kami bertekad untuk selalu merawat sebaik mungkin peralatan yang ada dan akan menggunakannya semaksimal mungkin untuk tugas kemanusiaan.” (rls)