Calon Tunggal Dinilai Tidak Cerminkan Demokrasi

id calon, tunggal dinilai, tidak cerminkan demokrasi

 Calon Tunggal Dinilai Tidak Cerminkan Demokrasi



Sambungan dari hal 1 ...

Teten mengatakan bahwa pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menyukseskan pilkada serentak, termasuk penanganan parpol yang bersengketa. "Presiden sudah menugaskan Pak JK (Wakil Presiden Jusuf Kalla) untuk menyelesaikan masalah partai yang masih memiliki dua kepengurusan agar melakukan islah sementara. Islah terbatas mengenai pencalonan," katanya.

Menurut dia, pemerintah mengajak semua parpol untuk menyukseskan pilkada serentak sekaligus membangun kualitas demokrasi. "Saya kira ini kesempatan bersama membangun kualitas demokrasi ke depan," kata Teten Masduki.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa perpu terkait dengan keberadaan calon tunggal dalam pilkada tidak mendesak untuk diterbitkan.

Tjahjo berpendapat bahwa jika hanya ada sedikit daerah yang terdapat pasangan calon tunggal sebagai peserta pilkada, daerah tersebut tidak harus dipaksa menggelar pilkada pada tahun ini.

"Yang perlu diperhatikan adalah apakah jumlah daerah yang terdapat calon tunggal itu signifikan atau tidak untuk tetap pilkada. Sepengetahuan saya, hanya ada 15 daerah, sampai kemarin, yang dikhawatirkan hanya ada pasangan calon tunggal. Akan tetapi, kan sudah ada (yang mendaftar)," kata Tjahjo di Jakarta, Senin (27/7).

Mendagri juga yakin tidak akan ada pasangan calon tunggal yang akan mendaftar pilkada ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah.

Ia mengatakan bahwa setidaknya akan ada dua pasangan calon, baik itu yang diusung partai maupun calon perseorangan. "Saya optimistis tidak ada (calon tunggal). Seandainya pun nanti ada, saya rasa itu juga tidak perlu perpu karena tidak genting, dan tidak memaksa kondisinya," katanya.

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pencalonan, Pasal 89 Ayat (1) dan (4), disebutkan bahwa KPU daerah memperpanjang masa pendaftaran pasangan calon jika hanya terdapat satu pasangan yang mendaftar.

Jika sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran tetap tidak ada yang mendaftar, daerah yang bersangkutan akan diikutsertakan pada pilkada gelombang berikutnya.

Terkait dengan persiapan pelaksanaan pilkada serentak gelombang pertama, KPU di 269 daerah sejak Minggu (26/7) lalu telah membuka pendaftaran calon kepala daerah, baik melalui usungan partai politik maupun calon perseorangan. Pendaftaran dibuka selama tiga hari, yaitu hingga Selasa (28/7) pukul 16.00 di masing-masing daerah.

Pada hari pertama pendaftaran pasangan calon kepala daerah, KPU telah menerima berkas syarat pencalonan dari 236 pasangan calon, 178 pasangan di antaranya merupakan calon independen, sedangkan sisanya merupakan pasangan calon yang diusung parpol.

Pilkada serentak rencananya berlangsung di sembilan daerah provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota.

Bumbung Kosong

Komisi Pemilihan Umum tidak akan membuat peraturan terkait dengan wacana penerapan mekanisme "bumbung kosong" atau penempatan gambar kosong di samping calon tunggal jika pilkada hanya diikuti pasangan calon tunggal.

Ketua KPU RI Husni Kamil Manik ketika ditemui di Kantor Pusat KPU, Jakarta, Jumat (24/7), mengatakan bahwa mekanisme tersebut tidak memiliki dasar, dan UU Nomor 8 Tahun 2015 juga tidak mengenal istilah "bumbung kosong".

"Tidak ada pilihan lain selain menunda. Harus jadi perhatian parpol karena ini juga urusan parpol," katanya ketika ditanya mengenai keberadaan instrumen lain yang menjamin penyelenggaraan pilkada bila hanya terdapat pasangan calon tunggal.

Presiden RI Joko Widodo, Kamis (24/7), menggelar rapat membahas persiapan pemilihan kepala daerah serentak yang akan berlangsung pada tanggal 9 Desember mendatang.

Sejumlah hal yang ingin diketahui Presiden, antara lain terkait dengan perkembangan pembahasan pendanaan pengamanan pilkada, serta islah terbatas di Partai Golkar dan PPP menyangkut pencalonan kepala daerah.

Dalam rapat tersebut, muncul wacana mengenai penerapan mekanisme "bumbung kosong" jika pilkada hanya diikuti pasangan calon tunggal. "Presiden tidak memberikan respons terkait dengan usulan "bumbung kosong" tersebut, jadi hanya sebatas wacana dari pihak tertentu," kata Husni.

Terkait dengan wacana itu, menurut dia, masih harus dilakukan diskusi panjang apabila diterapkan pada periode pemilihan kepala daerah selanjutnya.

Sebelumnya, DPC Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Kota Surabaya pernah memunculkan wacana "bumbung kosong" untuk pilkada. "Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menyadari adanya hambatan konstitusional. Bahwa itu tidak ada dasar hukumnya. Akan tetapi, sebagai ide, para pembuat kebijakan harus menangkap ini sebagai fakta agar tidak kemudian muncul calon boneka yang sekadar jadi pendamping agar pemilu bisa berlangsung," kata Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Didik Prasetyo kepada Antara di Surabaya, 9 Juli lalu.

Menurut dia, PDI Perjuangan melihat fakta bahwa calon bisa sangat kuat elektabilitasnya sehingga kontestasi pilkada menjadi mudah ditebak pemenangnya, dan mengurangi ketertarikan calon pesaing, baik dari partai maupun perseorangan.

Didik memandang perlu dicarikan solusi hukum terkait dengan pasangan calon tunggal. Selama ini, telah dikenal istilah "bumbung kosong" dalam pemilihan kepala desa.

"Bumbung kosong ini dimaksudkan agar saat terpilih, calon tahu ada sekian persen pemilih yang tidak setuju. Bahkan, fakta di beberapa tempat, bumbung kosong tersebut menang," ujarnya.

Landasan hukum mengenai penundaan pemilihan kepala daerah apabila hanya terdapat satu pasangan calon, tertuang dalam Pasal 49 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dan Pasal 89 PKPU Nomor 12 Tahun 2015.

Sementara itu, KPU menyatakan bahwa pengaturan terkait dengan keberadaan pasangan calon tunggal tidak melanggar undang-undang meskipun berdampak pada penundaan pilkada di suatu daerah.

Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa pengaturan tersebut dibuat justru untuk menjamin pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak dapat berlangsung Desember, sesuai dengan perintah UU No. 8/2015.

"Perlu diketahui bahwa pilkada tidak bisa dilaksanakan hanya dengan satu pasangan calon. Justru pembatasan masa pendaftaran, jika hanya ada satu pasangan calon, itu memberikan kejelasan pilkada serentak dapat dilaksanakan 9 Desember nanti," kata Hadar di Jakarta.

Jika KPU menunggu sampai terdapat lebih dari satu pasangan calon, tahapan-tahapan lain akan terganggu, seperti verifikasi peserta, pelaksanaan kampanye, dan pendistribusian logistik.

"Kalau dia mendaftar, misalnya, sebulan sebelum pemungutan suara, tahapan yang sudah disusun itu akan terganggu. Maka, kami mengatur masa pendaftaran diperpanjang satu kali saja. Kalau tidak ada yang mendaftar lagi (atau hanya ada satu pasangan calon), ya, sudah kami akan sertakan ke pilkada gelombang berikutnya pada tahun 2017," ujarnya.

Ingkari Kepentingan Publik

Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya M. Syaiful Aris menilai penundaan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya dari 2015 menjadi 2017 karena alasan calon tunggal, justru mengingkari kepentingan publik.

"Secara regulasi, penundaan dari 2015 menjadi 2017 merupakan hal yang masih bisa diterima karena proses transisi UU Pilkada dari pilkada individual menjadi pilkada serentak," katanya kepada Antara di Surabaya, 24 Juli lalu, menanggapi potensi calon tunggal dalam Pilkada Surabaya dengan munculnya pasangan calon Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana tanpa tandingan.

Namun, kata dia, proses transisi itu tidak boleh mengingkari kepentingan publik meski penundaan itu sendiri tidak salah. Pasalnya, regulasi yang berlaku memang hanya mencantumkan persyaratan minimal pilkada serentak dengan dua calon, dan bisa ditunda apabila belum terpenuhi.

"Kalau ada penundaan, berarti para politikus tidak melihat kepentingan publik, tetapi kepentingan pribadi sebab syarat adanya penundaan yang tepat bukan calon tunggal, melainkan bencana alam, kerusuhan massal, dan kecurangan masif," katanya.

Oleh karena itu, mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya itu menyarankan DPR RI untuk mempermudah persyarakatan untuk calon perseorangan melalui revisi UU Pilkada, misalnya persentase suara minimal hendaknya tidak terlalu berat untuk mereka.

"Dengan demikian, calon perseorangan akan mudah muncul sehingga calon tunggal tidak akan terjadi sebab calon tunggal itu lebih banyak karena politis, bukan untuk kepentingan publik," katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Jawa Timur memandang perlu ada perpu untuk mengatasi adanya calon tunggal sebab untuk menunggu revisi UU itu perlu waktu lama. "Perpu yang diterbitkan tersebut harus memuat substansi tentang perpanjangan fase pendaftaran calon dengan durasi yang ditetapkan," kata anggota AIPI Jatim Ucu Martanto.

Dosen FISIP Unair Surabaya itu mengatakan bahwa perpanjangan fase pendaftaran calon itu tetap menghasilkan calon tunggal maka ada klausul yang bersifat solusi.

"Apakah calon tunggal itu langsung disahkan atau perlu pemilihan melawan bumbung kosong. Itu harus diatur agar tidak berkepanjangan," ujarnya didampingi Ketua AIPI Jatim Priyatmoko.

Sementara itu, KPU Kota Surabaya menyatakan terbitnya PKPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PKPU 9/2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah, maka pelaksanaan Pilkada Surabaya tahun ini berpotensi ditunda hingga 2017 jika calonnya tunggal setelah perpanjangan pendaftaran tiga hari.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memprediksikan empat dari 19 daerah di Jawa Timur berpotensi memiliki satu pendaftar pasangan calon, atau calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2015.

Komisioner KPU RI Arief Budiman di sela kunjungan ke KPU Kabupaten Sidoarjo, Minggu (26/7), menyebutkan empat daerah yang berpotensi hanya memiliki satu pendaftar pasangan calon, yakni Pacitan, Surabaya, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Blitar.