KPK Periksa Saksi Kasus Nazaruddin Di Pekanbaru

id , kpk periksa, saksi kasus, nazaruddin di pekanbaru

  KPK Periksa Saksi Kasus Nazaruddin Di Pekanbaru

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa enam orang saksi di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.

"Sudah tiga hari (pemeriksaan), total sudah enam saksi dan hari ini kita panggil dua orang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dihubungi wartawan dari Pekanbaru, Kamis.

Ia mengatakan, pemeriksaan dilakukan di Pekanbaru karena sebagian besar saksi berdomisili di daerah tersebut.

Hanya saja, Priharsa tidak bisa merinci saksi-saksi tersebut satu per satu.

"Kalau kemarin ada Nazir Rahmat yang diperiksa," katanya.

Pada Kamis ini, penyidik KPK menjadwalkan untuk memintai keterangan dua orang saksi yakni M Nazir dan Rita Zahara yang keduanya merupakan saudara kandung Nazaruddin.

M Nazir merupakan adik Nazaruddin dan pernah menjadi anggota DPR periode 2009-2014.

Ia telah dua kali dipanggil KPK pada 30 Desember 2014 dan 15 April 2015.

Sedangkan, Rita Zahara merupakan kakak kandung Nazaruddin.

Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap dua orang saudara kandung Nazaruddin tersebut di Sekolah Polisi Negara (SPN) Pekanbaru.

Namun, keduanya dipastikan mangkir.

"Ada dua orang yang dipanggil, namun batal hadir. Kita sudah tunggu sampai pukul 13.00 WIB ini," ujar salah seorang penyidik tanpa menjelaskan alasan ketidakhadiran dua saksi itu.

Nazaruddin, yang merupakan terpidana tujuh tahun perkara suap Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang, diduga melakukan pencucian uang karena membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek wisma atlet SEA Games 2011.

Pasal yang disangkakan terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu adalah Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider pasal 5 ayat 2, subsider pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.

Sedangkan pasal tindak pidana pencucian uang yaitu Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Kasus tersebut terungkap saat mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis bersaksi dan mengungkapkan bahwa perusahaan milik Nazaruddin Permai Grup membeli saham PT Garuda Indonesia senilai total Rp300,85 miliar pada 2010.

Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan oleh lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup.

Rincian saham itu terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan "fee" Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas.

Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement) dan transfer sebanyak dua kali.