Dishut Riau Dukung Pemerintah Segera Revisi Gambut

id , dishut riau, dukung pemerintah, segera revisi gambut

  Dishut Riau Dukung Pemerintah Segera Revisi Gambut

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Riau menyatakan sangat mendukung langkah pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera melakukan revisi Peraturan Pemerintah No.71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebelum diterapkan Mei 2015.

"Itu (PP Gambut) harus direvisi. Karena itu berupa peraturan pemerintah, maka tentu kementerian yang merevisi. Kami dari daerah sangat setuju dengan revisi yang dilakukan itu," kata Kepala Dishut Provinsi Riau, Irwan Effendi di Pekanbaru, Rabu.

Dia mengatakan, ada pihak-pihak yang telah segaja salah dalam memberi masukan pada pemerintah dengan tujuan membuat malu terutama Kementerian Lingkungan Hidup jelang akhir masa jabatan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Terutama mengenai batasan permukaan air di lahan gambut yang dikunci menjadi maksimal hanya 0,4 meter, sehingga membuat budi daya tanaman baik jenis kelapa sawit yang memerlukan air minimal 0,6 meter dan hutan tanaman industri minimal 0,8 meter tidak bisa hidup.

Bahkan, menurut dia, untuk kedua jenis tanaman budi daya pada lahan gambut khususnya di Riau, memerlukan kawasan permukaan air yang melebihi batas dari jumlah tersebut supaya tanaman bisa dinyatakan aman baik untuk hidup dan berkembang.

"Sawit itu, akarnya jauh ke bawah. Belum lagi kita harus antisipasi banjir di pada permukaan lahan gambut. Kalau tetap diberlakukan seperti itu (0,4 meter), mungkin hanya tanaman kacang tanah yang bisa hidup dan itu pun mungkin payah," ucapnya.

Dari total luas daratan di Provinsi Riau yang berjumlah sekitar 8,9 juta hektare, Irwan mengklaim, sekitar 60 persen atau 5,34 juta hektare diantaranya adalah tanah dan lahan gambut. Kini sebagian diantaranya sudah dimanfaatkan budi daya oleh masyarakat tempatan dan dunia usaha.

Berdasarkan data terakhir khusus lahan gambut di Riau, sekitar satu juta hektare telah dimanfaatkan menjadi hutan tanaman industri, kemudian sebanyak 0,8 juta hektare untuk lahan kelapa sawit, lalu sekitar 0,5 juta hektare lahan pertanian dan perkebunan lainnya.

"Kalau diikutkan teori sebagian dari pakar atau ahli, gambut itu tidak boleh disentuh untuk budi daya karena nanti pasti buat jalan. Tapi kita kan masih dalam pembangunan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat tempatan," katanya, menegaskan.

Kalangan pengamat ekonomi di Riau menilai pemanfaatan budi daya gambut secara benar mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah tersebut karena luas lahan gambut di provinsi itu menjadi salah satu yang terbesar di Pulau Sumatera.

Ediyanus Herman Halim, pengamat ekonomi dari Universitas Riau mengatakan, pertumbuhan ekonomi Riau yang selalu di atas laju ekonomi nasional salah satunya ditopang oleh pengelolaan hutan tanaman industri.

"Namun, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, kita khawatir pertumbuhan ekonomi bakal terganggu," katanya.

Menurut Ediyanus, peraturan pemerintah yang dikeluarkan tersebut sama dengan membatasi ruang gerak pelaku usaha daerah itu yang mempekerjakan ratusan ribu tenaga kerja lokal terutama di sektor perkebunan kelapa sawit dan sektor kehutanan hutan tanaman industri.

"Bukannya kita tidak pro terhadap lingkungan, kita sepakat lahan gambut harus tetap dipelihara dan jangan dibiarkan terkelupas untuk kepentingan para "pemburu". Tapi biarkan lahan itu tetap hidup dan menghidupkan terutama mensejahterakan masyarakat sekitar," ucapnya.