Bermodalkan Kemauan, Masyarakat Desa Harapan Jaya Buat Peta Kontur Sendiri

id bermodalkan kemauan, masyarakat desa, harapan jaya, buat peta, kontur sendiri

Bermodalkan Kemauan, Masyarakat Desa Harapan Jaya Buat Peta Kontur Sendiri

Tembilahan, (Antarariau.com) - Masyarakat Desa Harapan Jaya, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir dalam mengelola lahan gambut melakukan pembuatan peta administratif dan kontur tanahnya sendiri melalui kerja sama partisipatif warganya dengan difasilitasi Yayasan Mitra Insani (YMI) sejak tahun 2011.

"Untuk bisa mengantisipasi kebakaran lahan, tentu kita arus tahu wilayah kita dulu. Dengan didampingi YMI, kita turun untuk membuat peta dengan menggunakan GPS setelah dilatih dan mengerti bagaimana caranya memindahkan titik koordinat," kata Kepala Desa Harapan Jaya, Rasidi di desa setempat, Rabu.

Hal tersebut dilakukan sebagai langkah pertama untuk mewujudkan pengelolaan kawasan gambut yang berkelanjutan karena hampir 90 persen wilayahnya memiliki tekstur tanah seperti itu. Desa Harapan Jaya sendiri merupakan eks-transmigrasi yang dimulai sejak tahun 1980an yang berada di tepi Sungai Indragiri.

Pembuatan peta itu berpedoman pada peta transmigrasi yang menyebutkan desa itu memiliki luas 5875 hektare. Proses pembuatan peta dilakukan pada setiap luas 50 meter oleh warga yang berada di sekitar wilayah setempat.

Kemudian setelah peta itu selesai ditemukan bahwa jumlah luas lahan di Harapan Jaya hanya 4.000 hektare. Sisanya berdasarkan peta transmigrasi ternyata merupakan konsesi perusahaan kehutanan, yakni PT Sumatera Riang Lestari (SRL).

Rasidi sebagai kepala desa saat itu bertekad untuk tetap mengamankan wilayah yang dikuasai PT SRL itu. Hal tersebut menyebabkan adanya konflik antara warga dan perusahaan. Bahkan Rasidi sempat ditahan selama sembilan hari di Polres Inhil karena tetap gigih memperjuangkan kepemilikan lahan.

"Saya sempat dipenjara sembilan hari karena mengamankan area transmigrasi berhadapan dengan Perusahaan HTI," katanya.

Selanjutnya, kata dia, setelah peta selesai masalah lainnya juga muncul, yakni kesalahan teknis pada pembuatan parit pada zaman 80-an. Parit memotong kontur sehingga air yang berada di bawah lahan tidak teratur. Ada yang kekurangan dan kelebihan air.

Karena itu, saat ini telah disiapkan "grand design" peta desa pembuatan parit atau kanal untuk menyeimbangkan keberadaan air. Namun untuk hal itu dibutuhkan biaya besar, yakni sebear Rp3,3 miliar dan itupun hanya untuk legalisasinya saja.

Manager Project YMI, Hisam Setiawan mengatakan Desa Harapan Jaya merupakan "pilot project" pengelolaan kawasan gambut secara berkelanjutan sebagai upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan serta peningkatan perekonomian masyarakat sekitar.

"Ini merupakan SEApeat project sustainable peatland management ini South East Asia inisiatif dari Sekretariat ASEAN yang didukung oleh Komisi Eropa," katanya.