OJK: Kerugian Dari Investasi "Bodong" Rp13 Triliun

id ojk kerugian, dari investasi, bodong rp13 triliun

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Otoritas Jasa Keuangan mensinyalir kerugian nasabah yang diduga terjadi akibat investasi "bodong" atau yang mencurigakan sedikitnya mencapai Rp13 triliun.

"Itu diduga (kerugian) dari semua itu ada sekitar Rp13 triliun dari seluruh kegiatan investasi tadi (bodong). Tapi itu tidak semua, karena baru sekitar tiga persen atau Rp3,5 triliun yang sudah terjadi (kerugian)," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis I OJK Lucky Fathul Hadibrata dalam kunjungannya ke Kantor Bank Indonesia Perwakilan Riau di Pekanbaru, Jumat.

Ia menjelaskan, angka dugaan kerugian yang fantastis tersebut berdasarkan pengaduan yang masuk ke OJK langsung maupun melalui layanan "call center" OJK. Sejak awal tahun 2013, lanjutnya, OJK telah menerima 2.772 pengaduan masyarakat terkait kasus investasi "bodong" maupun sengketa industri keuangan.

"Dari jumlah tersebut, ada 262 tawaran investasi dari perusahaan yang berdasarkan pengaduan dicurigai bermasalah," katanya.

Meski begitu, ia mengatakan tidak semua pengaduan yang masuk terbukti investasi bermasalah. Karena itu, ia mengatakan edukasi kepada masyarakat terkait berinvestasi yang sehat perlu terus digencarkan oleh semua pihak.

"Masalahnya adalah pada kebiasaan masyarakat yang masih menginginkan keuntungan yang cepat, bunga yang tinggi di atas normal seperti tiga persen sebulan yang seharusnya tidak mungkin," ujarnya.

Ia mengatakan, pada prinsipnya setiap perusahaan investasi yang legal harus memiliki izin produk misalkan dari Kementerian Koperasi & UMKM, serta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi.

Menurut dia, OJK turut mengedepankan prinsip pembinaan terhadap perusahaan investasi yang potensial untuk memenuhi semua persyaratan sehingga bisa beroperasi secara legal.

Yang lebih penting lagi, lanjutnya, masyarakat harus jeli terhadap berbagai tawaran perusahaan investasi yang menggunakan fasilitas internet.

"Kalau perusahaan alamatnya jelas tak masalah, tapi sekarang banyak perusahaan pakai internet secara online itu banyak yang tak jelas," katanya.