Pekanbaru, (Antarariau.com) - Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) Provinsi Riau menyatakan sejumlah industri di berbagai daerah khususnya wilayah pesisir diindikasi kerap membeli bahan bakar minyak bersubsidi hasil dari kejahatan yang dilakukan mafia BBM.
"Kami telah membahas persoalan ini dan nantinya akan dikoordinasikan ke instansi berwenang seperti Pertamina, kepolisian mapun pemerintah daerah atau dinas perindustrian," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik (Kesbangpol) Riau, Nizhamul, kepada Antara lewat telekomunikasi, Selasa siang.
Ia mengatakan, Kominda untuk di berbagai wilayah pesisir Riau atau tepatnya pada kawasan industri terus melakukan pemantauan dan monitoring kondisi tersebut.
Menurut dia, cukup banyak informasi yang didapat bahwa terjadi penyelewengan atau penimbunan BBM bersubsidi yang tentunya mendatangkan kerugian signifikan bagi negara.
"Seperti yang kita ketahui, bahwa daerah pesisir Riau seperti Kota Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis dan Meranti, selain merupakan daerah industri juga merupakan daerah perairan yang terbagi atas pulau-pulau," katanya.
Hal itu yang kemudian, kata dia, terjadi atau diindikasi marak dimanfaatkan sejumlah mafia untuk melakukan penyelewengan BBM.
Menurut dia, penimbunan dilakukan telah sejak lama oleh sejumlah kelompok bukan karena ada rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
"Karena pada dasarnya, selisih harga BBM bersubsidi dengan harga industri sangat jauh. Mereka melakukan penimbunan atau menyelewengkan BBM bersubsidi untuk kemudian dijual ke industri dengan harga bersaing," katanya.
Nizhamul menyatakan pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan apakah ada oknum dari penegak hukum yang terlibat di dalam lingkaran mafia BBM itu.
"Kami masih akan dalami," katanya.
Informasi dari pengusaha distributor BBM non subsidi di Pekanbaru, mereka kerap dirugikan dengan adanya mafia tersebut.
"Karena biasanya mereka masuk ke hampir semua industri di Riau dan menjual BBM hasil penyelewengan itu dengan harga yang relatif lebih murah," kata Roza, seorang pekerja perusahaan distribusi BBM non subsidi.
Kalau misalkan perusahaan legal membeli dari Pertamina dengan harga Rp11.000 per liter, kata dia, maka biasanya akan dijual dengan harga Rp11.500 atau bahkan kurang dari itu.
"Namun ternyata, banyak juga perusahaan yang menjual BBM non subsidi itu dengan harga yang bahkan lebih murah dibandingkan harga sebenarnya jika dibeli dari Pertamina. Kalau misalkan harga dari Pertamina Rp11.000, mereka bahkan berani jual seharga Rp10.500 atau bahkan kurang dari itu," katanya.
Menurut dia, kondisi itulah yang kemudian menyebabkan banyak perusahaan dengan legalitas jelas terpaksa harus "gulung tikar" karena tidak mampu bersaing dengan mafia.
Parahnya, menurut dia, industri yang membeli BBM ilegal sebenarnya sadar itu adalah pelanggaran hukum, namun karena menguntungkan tetap saja "disikat".
Ia berharap pihak terkait khususnya Pertamina dan kepolisian dapat segera mengambil tindakan tegas.
"Jangan sampai perusahaan yang baik justru menerima nasib bangkrut karena maraknya mafia BBM. Atau bahkan ada oknum yang bermain di dalamnya karena selama ini di pemberitaan, ternyata tidak sedikit oknum dari Pertamina, kepolisian dan TNI serta PNS yang terlibat dalam mafia BBM," katanya.
Berita Lainnya
Diindikasi garap hutan lindung di Bukit Suligi, Wakil Ketua DPRD Riau minta PT Padasa diproses hukum
10 August 2019 11:30 WIB
Warga Biak manfaatkan layanan aplikasi MyPertamina permudah beli BBM subsidi
04 September 2023 11:09 WIB
Kadin minta subsidi BBM tidak dihapus demi jaga daya beli masyarakat
03 August 2022 13:55 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB