Scale Up: Terjadi 39 Konflik Lahan Riau

id scale up, terjadi 39, konflik lahan riau

Scale Up: Terjadi 39 Konflik Lahan Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Perkumpulan Kemitraan Pembangunan Sosial Berkelanjutan (Scale Up) mencatat sepanjang 2013 telah terjadi 39 kasus konflik lahan di Provinsi Riau dengan luasan konflik mencapai 6.800 hektar.

Praktisi Sosial "Scale Up" M Rawa El Amady saat menjadi salah satu pembicara di acara Seminar Dinamika Perkebunan Kelapa Sawit Riau di sebuah hotel di Pekanbaru, Rabu (22/10), mengatakan, konflik lahan tersebut dipicu oleh berbagai hal namun kecenderungan berada pada ketidaktahuan masyarakat dan ketamakan korporasi.

Kemudian menurut dia disebabkan perubahan sosial budaya yang sedemikian pesat. Praktisi Johnston kata Rawa El Amady menyatakan, bahwa perubahan dalam basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan pada aktivitas non basis ekonomi, suatu dampak yang bersifat sekunder.

Kemudian dikatakan juga, bahwa proses transformasi seperti di beberapa tempat tidak berlangsung dengan baik seperti yang dipaparkan oleh Dewi, praktisi sosial (2006) di Kabupaten Landak dan Purwana (2005) di Kabupaten Anggau, Kalimantan Barat, dimana telah menyebabkan marginalisasi bagi penduduk asli.

"Mereka justru mengalami kemunduran ekonomi yang mengenaskan di tengah keberhasilan perusahaan perkebunan dalam mengembangkan usahanya," kata dia.

Studi yang dilakukan di Suku Arfak, Kalimantan Barat, mereka mengalami hal-hal negatif secara tidak langsung mulai dari pendidikan yang minim dan jaminan kesehatan yang sangat terbatas.

Menurut penelusuran, kondisi sama saat ini juga dialami suku asli Riau seperti Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu dan Sakai di sebagian Riau lainnya.

Akibat alih fungsi lahan yang begitu pesat, membuat masyarakat suku asli tersebut menjadi terasingkan dan sebagian memaksa hidup dengan kondisi minim pendidikan dan jaminan kesehatan yang terbatas.

Direktur Eksekutif Scale Up Hary Oktavian mengatakan, masyarakat selalu kalah dalam bersaing memperebutkan lahan hutan dari korporasi.

Maka kemudian, kata dia, sebaiknya seluruh masyarakat petani memahami secara total persoalan yang sedang dihadapi khususnya berkaitan dengan sengketa lahan.

Sehingga ketika ada persoalan, katanya, petani atau masyarakat bisa menunjuk sasaran yang tepat, seperti untuk tingkat dunia, ada yang namanya "Roundtable on Sustainable Palm Oil Roundtable (RSPO)" yang merupakan forum sawit berkelanjutan dunia.

"Forum ini yang harus disasar ketika ada persoalan mengenai persawitan. Karena grup perusahaan perkebunan nasional atau internasional yang memiliki perkebunan di Riau, rata-rata berada atau menjadi anggota di RSPO," katanya.