Pengamat: Perubahan Kebijakan Publik Tingkatkan Kesejahteraan Papua

id pengamat, perubahan kebijakan, publik tingkatkan, kesejahteraan papua

 Pengamat: Perubahan Kebijakan Publik Tingkatkan Kesejahteraan Papua

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pengamat Hukum Internasional dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Zulheri SH, MH mengatakan perubahan kebijakan publik yang akurat dari pemerintahan Jokowi-JK diperlukan untuk mengubah situasi dan kondisi guna mewujudkan kesejahteraan rakyat Papua.

"Sebab kini persoalan krusial di Papua adalah ekonomi pembangunan yang kurang merata, hingga protes ini berujung pada agresifnya gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena pemerintah tidak peduli dengan kesejahteraan mereka," kata Zulheri saat dihubungi Antara Riau, Senin.

Menurut Zulheri, kebijakan publik dimaksud adalah meningkatkan pengawasan pelaksanaan otonomi daerah, mulai dari pengawasan penggunaan anggaran daerah, hingga pengawasan atas perilaku birokrat yang menyimpang seperti korupsi.

Dalam hal ini, katanya, pemerintah pusat perlu mencermati, mewaspadai, dan mengawasi penggunaan anggaran daerah yang dikorupsi oleh birokrat agar tidak digunakan untuk kepentingan pergerakan OPM.

"Jika dimanfaatkan untuk kepentingan OPM jelas hal itu akan menimbulkan penguatan secara terstruktur dan membahayakan NKRI sendiri," katanya.

Ia memandang bahwa Pemerintah perlu memahami peta permasalahan di Provinsi Papua, sekaligus melakukan perubahan kebijakan publik yang akurat untuk mengubah situasi dan kondisi guna mewujudkan kesejahteraan rakyat Papua.

Selain itu, untuk meningkatkan pengawasan penggunaan anggaran daerah, pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Papua perlu meningkatkan mekanisme pengawasan, baik dengan penambahan sumberdaya manusia (SDM) ataupun dengan memanfaatkan teknologi.

"Penambahan SDM dapat dilakukan dengan menempatkan birokrat pemerintahan pusat yang bersih di jajaran birokrasi pemerintahan provinsi Papua, baik mereka yang berasal dari Papua sendiri atau pun bukan,"katanya.

Untuk meningkatkan pengawasan angaran daerah, dosen senior pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Andalas itu mengatakan juga dapat dilakukan dengan mengaplikasikan teknologi atau system, seperti yang telah diterapkan di kota Seoul, Korea Selatan melalui the OPEN (the Online Procedure Enhancement) System dan The Geps (the Government e-Procurement System). Hal serupa juga sudah diaplikasikan oleh East China s Jiangsu Province.

Di Indonesia, katanya, baru diaplikasi oleh Jakarta dan Surabaya. Khususnya, untuk meningkatkan mekanisme pengawasan di bidang pelelangan, pemerintah tiap provinsi, termasuk Papua, perlu meluncurkan electronic (e) procurement, seperti yang diaplikasikan di kota-kota di atas. Kenyataannya, mekanisme ini terbukti mampu mengurangi korupsi secara signifikan.

"Jadi belanja daerah betul betul sesuai dengan perencanaan dan penggunaanya," katanya dan menambahkan masalah mental atau perilaku birokrat yang koruptif adalah masalah nasional termasuk Papua.

Masalah yang bersifat sistemik ini wajib dituntaskan secara systemik pula, tidak bisa secara lokal. Misalnya penyakit kanker yang sudah merambat keseluruh tubuh, wajib diobati secara menyeluruh pula.

Oleh karena itu masalah ini tidak bisa diselesaiakan di Papua saja. Justeru itu, untuk meningkatkan pengawasan terhadap birokrat yang koruptif perlu dibuat kebijakan berupa Undang-undang tentang Whistleblower seperti yang diundangkan di Amerika Serikat, yaitu the Dode-Frank Wall Street Reform and Consumer Protection (the Dode-Frank Act) yang disahkan oleh Kongres dan Presiden Barack Obama pada bulan Juli 2010.

"Tentu saja undang-undang tersebut harus ditindak-lanjuti dengan berbagai peraturan pelaksanaannya. Dengan instrumen hukum ini akan muncul "internal whistleblower" dalam mana atasan atau bawahan pada sebuah institusi pemerintahan atau swasta akan diawasi oleh atasan atau bawahan lainnya, lihat contoh kasus penyogokan Kepala Kantor Pajak di Bogor dan Sidoharjo," katanya.

Namun dalam hal ini perlu diwaspadai akan terjadinya korupsi berjamaah secara terselubung, oleh karena baik atasan atau bawahan sudah sama-sama sepakat untuk korupsi, bukan untuk mencegah korupsi.

Selain itu, juga akan muncul external whistleblowers (EW), yakni pihak ketiga (publik) dapat berpartisipasi untuk melaporkan peristiwa penyogokan atau berbagai tindak pidana korupsi yang dilihatnya atau direkamnya langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan diberikan perlindungan fisik, perlindungan hukum serta rewards secara proporsional.

Partisipasi dimaksud dapat diwujud-nyatakan dengan menggunakan smart phones yang dilengkapi fitur perekaman suara dan gambar atau percakapan, yang selanjutnya dikirimkan oleh yang bersangkutan kepada KPK.

"Secara yuridis, EW ini sudah dapat dilindungi dengan Peraturan Pemerintah nomor 71 tentang Prosedur Partisipasi Masyarakat dan Pemberian Reward dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tetapi dinilai masih kurang memadai, karena peraturan ini hanya ditujukan kepada tindak pidana saja, tidak dapat diberlakukan terhadap kasus-kasus korupsi yang bersifat atau terkait dengan perdata," katanya.

Solusi berikutnya adalah mempercepat pembangunan infrastruktur dan jaringan komunikasi, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Untuk memastikan hal ini terlaksana secara sukses, Perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) wajib secara hukum (pasal 33 (1) Konstitusi) ataupun menanangi, mengerjakan proyek-proyek pembangunan infrastruktur dan jaringan tersebut.

BUMN berkewajiban menyukseskan pembangunan yang menyangkut kepentingan rakyat, termasuk melakukan penambangan emas, tembaga, minyak dan mineral lainnya di Papua, yang hasilnya digunakan untuk kesejahreraan rakyat.

Ini konsep ekonomi kerakyaatan yang berkeadilan sosial yang harus dimajukan di Indonesia, bukan didominasi oleh investor asing, pelanggaran prinsip unjust enrichment (kontraknya mengenai tembaga dan yang diambil investor juga emas selama lebih dari 12 tahun), itu inkonstitusional serta merugikan negara Indonesia.