Menteri Susi Di Mata Masyarakat Simeulue Dan Pulau Sevelak

id menteri susi, di mata, masyarakat simeulue, dan pulau sevelak

Menteri Susi Di Mata Masyarakat Simeulue Dan Pulau Sevelak

Banda Aceh, (Antarariau.com) - Rabu pagi (12/11) itu cuaca cukup cerah, angin di pinggir laut bertiup sepoi-sepoi sehingga kapal yang melaut tidak terlalu bergoyang.

Suasana itulah yang dialami Anggota DPRK Simeulue, Aceh, Darmili, bersama masyarakat dan wartawan ketika menuju Pulau Sevelak.

Mereka berangkat dari Dermaga Salur, Kecamatan Teupah Barat, pukul 10.00 WIB menggunakan dua kapal cepat berbobot sekitar seton. Setelah menempuh 15 menit perjalanan, mereka menginjakkan kaki di Pulau Sevelak.

Pulau Sevelak, yang berjarak sekitar dua mil laut dari Dermaga Salur, dalam beberapa hari terakhir menjadi pembicaraan karena disebut-sebut pulau itu sudah dibeli Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Sevelak berada dalam Kecamatan Teupah Barat. Pulau itu ditumbuhi pohon kelapa liar dan dikelilingi oleh batu karang.

Sesampai di pulau yang luasnya sekitar 4 hektare itu Darmili dan rombongan disambut Rustam, salah seorang manajer di perusahaan milik Susi yang ditemani stafnya, Edirman dan Widya.

Di pulau itu kadang-kadang ada yang tinggal, karena memang ada fasilitas rumah sederhana dari papan dan getset untuk penerangan pada malam hari.

Menurut Abdul Hamid (40), nelayan Desa Salur yang mengaku pernah mendiami Pulau Sevelak beberapa tahun lalu, tidak ada yang berubah struktur pulau itu sejak 9 tahun lalu.

Sekertaris dan Bendahara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) YARA Ugek Farlian dan Zulfadli yang pernah berkunjung ke pulau itu delapan tahun lalu, atau di awal-awal tahun pertama didiami, mengatakan bahwa tidak ada yang berubah secara mencolok, melainkan pulau itu semakin bersih, pohon-pohon semakin asri dan rindang.

"Kalau dilihat sepintas terkesan pulau itu tidak ada kehidupan dan kegiatan apa-apa, karena kalau melihat ke pantai, ya hanya terlihat bentangan pasir dan ombak. Jadi, memang tidak ada aktivitas apa-apa di pulau ini," katanya.

Bahkan, menurut beberapa orang tua dan warga yang berada di Dermaga Salur, pulau itu selama dihuni tidak pernah terlihat dan terdengar dimanfaatkan untuk yang aneh-aneh juga tidak pernah tertutup untuk umum.

Rahmad, mantan anggota DPRK Simeulue, menyatakan bahwa sejumlah orang yang tinggal di pulau itu, sudah tiga tahun terakhir ini mengemukakan, Susi Pudjiastuti tidak pernah lagi ke sana.

Pada awal pembenahan di pulau itu, menurut mereka, Susi sering ke Simeulue dan selalu menyempatkan singgah di Pulau Sevelak.

Menurut Rahmad, pulau itu dijadikan Susi sebagai tempat berkembang biaknya lobster yang sedang bertelur.

"Jadi, ketika beliau membeli lobster dari nelayan, kemudian menjumpai lobster yang sedang bertelur, maka lobster tersebut diambil dan ditebarkan di Pulau Sevelak dengan tujuan melestarikan udang besar itu," katanya.

Hasil pengembangbiakan itu dimanfaatkan oleh nelayan yang kerjanya mencari lobster, karena udang besar itu akan menyebar ke mana-mana.

Meskipun Susi sering singgah ke pulau tersebut, bukan berarti ia telah membeli kawasan itu, karena di pulau itu hanya menjadi lokasi beristirahat, katanya.

Hal itu juga diperkuat anggota DPRK Darmili, yang juga mantan Bupati Simeulue selama dua periode. Ketua DPD Partai Golkar Simeulue itu menegaskan, tidak ada niat Susi untuk menguasai pulau tersebut.

"Memang Ibu Susi pernah ke Pulau Sevelak, tapi setahu saya tidak ada niat beliau sedikit pun untuk memiliki pulau tersebut," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta semua pihak tidak lagi memojokkan Susi Pudjiastuti soal kepemilikan Pulau Sevelak, karena tidak ada untungnya bagi masyarakat, khususnya nelayan di kepulauan itu.

Darmili menilai, Susi Pudjiastuti telah banyak berjasa kepada rakyat Aceh, khususnya di Kabupaten Simeulue, antara lain memberi semangat para nelayan untuk mau melaut kembali pasca-tsunami 26 Desember 2004.

Ia mengatakan, bisnis jual beli lobster yang dikembangkan Susi di Simelue memberi keuntungan bagi nelayan, minimal motivasi untuk mencari lobster sangat tinggi.

"Kalau sampai Ibu Susi menghentikan bisnisnya di Simeulue, yang rugi nelayan di daerah ini juga," katanya.

Demikian halnya dengan penerbangan, kata Darmili, saat ini tinggal satu armada udara yang menerbangi Simeulue dengan Medan, Sumatera Utara dan Banda Aceh, yaitu pesawat Susi Air, lainnya sudah hengkang.

"Jadi, yang jelas keberadaan Ibu Susi di Simeulue yang diuntungkan adalah masyarakat, khususnya nelayan," ujar Darmili.

Ia pun menceritakan asal muasal Susi menempati Pulau Sevelak pada awal 2005 dengan tujuan sangat mulia.

Waktu itu masyarakat Simeulue yang umumnya tinggal di pesisir pantai mengalami trauma berat pasca-tsunami, dan mayoritas enggan turun dari pengungsian yang berada di ketinggian.

"Bu Susi berinisiatif. Cara konkret untuk mengajak masyarakat agar tidak takut kembali ke laut dengan cara dirinya langsung membuka bisnis di pinggir laut dan tinggal di pulau kecil yang konon berada di tengah laut. Setelah itu keberanian masyarakat mulai muncul kembali," ujar Darmili.

Dalam proses pemanfaatan pulau itu, Darmili menilai, jelas Susi sejak awal tidak ada niat sedikitpun untuk menjadikan pulau tersebut sebagai hak miliknya.

Buktinya, sambung Darmili, surat menyurat kepemilikan pulau itu tidak pernah diurusnya secara legal, sebagaimana lazimnya jual beli dengan segel, akta apalagi sertifikat.

"Melainkan, hanya di atas secarik kwitansi. Itu pun bukan atas nama Bu Susi. Tapi, atas nama Neno Sugiarto, yang kini sudah meninggal," ujarnya.

Dari zaman dulu kala, menurut dia, pulau itu sudah diusahakan masyarakat. Pemilik pertamanya Cut Mandar, yang sudah meninggal, kemudian dijual kepada Mahyudin, yang juga sudah meninggal.

Kemudian, menurut dia, anak almarhum Mahyudin, Jamalauddin (sudah meninggal), semasa hidup menawarkannya kepada Neno Sugiarto.

Sejumlah nelayan di Kecamatan Teupah Barat mengaku selama ini sangat tertolong dengan adanya karyawan Susi yang tinggal di pulau itu. Bahkan, mereka saat dilanda badai bisa langsung berteduh dan makan di pulau itu.

Masalah kepemilikan pulau tersebut juga diperkuat Camat Teupah Barat, M. Junir, yang menyatakan bahwa tidak benar Susi Pudjiastuti telah membeli Pulau Sevelak, karena tidak tercatat soal jual beli tanah dari warga kepada yang bersangkutan.

"Sejauh ini tidak pernah tercatat soal jual beli tanah atau Pulau Sevelak di Kecamatan Teupah Barat dari warga kepada Ibu Susi, dan juga kepada orang lain," katanya.

Junir, yang didampingi Sekretaris Camat Teupah Barat Ahmad, menyatakan bahwa berdasarkan agenda surat menyurat di kantor camat setempat tidak pernah tercatat adanya jual beli Pulau Sevelak.

Pernyataan Junir diperkuat mantan Kepala Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Arbi Ahmad, yang menyatakan bahwa sejak kurang lebih delapan tahun silam pulau ini telah dihuni oleh sekelompok orang yang mengaku adalah karyawan Susi Pudjiastuti, sehingga pulau itu lebih populer disebut Susi Air.

Namun, katanya, secara administrasi status pulau itu tak pernah dimilik secara legal oleh siapa pun, termasuk Susi Pudjiastuti.

"Setahu dan seingat saya tidak pernah ada surat jual beli yang kami keluarkan dari desa. Demikian pun dalam kapasitas kami sebagai saksi juga tidak ada," jelasnya.

Ia menyebutkan, kalau pun ada, maka kemungkinan langsung jual beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan atau notaris.

Tapi, ia menimpali, meskipun ada jual beli di PPAT atau kecamatan atau di notaris, maka pihak desa pasti diberitahu dan ada dokumennya.

Salah seorang notaris di Kabupaten Simeulue, Zulfarji, SH, MKn, juga mengatakan bahwa tidak pernah menangani surat menyurat jual beli maupun sewa menyewa atas nama warga bernama Susi Pudjiastuti.

"Belum pernah kami menangani jual beli atau sewa menyewa atas nama Ibu Susi soal Pulau Sevelak," ujarnya.

Kasubsi Survei Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Simeulue, Syamsuddin, mentarakan bahwa sepanjang dirinya bekerja di Kabupaten Simeulue pasca-tsunami 26 November 2004, maka tidak pernah mengukur tanah di Pulau Sevelak, baik untuk sekadar permintaan ukur untuk kepentingan penyewaan maupun untuk jual beli.

Keterangan Syamsuddin dikuatkan Kepala BPN setempat, Arfat Satya, yakni: "Benar kata Pak Syamsuddin. BPN Sinabang belum pernah mengeluarkan peta ukur juga surat hak milik Pulau Sevelak kepada siapa pun."