Perangi Kekerasan Lewat Pengembangan Kota Layak Anak

id perangi kekerasan, lewat pengembangan, kota layak anak

Perangi Kekerasan Lewat Pengembangan Kota Layak Anak

Jakarta, (Antarariau.com) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan bahwa salah satu upaya memerangi kekerasan yang melibatkan anak remaja adalah melalui pengembangan Kota Layak Anak (KLA).

"Konsep kota layak anak sangat baik untuk tumbuh kembang anak, sehingga anak tumbuh dengan karakter yang kuat dan jauh dari aksi kekerasan," kata Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Danti di Jakarta, Kamis.

Dia menyatakan hal tersebut terkait maraknya kasus pencurian kendaraan bermotor dengan menggunakan kekerasan atau begal dimana sebagian pelaku masih berusia sekitar 18 tahun.

"Kota layak anak merupakan kebijakan jangka panjang, dimana pendidikan motal, pendidikan karakter, pendidikan formal dan lain sebagainya lebih mudah diakses oleh anak hingga berusia 18 tahun," katanya.

Dengan mengembangkan konsep layak anak, kata dia, pemerintah optimis aksi kekerasan yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku ataupun sebagai korban bisa diminimalisasi.

Dia menambahkan, perlindungan anak harus dilakukan secara menyeluruh seperti hak tumbuh kembang anak, hak untuk berpartisipasi dan hak untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman.

Konsep kota layak anak, menurut dia, akan mengintegrasikan semua aspek kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan bahkan taman bermain untuk menunjang kehidupan anak di Indonesia.

Sementara itu, KPPPA menyatakan prihatin atas kasus begal yang melibatkan anak remaja sebagai pelaku.

Sebelumnya, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyatakan kecenderungan yang berkembang pada saat ini menunjukkan kondisi pelaku begal atau kejahatan lainnya semakin "meremaja" atau "memuda".

"Dengan kata lain, profil pelaku semakin hari semakin banyak yang berusia muda, bahkan ada yang berusia 18 tahun," katanya.

Berdasarkan hal tersebut, KPAI membuat sebuah kajian mengenai pemicu keterlibatan anak remaja pada praktik begal.

Yang pertama, kata dia, pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Kedua, karena disfungsi keluarga, dan yang ketiga karena cara berpikir yang serba instan.

"Faktor selanjutnya atau yang keempat adalah karena dampak dari "bullying" (perundungan) yang kerap dialami," katanya.

Kelima, adalah karena dampak buruk dari tontonan yang mengandung unsur kekerasan.