Buruh: PP Gambut di Pesan Asing

id buruh pp gambut di pesan asing

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kalangan buruh di Riau menyakini terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut merupakan pesanan pihak asing, karena akan mengorbankan tenaga kerja dan petani di sektor budi daya gambut.

"Bagi kami, pemerintah Republik Indonesia ini jangan menjadi corongnya asing. Menurut kami, ini (PP Gambut) adalah bentuk pesanan," ujar Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Riau, Patar Sitanggang di Pekanbaru, Senin.

Seperti diketahui, terbitnya regulasi gambut merupakan turunan dari Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di bulan September 2014.

Terbitnya peraturan pemerintah itu, menurut Sitanggang, dinilai belum sempat memikirkan kepentingan dari kaum buruh yang harus menghidupi dirinya dan keluarganya dengan berkerja pada sektor perkebunan dan industri kertas di Riau sekitar 220 ribu orang.

Belum lagi kepentingan petani perkebunan seperi kelapa sawit di provinsi itu karena berdasarkan data dinas perkebunan setempat, dari 2,3 juta hektare diantaranya 55,4 persen merupakan milik warga tempatan di Riau. Sedangkan milik swasta 41,2 persen dan miliki pemerintah 3,4 persen.

"Karena PP Gambut ini merupakan pesanan, maka jangan mengorbankan kepentingan rakyat terutama kaum buruh. Kami akan lakukan penolakan keras, ketika ada pengurangan tenaga kerja akibat peraturan pemerintah tersebut," tegasnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini sedang menampung dan mengumpulkan berbagai masukan dari pemangku kepentingan khususnya pelaku bisnis untuk merevisi PP Gambut yang bakal diterapkan diperkirakan pada bulan Mei 2015.

"Kita pemerintah sekarang ini posisinya sebagai simpul negosiator. Negosiasi antara berbagai kepentingan, baik pelaku usaha seperti hari ini, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat," kata Sekjen Kementerian LHK, Hadi Daryanto.

Kementerian LHK mencatat, saat ini luas lahan gambut mencapai 14 juta hektare (ha), sedangkan lahan gambut yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha mencapai 7 juta ha.

Dari 7 juta ha, kini tersisa sekitar 3,6 juta ha karena 1,7 juta ha lahan sudah dimanfaatkan untuk areal perkebunan kebun sawit dan 1,7 juta ha untuk hutan tanaman industri.