Terbebas KUR Dari Citra Produk Rezim Lama

id terbebas kur, dari citra, produk rezim lama

Terbebas KUR Dari Citra Produk Rezim Lama



Sambungan dari hal 1 ...

Akses Khusus

Meski telah ada evaluasi namun pada praktiknya KUR dianggap belum pro-koperasi. Menurut Ketua Bidang Usaha Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) Iwan Setiawan koperasi seharusnya mendapatkan akses khusus dalam program KUR.

"KUR seharusnya memiliki konsep dan skema khusus untuk koperasi, jangan memposisikan koperasi sebagai lembaga "channeling" yang sama dengan yang lain. Dalam koperasi ada asas sosial dan ekonomi yang harus dipertimbangkan sekaligus," tutur Iwan Setiawan.

Iwan yang juga Ketua Umum Koperasi Sejahtera Bersama Bogor itu berpendapat, jika koperasi mendapatkan akses khusus dalam program KUR maka banyak keuntungan yang bisa sekaligus didapatkan.

Dana KUR yang disalurkan kembali dari koperasi akan digunakan untuk memperkuat anggotanya yang sebagian besar pelaku usaha mikro.

"Selama ini pelaku usaha mikro juga kerap kali kesulitan melengkapi persyaratan mengakses KUR ke bank, jadi kalau diarahkan ke koperasi persyaratan bisa lebih sederhana dan kami bisa melatih mereka jika sudah "bankable" untuk mengakses dana ke bank," ujarnya.

Selain itu, KUR channeling melalui koperasi juga akan mendorong masyarakat untuk berkoperasi karena koperasi hanya akan melayani dan menyejahterakan masyarakat anggotanya.

Namun pada praktiknya kini, meski ada skema khusus KUR untuk channeling tetapi belum cukup menguntungkan dan kompetitif bagi koperasi.

"Pada praktiknya belum banyak anggota Askopindo yang mengakses KUR, padahal perkuatan modal khususnya bagi koperasi simpan pinjam sangat diperlukan," katanya.

Tahun lalu untuk KUR linkage program khususnya untuk lembaga keuangan termasuk koperasi dan lembaga ventura, suku bunga yang diberikan sebesar 14 persen pertahun dengan plafon kredit sampai dengan Rp2 miliar.

Tahun ini KUR mikro mengalami evaluasi dengan plafon Rp25 juta, bunga turun menjadi 21 persen dari 22 persen, dan bank pelaksana sementara BRI, Mandiri, dan BNI serta beberapa BPD yang NPL-nya di bawah 5 persen.

Kuota Sektor

Usulan lain terkait KUR pun kemudian bermunculan. Salah satunya, Pemerintah diminta untuk menerapkan kebijakan kuota sektor untuk KUR agar program itu mampu secara konkret mendukung target pembangunan.

"Idealnya kebijakan kuota sektor diterapkan pada KUR agar bank tidak hanya bermain di sektor perdagangan yang selama ini memang sudah dianggap sebagai sektor yang paling menggiurkan," imbuh Ketua Umum Asosiasi Kader Sosial Ekonomi Strategis (Akses) Suroto.

Ia mengemukakan, jika kebijakan kuota tidak diterapkan maka program KUR mungkin saja tidak mendukung pencapaian program pemerintah, misalnya, dalam hal ketahanan pangan.

Padahal, menurut dia bank-bank yang ditunjuk sebagai bank pelaksana adalah bank BUMN yang seharusnya berperan sebagai agen pembangunan.

"Kebijakan ini memperlihatkan bahwa Pemerintah tidak kuat negosiasinya ketika menghadapi tekanan pemegang saham swasta di bank BUMN yang tujuannya mengejar keuntungan," tukasnya.

Program KUR sejak akhir tahun lalu sempat dimoratorium untuk kepentingan evaluasi hingga diluncurkan kembali pada Mei 2015.

Sebelumnya program KUR sempat dianggap kurang tepat sasaran, karena banyak diantaranya diakses oleh pengusaha yang sudah bankable dengan plafon yang terlalu besar.

Suroto menilai batasan plafon baru Rp25 juta dan diberikannya penjaminan lebih tinggi untuk prioritas sektor pada usaha pertanian dan perikanan dibandingkan sektor perdagangan itu sudah baik.

"Hanya saja yang akan terjadi nanti bank pasti akan tetap mencairkan prioritas pada sektor yang dianggap rendah risiko karena tidak ada batasan kuota sektor," tuturnya.

Hasil evaluasi lain terhadap KUR berupa pemangkasan suku bunga dari 22 persen menjadi 21 persen dinilainya masih terlalu tinggi.

"Dalam praktiknya suku bunga efektif bisa lebih dari itu di lapangan. Idealnya kalau mau menolong usaha kecil sebaiknya suku bunganya sekitar 18-19 persen pertahun," ujarnya.

Selain itu, kata dia, sebetulnya program KUR ini juga bisa dimodifikasi.

Ia berpendapat seharusnya KUR bisa dibentuk dalam dua format yakni format yang dikelola melalui bank dan format koperasi sehat yang ditujukan untuk prioritas usaha pangan anggotanya melalui basis koperasi pertanian dan perikanan.

"Jadi ada insentif untuk koperasi yang sekaligus bisa digunakan sebagai instrumen untuk mengangkat kembali peran penting koperasi," tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran perbankan pelaksana KUR karena jika Pemerintah bisa mengefektifkan fungsi BUMN sebagai agen pembangunan, maka Indonesia tidak perlu lagi bank khusus pertanian, perikanan, atau UKM.