Ikrar "Tari Kue" Tularkan Usaha Hadapi MEA

id ikrar tari kue tularkan usaha hadapi mea

Dia lebih dikenal sebagai "Tari Kue", karena kegigihannya mendirikan dan membesarkan usaha kecil sejak 11 tahun lalu dan kini setidaknya menghasilkan kekayaan berupa tujuh rumah serta dua unit mobil pendukung bisnisnya.

Apakah itu sudah cukup memuaskan? Ibu dua anak yang memiliki nama lengkap Wakhidiyah Untari itu hanya tersenyum kemudian berikrar; "Saya tidak akan puas kalau masih ada tetangga yang susah. Mereka harus juga bisa berhasil seperti saya."

Wakhidiyah Untari adalah wanita berusia 40 tahun warga Kota Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang berikrar pada batinnya tentang; perjuangan akan menghasilkan kesuksesan, kemandirian mewujudkan mimpi, dan penanaman bibit akan menghasilkan buah berlimpah.

Perjuangan Untari sebelum dikenal sebagai Tari Kue dimulai pada 2003. Ketika itu, ia mengasah kemampuan dalam membuat kue basah serta makanan hasil penggorengan.

Setiap hari dari tahun ke tahun dilaluinya dengan susah payah. Terkadang, usaha yang dilakoninya tidak mendatangkan keuntungan bahkan harus menelan kerugian.

Ketika itu, dia tetap berusaha, menghidupi keluarga dan membesarkan dua anaknya dari penghasilan suami serta tambahan usaha yang tidak seberapa.

"Sangat lama saya berjuang dan baru ada hasil setelah tiga tahun kemudian," katanya, Jumat (19/9).

Perlahan usaha kue basah dan kue hasil penggorengan miliknya dikenal oleh masyarakat sekitar Kota Duri. Pesanan mulai banjir hingga dia harus mempekerjakan beberapa karyawan untuk membantu memenuhi permintaan.

Cahaya kesuksesan hasil perjuangan yang luar biasa itu terus berlangsung dari tahun ke tahun, seiring pertumbuhan dua buah hatinya; Zadah Arifah dan Putri Rofifah.

"Anak saya yang bernama Zadah Arifah sekarang umurnya 19 tahun, dan Putri Rofifah sekitar 14 tahun. Waktu itu, penghasilan dari usaha saya mencukupi dan dapat menutupi kekurangan gaji suami. Suami saya namanya Muhardi," kata Untari.

Kemandirian Wujudkan Mimpi

Selama beberapa tahun, Untari terus menikmati kesuksesan yang diraih. Namun perjuangan itu kembali harus menempuh cobaan. "Suami saya meninggal dunia tahun 2011 secara tiba-tiba. Dia sakit dan tidak lama di rumah sakit," kata Untari.

Kehilangan suami sempat membuat wanita berkerudung ini patah semangat. Namun dua buah hati tetap menjadi tanggung jawab yang harus dilindungi khususnya untuk hak pendidikan demi masa depan mereka.

Untari berusaha untuk bangkit dan mandiri. Dia tetap berjuang meski tanpa sang suami yang telah lebih dulu pergi menghadap sang khalik. Kemandirian usaha itu adalah untuk mewjudkan mimpi; memberikan pendidikan setinggi-tingginya demi masa depan cerah anak-anaknya.

Tahun 2011, pengikrar itu terus menjalani kehidupan, bahkan berusaha lebih keras mengingat pertumbuhan kedua anaknya diiringi dengan kebutuhan ekonomi yang tinggi.

"Saat itu saya sudah berhasil. Saya lebih dikenal dengan sebutan Tari Kue karena usaha saya. Dua anak saya dapat kuliah dan bersekolah di sekolah yang berkualitas. Yang besar, Zadah Arfah kuliah di Universitas Riau, dan Putri Rofifah sekolah di SMP Mutiara," kata dia.

Kesuksesan buah dari perjuangan dan kemandirian itu tidak lantas membuat Tari "lupa daratan". "Saya melihat masih banyak orang di sekitar tempat saya tinggal hidupnya susah. Kemudian mereka saya ajak untuk bersama-sama menjalankan usaha membuat kue," katanya.

Kebaikan Tari ketika itu tidak lantas membuatnya jatuh miskin. Bahkan usahanya terus mengalami kemajuan kian pesat karena para tetangga yang dibantu itu ibarat bibit yang akhirnya menghasilkan buah berlimpah.

"Saat ini omzet penjualan usaha kue basah saya sudah di atas Rp50 juta per bulan dan itu sudah di luar gaji anggota yang sekarang jumlahnya sekitar 40 orang," kata Tari.

Dia mengatakan, saat ini para tetangga yang bekerja dengannya itu telah memiliki penghasilan tambahan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. "Bahkan sebagian telah mampu membeli mobil dan rumah meski belum sebanyak saya," katanya.

Perjuangan Tari itu juga tidak lepas dari Program Pusat Pembinaan Usahawan Mitra Chevron (PUC). Usaha Tari Kue kemudian menjadi lebih besar setelah menjalin kemitraan bersama SKK Migas dan PT Chevron Pasific Indonesia.

Program tersebut juga telah banyak menghasilkan pelaku UMKM yang mapan. Saat ini lebih dari 100 UMKM yang berasal dari Pekanbaru, Duri dan Dumai telah bergabung bersama PUC.

Beriring dengan kesuksesan Tari Kue, mereka juga menghasilkan beragam produk seperti; kripik, dodol, kue basah, paper bag dari kertas daur ulang dan kerajinan tangan lainnya yang kini dapat dibeli di Pondok Oleh-Oleh Duri di Jalan Mawar No.21, Kota Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Pondok Oleh-Oleh Duri adalah pusat pemasaran usahawan Mitra Chevron yang diresmikan pada Jumat (19/9). Di toko tersebut, tersaji berbagai produk unggulan para pelaku UMKM khususnya makanan kering dan kue basah.

Hadapi MEA

Kesuksesan Tari Kue dan sejumlah UMKM lainnya yang tergabung dalam PUC adalah tanda kebangkitan para pelaku usaha di daerah dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.

Konsultan UKM dari Lembaga Pengembangan Advokasi dan Konsultasi Usaha Kecil Menengah-Kamar Dagang dan Industri (Lapak UKM-Kadin) Riau, Kholis Romli mengatakan, kemajuan UMKM seperti Tari Kue harus didukung pula oleh pemerintah.

"Mereka (pelaku usaha) juga kami minta untuk terus berkreativitas dan tentunya harus didukung dengan pasar yang baik dan luas," katanya.

Kholis juga mengharapkan agar masyarakat lebih mengutamakan dan mencintai produk dalam negeri sehingga dapat terus merangsang dan menumbuhkan perekonomian para pelaku usaha mikro dan kecil di berbagai daerah.

Jika para pelaku UMKM telah menemukan pasar yang menjanjikan, maka akan bertumbuhan para pelaku usaha kecil lainnya dan itu akan lebih menguntungkan perekonomian daerah dan nasional.

"Seperti yang disampaikan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, bahwa bisnis itu tidak bisa diajarkan, namun bisa ditularkan," katanya.

Menurut dia, cara efektif untuk menularkan bisnis pada tingkat mikro adalah dengan memberikan kemudahan dan pasar yang luas sehingga akan bertumbuhan UMKM-UMKM baru di masa mendatang.

Hal tersebut menurut dia amat penting untuk membantu pelaku usaha dalam menghadapi dibukanya Masyarakat Ekonomi Asean tahun depan. "Dan jangan sampai, MEA justru menjadi penghambat bagi mereka (pelaku UMKM) untuk maju dan berkembang," katanya.

Karena pada dasarnya, demikian Kholis, dengan atau tanpa dibukanya MEA, para pelaku usaha di tanah air telah menjadi pemenang.

Untuk diketahui, kata dia, bahwa penduduk Indonesia adalah yang terbesar keempat setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat dengan jumlah yang mencapai 202,65 juta jiwa.

Jika harus dibandingkan dengan jumlah penduduk ASEAN yang mencapai 500 juta jiwa, maka sudah pasti warga Indonesia adalah yang paling mendominasi. Mereka (WNI) juga banyak yang menetap atau bekerja di negara-negara ASEAN.

Kondisi tersebut saja menurut Kholis sudah sangat menguntungkan bagi para pelaku usaha khususnya UMKM untuk produk pangan seperti Tari Kue.

"Bagiamana mungkin penduduk Indonesia yang terbiasa memakan makanan khas harus membeli produk asing? Mereka tentunya akan lebih memilih produk makanan asal daerahnya," kata dia.

Menurut dia, dibukanya MEA sebenarnya adalah keuntungan bagi para pengusaha di tanah air. Namun semuanya itu tentu membutuhkan dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat yang cinta produk dalam negeri.

Ikrar Tari menjadi bukti ungkapan bijak Menteri BUMN Dahlan Iskan; Bisnis itu tidak bisa diajarkan, namun bisa ditularkan. Jika demikian, maka MEA akan menjadi ajang yang menguntungkan.