Raja Alim, Raja Disembah

id raja alim, raja disembah

Pepatah Melayu menyatakan "Raja Alim, Raja Disembah. Raja Lalim (Zalim), Raja Disanggah". Ungkapan tersebut sangat populer, terutama di wilayah Sumatra atau di rantau semenanjung negeri serumpun.

Maknanya tidak sulit diselami dan dapat langsung dipahami bahwa seorang raja atau pemimpin suatu negeri yang berilmu, cerdik, pandai, bijak, dan pemeluk agama Islam yang taat, akan dihormati serta disayang oleh para pengikutnya.

Juga dengan sebaliknya raja atau penguasa yang zalim, kejam, dan sewenang-wenang, boleh ditentang atau dilawan.

Begitulah kondisi para pemimpin di Provinsi Riau saat ini setelah zaman reformasi. Terdapat tiga orang pemimpin "Bumi Lancang Kuning" yang merupakan putra daerah. Namun, mereka harus berakhir di jeruji besi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mulai Gubernur Riau dari Saleh Djasit periode tahun 1998--2003, Rusli Zainal dua periode (2003--2013) serta Annas Maamun dilantik Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada bulan Februari 2014.

Seperti diketahui, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit merupakan terpidana korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran yang telah divonis dan mejalani masa hukuman kurungan pejara selama empat tahun.

Sementara itu, mantan Gubernur Riau Rusli Zainal divonis 10 tahun kurungan setelah menang di tingkat banding kasus korupsi dalam PON 2012 serta penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) yang kini masih menjalani hukuman penjara.

Mantan Mendagri era Presiden B.J. Habibie, Syarwan Hamid, menilai kasus korupsi yang menjerat Gubernur Riau Annas Maamun sebagai tersangka harus menjadi pelajaran bagi masyarakat dan pejabat dalam memegang amanah dan nilai kebenaran.

"Saya barharap Riau ke depannya ini ada perbaikan. Sumber daya alam kita melimpah, tetapi sumber daya manusianya masih harus banyak belajar," kata Syarwan yang juga tokoh masyarakat di Riau.

Lelaki asal Kabupaten Siak itu mengaku prihatin karena ketiga gubernur Riau terakhir semuanya terjerat kasus korupsi di KPK. Dia menilai akibat sistem kontrol dari lembaga legislatif, Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, pegawai, dan insan pers di daerah selama ini lemah.

Akibatnya, penguasa seperti Annas Maamun menjadi raja kecil karena merasa takbisa dikontrol dan bisa berlaku sewenang-wenang dengan melanggar hukum dan sumpah jabatan untuk amanah sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat.

"Ketika gubernur melakukan salah banyak, mereka tidak berani menyuarakan kebenaran, tengkurap semua. Padahal, ada pepatah Melayu berbunyi "Raja Alim, Raja Disembah. Raja Lalim, Raja Disanggah". Tuhan itu tidak tidur," ucapnya.

Berstatus Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Gubernur Riau Annas Maamun sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan KPK yang dilakukan di sebuah rumah yang terletak di Citra Grand, Blok RC3, No. 2, Cibubur, Jakarta, Kamis (25/9).

"Setelah pemeriksaan intensif yang dilakukan KPK, AM (Gubernur Riau) ditetapkan sebagai tersangka," kata Abraham Samad.

Annas diduga menerima suap dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau yang juga merupakan seorang dosen PNS di Fakultas Pertanian Universitas Riau, Gulat Manurung.

Dalam operasi tangkap tangan itu, didapatkan barang bukti berupa uang sebanyak 150.000 dolar Singapura dan Rp500 juta, atau totalnya sekitar Rp2 miliar.

"Pemberian dilakukan GM berkaitan dengan proses alih fungsi hutan. GM mempunyai kebun kelapa sawit seluas 140 hektare yang masuk dalam kawasan hutan tanaman industri, kemudian yang bersangkutan ingin dikeluarkan dan masuk ke dalam APL (area peruntukan lainnya)," ungkapnya.

Kebun kelapa sawit yang dimaksud berada di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, dan KPK juga menduga uang itu digunakan sebagai ijon proyek-proyek lain di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

"Komisi Pemberantasan Korupsi menyinyalir uang ini sebagai ijon untuk mendapatkan proyek-proyek di Provinsi Riau karena saat penangkapan dan pemeriksaan, kami temukan daftar beberapa proyek yang kelak dilaksanakan di Provinsi Riau," tambah Abraham.

Pada saat OTT, petugas KPK juga menemukan uang 30.000 dolar AS. Namun, dalam pemeriksaan Gulat Manurung mengaku hanya memberikan suap kepada Annas Maamun dalam bentuk mata uang rupiah dan dolar Singapura.

"Uang 30.000 dolar AS itu diakui AM sebagai uang miliknya. Kami sedang meneliti lebih lanjut apakah dari orang lain," tambah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang juga hadir dalam konferensi pers tersebut.

KPK menyangkakan Annas Maamun dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut, dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara minimal empat tahun sampai 20 tahun kurungan penjara serta ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Gulat Manurung sebagai pemberi suap disangkakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 mengenai orang yang memberikan hadiah.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut, dapat dipidana penjara minimal satu tahun sampai lima tahun kurungan penjara serta ditambah denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta.

Annas Telah Janji

Sehari sebelum melantik Gubernur dan Wakil Gubernur Riau terpilih periode 2014--2019 Annas Maamun-Arsyadjuliandi Rahman, Mendagri Gamawan Fauzi mengharapkan sosok keduanya merupakan orang jujur serta bersih dalam mengabdikan diri bagi pembangunan di provinsi tersebut.

"Saya harapkan Pak Annas ini orang jujur. Kalau nggak, tidak mungkin dia terpilih. Oleh karena itu, masyarakat Riau memilih beliau," ujar Gamawan ketika baru tiba di VIP Lancang Kuning Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.

Gamawan ketika itu menilai Annas merupakan orang bersih dan ikhlas. Pada usia sudah lebih dari 74 tahun, yang bersangkutan masih dipilih oleh rakyat yang sekaligus membuktikan rakyat di Riau membutuhkan figur-figur orang seperti itu.

Lima hari setelah dilantik menjadi gubernur, Annas mengatakan bahwa tidak semua gubernur Riau masuk dalam penjara di akhir masa jabatannya karena tersandung kasus korupsi seperti yang dicontohkan narapidana Saleh Djasid dan Rusli Zainal.

"Kan tidak semua gubernur masuk penjara," ujar ketika melakukan kunjungan kerja di salah satu kelurahan, Kota Pekanbaru.

Menurut Annas, bukan berarti Gubernur Riau yang sekarang menginap di balik jeruji besi mengikuti langkah pendahulunya.

"Jadi, bukan berarti Gubernur Riau yang lalu masuk penjara, Gubernur Riau yang sekarang masuk penjara," katanya.

Ia mencontohkan semasa menjabat Bupati Rokan Hilir periode pertama (2006--2011) dan periode kedua (2011--2016). Amanah menjadi Bupati Rokan Hilir kedua sempat dijalani dirinya sekitar 2,5 tahun, sebelum dia dilantik menjadi Gubernur Riau.

"Rokan Hilir tengok (lihat) sendiri, insya Allah lah. Kita insya Allah lah karena niat kita bagus untuk membangun," katanya yang beniat hanya sekali memimpin provinsi yang memiliki sekitar enam juta jiwa tersebut.

Pemimpin Melayu

Konsep kepemimpinan yang diajarkan oleh suku Melayu sangat sederhana, tetapi sangat tegas. Dengan konsep itu, seorang pemimpin dan masyarakat dapatlah mengatur sikap yang jelas dalam kehidupan sehari-hari.

Jika ditelaah pepatah Melayu "Raja Alim, Raja Disembah. Raja Lalim, Raja Disanggah". Kalimat pertama dalam ungkapan itu terdapat dua frasa "Raja Alim dan Raja Disembah" yang berarti jika seorang pemimpin yang baik akhlak dan sifatnya wajib dihormati, dituruti, dan diikuti.

Dua frasa lain, yakni "Raja Lalim dan Raja Disanggah", yang secara singkat makna dari gabungan dua frasa itu kebalikan dari kalimat yang pertama. Dapat diartikan jika pemimpin tidak baik akhlak dan sifatnya, tidak perlu dihormati atau harus ditentang.

Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat LAM Riau Tengku Nasrun Effendy mencontohkan terdapat dua orang dari empat orang raja dari suku Melayu dari Riau yang menjadi panutan dan dihormati hingga kini.

"Sultan Syarif Hasim ketika setiap makanan dihidangkan, beliau selalu bertanya memastikan semua pegawai istana sudah makan. Jika ada satu orang belum makan, dia tanya mengapa? Kalau sakit, dia obati. Kalau pulang kampung, ada masalah apa di kampungnya?" katanya.

Jadi, lanjut dia, sebelum sultan tersebut makan atau melakukan suatu kegiatan, dia selalu memperhatikan semua bawahannya yang selalu berusaha untuk menyejahterakan anggota istana maupun masyarakatnya sendiri.

"Kemudian, Sultan Syarif Kasim, pahlawan nasional dari Siak Sri Indrapura, Riau. Ketika bendahara kerajaan datang melaporkan pendapatan, tetapi beliau tidak gila materi. Tercatat beliau sumbangkan harta kekayaannya sejumlah 17 juta gulden untuk Republik Indonesia," ucap Tengku.