Akademisi: Periksa Rekam Jejak Calon Kepala Daerah

id akademisi periksa, rekam jejak, calon kepala daerah

Akademisi: Periksa Rekam Jejak Calon Kepala Daerah

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Seorang akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Persada Bunda Pekanbaru menyarankan, agar lembaga terkait untuk melakukan pemeriksaan rekam jejak terhadap seorang calon kepala daerah di Indonesia supaya terbebas masalah hukum.

"Setidaknya rekam jejak tersebut dapat dijadikan sebagai upaya untuk meminimalisir seorang calon kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi," ujar akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Persada Bunda Irfan Ardiansyah SH, MH di Pekanbaru, Rabu.

Menurutnya, lembaga terkait tersebut seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ketika seorang ingin maju menjadi calon bupati/wali kota dan calon gubernur.

Sudah seharusnya seorang calon kepala daerah mendapat pengawasalan kawal saat sebelum menjabat oleh lembaga terkait termasuk harta dan kekayaan diperoleh dari mana. Sedangkan ketika menjabat, maka masyarakat secara bersama-sama mengawal atas amanah yang diberikan termasuk aparat hukum.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sampai Mei 2014 terdapat 325 orang kepala daerah dari total 524 orang kepala daerah di Indonesia yang tersangkut masalah hukum baik statusnya sudah menjadi tersangka atau menjadi narapidana.

Di Riau tercatat sedikitnya tujuh orang kepala daerah pada masa setelah reformasi terjerat kasus korupsi dan tiga orang diantaranya tingkat gubernur yakni Saleh Djasid dan Rusli Zainal yang sudah menjadi narapidana, sedangkan Annas Maamun masih menjadi tersangka.

Kemudian sisanya empat orang lagi tingkat bupati yang sudah menjadi narapidana yakni mantan Bupati Pelalawan Tengku Asmun Jaafar, mantan Bupati Kampar Burhanudin, mantan Bupati Siak Aswin AS, dan mantan Bupati Indragiri Hulu Thamsir Rahman.

"Tentunya harus diatur dalam hukum yang belaku, agar mendapatkan legitimasi. Namun sebenarnya hal itu tidak menjamin seorang calon kepala daerah itu tidak akan tersangkut kasus korupsi, jika sudah menjabat sebagai bupati/wali kota atau gubernur," katanya.

Presiden Joko Widodo telah beberapa kali mengirim daftar nama-nama calon menteri kepada KPK yang melibatkan PPATK sebelum mengumumkan 34 orang pembatunya pada Ahad (26/10) dan diberi nama Kabinet Kerja.

Komisi antirasuah tersebut memberi tanda merah dan kuning untuk beberapa kandidat yang disodorkan mantan gubernur DKI Jakarta itu. Warna merah menandakan nama calon menteri tersebut berarti berpotensi terlibat masalah hukum di KPK.

"Kami tidak pakai istilah lolos atau tidak lolos, tapi memberikan masukan sesuai yang diminta, yang berisiko tinggi kami anggap merah, yang kami anggap kurang kami beri warna kuning," kata Wakil Ketua KPK, Zulkarnain.