Hatrik KPK Untuk Jerat Korupsi Riau

id hatrik kpk untuk jerat korupsi riau

Terpenting dalam memimpin adalah jujur, adil dan keterbukaan, niscaya kerajaan itu akan tetap utuh dengan dihormati rakyatnya yang makmur tanpa kesenjangan yang terlampau jauh.

Cermin kepemimpinan seperti itu berada pada kejayaan Kerajaan Siak Sri Indrapura ke-12 dibawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim. Dialah sejarah yang tak pernah terlupakan bagi masyarakat Melayu yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya.

"Semasa memimpin, dia memberikan contoh yang baik bagi rakyatnya. Sultan Syarif Kasim bukan pemimpin yang mata duitan," kata Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Melayu Riau, Tenas Effendy di Pekanbaru, Senin (29/9).

Sultan Syarif Kasim, selalu mengutamakan nilai-nilai budaya, jujur, adil dan selalu terbuka dalam segala hal. Mengutamakan kepentingan rakyat dibandingkan diri sendiri atau kelompok yang berada di dalam istana kerajaan.

Dia tidak akan menikmati hidangan lezat saat masih ada rakyat yang kelaparan. Memerintahkan pasukan untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum adil demi keutuhan bersama. Sultan Syarif Kasim juga dikenal dengan kejujurannya.

"Pernah suatu ketika, seorang bendahara kerajaan datang menemuinya dengan melaporkan keuangan yang didapat. Dia memerintahkan agar harta tersebut diketahui oleh rakyat dan disiapkan untuk menghidupi rakyatnya," kata Tenas.

Sultan Syarif Kasim semasa kepemimpinannya menurut Tenas tidak pernah bersentuhan langsung dengan harta atau uang hasil dari kekayaan alam yang dikelola rakyatnya. "Baginya itu najis, bagai kotoran yang harus dihindarkan," katanya.

Sultan Syarif Kasim merupakan pahlawan yang hingga kini amat dihormati dan semua kalangan masyarakat Riau menjadikannya sebagai cerita sejarah maupun legenda termasyhur.

Dia mengabdikan hidupnya secara totalitas untuk bangsa, negara, dan rakyatnya demi mencapai kemakmuran. Mengenyampingkan kepentingan pribadi atau kelomok tertentu demi kemaslahatan rakyat.

Pewaris tahta Kerajaan Siak Sri Indrapura ke-12 tersebut lahir di pusat kerajaan pada 1 Desember 1893. Dia bernama asli Tengku Sulung Sayed Kasim namun lebih populer dipanggil Syarif Kasim.

Ayahandanya adalah Sultan ke-11 yang bergelar Sultan Asysyaidis Syarif Hasyim Abdul Djalil Syaifuddin, memerintah selama 19 tahun sejak 1889 hingga 1908. Sementara bundanya bernama Tengku Yuk, permaisuri kerajaan.

Keputusan berani untuk bergabung ke dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia pada 1945 membuatnya layak menjadi pahlawan nasional. Walaupun ketika itu, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta, para raja-raja di kepulauan Nusantara memutuskan bergabung dan tunduk di bawah kekuasaan Republik Indonesia.

"Sultan Syarif Kasim patut menjadi cermin bagi para pemimpin Riau yang sejauh ini terbukti telah meninggalkan nilai-nilai budaya, kejujuran dan adil serta keterbukaan," kata Tenas.

Nilai Jujur

Sifat Sultan Syarif Kasim yang jujur, sepatutnya menjadi contoh bagi para pemimpin Riau. "Politik, ekonomi, kepemimpinan, ahlak dan sosial budaya harus segera diperbaiki agar kehancuran masa sekarang tidak semakin parah," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Al Azhar.

Kehancuran yang dimaksud Al Azhar adalah keruntuhan moral para pemimpin Riau. Hal itu menurut dia dibuktikan dengan peristiwa korupsi yang menjerat tiga Gubernur Riau secara beruntun.

Pertama adalah Saleh Djasit yang menjabat sebagai gubernur sejak 1998 dan berakhir pada 2004. Dia tersangdung kasus korupsi pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp15,2 miliar.

Saleh kemudian divonis bersalah dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Gubernur selanjutnya yang terbelit kasus korupsi adalah Rusli Zainal, menjabat sejak 2004 hingga 2013. Dia terbukti terlibat kasus suap pembahasan revisi Peraturan Daerah tentang proyek Pekan Olahraga Nasional (PON) serta korupsi penerbitan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Hutan Tanaman (IUPHHKHT).

Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru menjatuhkan vonis hukuman 14 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Namun Rusli mengajukan banding hingga masa hukuman dikurangi menjadi sepuluh tahun penjara.

Gubernur ketiga yang dianggap telah melenceng dari nilai-nilai budaya saat memimpin adalah Annas Maamun. Dia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (25/9) diduga saat bertransaksi suap di kediamannya pada kompleks perumahan elite, Cibubur, Jakarta.

KPK akhirnya menetapkan Annas dan seorang pengusaha Gulat Manurung sebagai tersangka. Dia disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena menerima uang dari pengusaha terkait dengan izin alih fungsi hutan tanaman industri di Riau.

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengistilahkan keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai "hattrick" karena telah menangkap tiga Gubernur Riau secara beruntun dalam sangkaan korupsi.

KPK telah berhasil mencetak tiga "gol" karena sudah tiga Gubernur Riau yang diseret ke pengadilan dengan sangkaan kasus korupsi, kata Koordinator Fitra Riau Usman.

"Dengan demikian, Riau sebenarnya telah masuk "rekor MURI", dan jangan sampai pemecahan rekor korupsi selanjutnya kembali oleh Riau," kata Al Azhar.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian LAMR Al Azhar mengatakan kasus korupsi yang menjerat tiga gubernur itu telah mencoreng nama baik daerah serta menjatuhkan harkat dan martabat masyarakat Riau.

Tidak ada lagi cermin kepemimpinan seorang Raja Sutan Syarif Kasim yang begitu menjunjung tinggi kejujuran. Keruntuhan martabat Riau menurut dia harus segera dibangun kembali dengan nilai-nilai budaya yang selama ini memang masih sebatas simbol pelengkap.

"Sistem politik identitas harus dirubah menjadi politik integritas agar nilai-nilai kejujuran itu kembali tumbuh," katanya.

Cermin kepemimpinan Sultan Syarif Kasim yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan serta keterbukaan kata Al Azhar kini telah hancur, butuh waktu lama untuk menatanya kembali.

Perbaikan ahklak dan moral pemimpin ini harus dimulai dan dilakukan secara bersama-sama. Karena yang terpenting dalam memimpin adalah jujur, adil dan keterbukaan, niscaya kerajaan itu akan kembali jaya dengan dihormati rakyatnya yang makmur tanpa kesenjangan yang terlampau jauh.