Pansus: Hutan Lindung Riau Tersisa 25 Persen

id pansus hutan, lindung riau, tersisa 25 persen

Pansus: Hutan Lindung Riau Tersisa 25 Persen

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau menyatakan saat ini hutan lindung yang ada di Riau hanya tersisa 25 persen atau hanya 75 ribu hektare (ha) dari 300 ribu hektare sebelumnya akibat perambahan liar.

"Berdasarkan data yang kita terima dari Instansi terkait, kawasan hutan lindung di Riau sudah banyak berkurang, bahkan maksimal tinggal 25 persen lagi dari total semua," kata Ketua Pansus, Suhardiman Amby di Pekanbaru, Kamis.

Dia mencontohkan kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo yang dari 100 ribu ha sekarang tersisa hanya sekitar 20 ribu ha. Hutan lindung di Bukit Siligi bahkan sudah hampir habis, termasuk Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim dari sekitar 6 ribu ha diduga hanya tinggal 1.000 ha.

"Hutan lindung marga satwa luasannya juga sudah menyusut," tambahnya.

Oleh karena itu, dia menyatakan akan memanggil semua pemangku kepentingan, termasuk perusahaan. Menurut dia, perusahaan perkebunan yang jumlahnya 420 dan perusahaan Hutan Tanaman Industri berjumlah 58 akan dipanggil semua.

"Banyak memang, saat reses anggota dewan nanti akan cek ke lapangan juga, jika tidak sempat akan dibantu dengan alat canggih tofografi untuk melihat kondisi hutan Riau," sebutnya.

Selain itu, dia menyatakan juga akan memanggil Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau untuk mempertanyakan sejauh mana pengawasannya terhadap kawasan hutan lindung. Jika penyusutan akibat perambahan karena pembiaran, maka kata dia ada unsur pidana.

"Pidananya pada instansi terkait yang membiarkannya. Nanti akan kita tanyakan apakah karena kelalaian atau disebabkan sengaja pembiaran atau memang aksi perampokan hutan yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak-pihak lain," tuturnya.

Anggota pansus, Husni Thamrin menambahkan terkait hutan lindung ditempati oleh masyarakat saat ini sudah ada yang menjadi sebuah kampung seperti di TNTN. Hal ini, kata dia, menjadi rumit karena jika diberikan izin itu melanggar tidak hanya nasional saja, tapi akan mendapat tantangan internasional.

"Di Daerah Toro dan Bukit Kusuma saja sudah hampir 9 ribu orang. Itu yang terdata saja. Yang tidak terdata mungkin 15 ribu orang," ungkapnya.