Membangun Kampar Bukan Sekedar

id membangun kampar bukan sekedar

  Membangun Kampar Bukan Sekedar

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bicara pembangunan, tentu bukan sekadar. Sekadar membangun infrastruktur, sekadar membangun sektor kesehatan, pendidikan dan bukan sekadar membangun ekonomi bidang pertanian, peternakan dan kemandirian energi.

Sadar akan hal itu, Pemerintah Kabupaten Kampar kemudian membangun tidak sekadar alakadarnya. Proyeksi tuntas dalam memberantas kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh dijalankan lewat seluruh sektor dengan target kesejahteraan yang merata.

Jefry Noer selama lebih tiga tahun memimpin Kabupaten Kampar, Riau, memiliki misi yang terstruktur melalui Program Lima Pilar Pembangunan yakni meningkatkan akhlak dan moral masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatkan sumber daya manusia, peningkatan kesehatan dan peningkatan infrastruktur.

Saat ini program tersebut dikerucutkan menjadi "3 Zero", bebas kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh. Itu adalah bukti bahwa membangun Kampar bukan sekedarnya.

Soal infrastruktur, Kampar telah mulai membangun segalanya. Mulai dari akses jalan ibu kota hingga pedesaan. Bahkan pembangunan infrastruktur hingga saat ini masih terus berjalan termasuk sejumlah aset wisata Candi Muara Takus dan Air Terjun Tanjung.

Sementara untuk kesehatan, bupati telah mewajibkan seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk buka dan melayani masyarakat selama 24 jam. Kampar menjadi daerah yang pertama menjalankan pelayanan kesehatan "nonstop" di Riau.

"Kalau selama ini, sejak tahun lalu baru Kampar yang sudah sepenuhnya menerapkan puskesmas 24 jam. Tapi tahun ini sepertinya akan bertambah satu lagi yaitu Kabupaten Indragiri Hilir," kata Kepala Dinas Kesehatan Riau, Zainal Arifin yang ditemui di Pekanbaru beberapa waktu lalu.

Zainal mengatakan, apa yang diberlakukan Pemerintah Kabupaten Kampar sebaiknya ditiru kabupaten lainnya dalam penerapan program Puskesmas 24 Jam. Karena ada dukungan penuh dari pemerintah setempat sehingga berjalannya program tersebut.

"Kalau di Kampar itu, pemerintahnya mendukung, baik itu masalah SDM medisnya, sarana dan prasarana pendukung lainnya. Jadi saya rasa harus dicontoh daerah lain," kata Zainal.

Tidak hanya itu, lanjutnya, kepedulian daerah terhadap pelayanan kesehatan juga penting, sehingga berjalannya program Puskesmas 24 Jam tersebut.

Kepedulian Kampar menurut Zainal sudah dibuktikan dengan jalannya program Puskesmas 24 Jam dan pelayanan ke masyarakat yang terus dioptimalkan.

"Puskesmas itu pelayanan dasar bagi masyarakan dan bisa melayani ratusan penyakit. Sehingga masyarakat dengan mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tidak harus ke kota untuk berobat," kata Zainal Arifin.

Kemudian soal pendidikan, Pemerintah Kabupaten Kampar, Riau mulai menerapkan sistem pendidikan gratis mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Menengah dan Atas (SLTP-SLTA) yang berstatus sekolah negeri, sejak 2013.

Tingkatkan Perekonomian

Banyak cara telah dilakukan Pemda Kampar untuk menuju "3 Zero". Salah satunya adalah lewat pelatihan menjahit bagi kalangan ibu rumah tangga dan wanita putus sekolah. Ini adalah upaya untuk mengembangkan industri baju sekolah hingga menjadi sentral di Provinsi Riau.

"Sekarang ini untuk seragam sekolah, kebanyakan daerah-daerah di Riau masih memesannya dari luar provinsi seperti Jawa dan juga Bukittinggi," kata Bupati Kampar Jefry Noer.

Maka dari itu, lanjut dia, ini merupakan peluang bagi Kampar untuk menjadikan daerah ini sebagai pusat perindustrian baju, khususnya untuk seragam sekolah mulai tingkat sekolah dasar hingga menengah atas.

Saat ini kata Jefry, rencana tersebut telah dijalankan di kawasan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu.

Di lokasi ini, kata dia, telah banyak warga yang dilatih untuk mampu menjahit sehingga mendatangkan keuntungan kemudian meningkatkan perekonomian secara mandiri.

"Ini merupakan peluang yang harus dicapai sebagai upaya menyukseskan Program 3 Zero. Bebas kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh," katanya.

Jika masyarakat telah memiliki keterampilan dan keahlian salah satunya jahit menjahit, menurut Jefry dengan sendirinya akan membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan.

"Terkecuali bagi mereka yang memang masuk pada golongan non produktif seperti cacat permanen, hingga janda beranak dan kalangan orang berumur. Namun mereka menjadi tanggung jawab pemda, dimana setiap tahun mereka akan diberikan santunan sebesar Rp3,6 juta untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup," katanya.

Jefry Noer mengatakan, pelatihan jahit menjahit telah dilaksanakan di kawasan P4S sejak lama, diawal kepemimpinannya di Kabupaten Kampar.

Pada Maret 2015, lanjut dia, telah ada dua kelompok lagi yang mengikuti pelatihan jahit menjahit. Satu kelompok terdiri dari 90 orang sehingga totalnya ada sebanyak 180 orang. Mereka akan menularkan keahlian kepada masyarakat lainnya, lebih luas.

"Mereka diajarkan keahlian menjahit khususnya untuk seragam sekolah. Harapannya, nanti mereka dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan pakaian sekolah di Kampar dan bahkan Riau," katanya.

Bayangkan saja, lanjut Jefry, saat ini di Kampar terdapat 166 ribu pelajar yang dalam setahun mereka membutuhkan dua pasang pakaian sekolah.

Dengan demikian, kata dia, maka kebutuhan pakaian seragam sekolah untuk di Kampar saja mencapai lebih 300 ribu pasang. Belum termasuk daerah lainnya di Riau.

"Untuk di Riau saat ini diperkirakan ada sebanyak 1 juta pelajar yang membutuhkan dua pasang pakaian sekolah setiap tahunnya. Artinya, kebutuhan seragam sekolah untuk pelajar di Riau adalah 2 juta pasang," katanya.

Menurut Jefry, jika Kampar mampu untuk memproduksi baju seragam sekolah, mengapa harus pesan ke daerah lain seperti Bukittinggi Sumatera Barat dan Jawa. Bahkan Kampar siap untuk memproduksi baju sekolah untuk memenuhi kebutuhan seluruh kabupaten/kota di Riau.

"Jika ini terwujud, maka akan mempercepat keberhasilan program untuk memberantas kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh," katanya.

Meski demikian, program pemberdayaan wanita ini bukan tidak memiliki hambatan dan rintangan. Sebagian pihak memandang program tersebut tidak berjalan baik. Namun fakta berkata lain, saat ini telah ada ratusan alumni P4S menjadi penjahit profesional, bahkan telah mewariskan keahliannya kepada ratusan bahkan ribuan wanita lainnya. Ini bukti, upaya meningkatkan ekonomi masyarakat telah berjalan lewat pelatihan menjahit.

Rumah Tangga Mandiri Pangan Energi

Sementara itu untuk meningkatkan ekonomi masyarakat bidang pertanian, peternakan dan kemandirian energi, Jefry menyinergikannya melalui Program Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi (RTMPE). Program ini merupakan yang terbaru dan telah menyita perhatian berbagai kalangan, baik pejabat pemda, pemerintah pusat, TNI dan Polri serta masyarakat luas.

"Program ini sakarang menjadi perhatian khusus karena sangat potensial untuk mempercepat tercapainya 3 Zero, Kampar bebas dari kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh," kata Jefry Noer saat berbincang di Hotel Wisata Tiga Dara, Kubang Jaya, Siak Hulu, Kampar, Sabtu (25/4).

Program RTMPE ini mengedepankan pemanfaatan lahan sempit untuk menghasilkan berbagai kebutuhan rumah tangga yang lebih dari cukup. Hanya dengan luas lahan seribu meter persegi, nantinya setiap rumah tangga dapat memelihara empat ekor sapi bila sapinya merupakan sapi Brahmana, namun bila yang dipelihara sapi Bali maka jumlahnya bisa enam ekor, dan untuk lahan seluas 1.500 meter persegi, maka akan bisa lebih banyak lagi.

Kemudian, dibangun pula lokasi untuk pemeliharaan ayam petelor dengan hasil lebih kurang 50 butir telor per hari. Selanjutnya juga ada kolam untuk perikanan. Sementara untuk tanaman, rumah tangga mandiri dapat menanam berbagai jenis sayuran yang menjadi kebutuhan pokok, mulai dari bawang, jamur, cabai, dan lainnya.

Selanjutnya dari sapi yang dipelihara tersebut, juga akan menghasilkan lebih kurang 40 liter urine per hari yang akan diolah menjadi biourine dimana harganya bisa mencapai Rp25 ribu per liter. Biourine dapat digunakan untuk pupuk perkebunan berkualitas tinggi, begitu juga dengan kotoran padat yang dihasilkan sapi-sapi tersebut juga dapat menghasilkan biogas sebagai alternatif bahan bakar.

Jefry Noer mengatakan, melalui program ini masyarakat benar-benar akan sejahtera jika serius melaksanakannya. Karena hasilnya tidak main-main, bisa membuat masyarakat yang tadinya miskin menjadi jutawan dan tidak kebingungan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

"Mau masak tinggal beli garam, dan bumbu-bumbu saja. Mau bawang, cabai dan sayuran, tinggal dipanen di halaman rumah. Untuk masak, sudah ada biogas dan ikan yang dipelihara sendiri," katanya.

Jefry merincikan, jika program ini dijalankan dengan baik dan serius, maka hasilnya juga lebih dari memuaskan. Seperti biourine hasil dari air kencing sapi yang dipelihara, per bulannya dapat menghasilkan lebih seribu liter.

"Anggap saja yang jadi atau berhasil diolah itu 250 liter, artinya sudah menghasilkan uang lebih dari Rp6 juta. Belum lagi dari hasil pertanian dan perikanan yang jika serius dijalankan juga akan mendatangkan uang. Minimal itu pendapatan masyarakat lewat program ini mencapai Rp10 juta. Itu minimal," katanya.

Pada program ini, Jefry Noer memberikan pembelajaran bagi masyarakat, bahwa banyak yang dapat dimanfaatkan dari lahan yang sempit. Bahkan inovasi yang dikedepankan memberikan pelajaran; bahwa ternyata limbah ternak memiliki harga jual yang melebihi harga dari hewan peliharaan itu.

"Dalam program ini, semuanya dibalik. Jika selama ini masyarakat menganggap sapi sebagai hewan ternak yang berharga, ternyata limbah atau kotorannya jauh lebih berharga. Bahkan air kencingnya bisa lebih mahal dari susu yang dihasilkan, bahkan lebih mahal dari minyak," kata Jefry.

Dengan demikian, maka sebenarnya pembangunan di Kampar telah dilakukan secara merata dan bukan sekadar atau alakadarnya.

Membangun Kampar bukan sekedar pendidikan.

Membangun Kampar bukan sekedar kesehatan.

Membangun Kampar bukan sekedar pertanian.

Membangun Kampar bukan sekedar peternakan.

Membangun Kampar bukan sekedar ketahanan energi.

Membangun Kampar disegala sektor demi terwujudnya "3 Zero", terbebas dari masalah kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh. (adv)