Manager Keuangan BUMD Bengkalis Dituntut 16 Tahun Penjara

id manager keuangan, bumd bengkalis, dituntut 16, tahun penjara

Manager Keuangan BUMD Bengkalis Dituntut 16 Tahun Penjara

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Jaksa Penuntut Umum menuntut Manager Keuangan Direktur PT Bumi Laksamana Jaya, Ari Setyanto, dengan 16 tahun penjara terkait statusnya sebagai terdakwa dugaan korupsi penyelewengan modal pemerintah Kabipaten Bengkalis sebesar Rp300 miliar.

Tuntutan tersebut disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkalis, Syahron Hasibuan, di sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Ketua Ahmad Pudjoharsoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Senin petang.

"Terdakwa telah sah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi melanggar undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan pidana 16 tahun penjara," kata Syahron saat membacakan amar tuntutan.

Selain itu, JPU juga menuntut kepada terdakwa untuk membayar uang denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp400 juta.

"Uang pengganti harus dibayar dalam rentang waktu satu tahun setelah Inkrah. Dan jika tidak dapat membayar maka harta benda akan disita. Sementara jika tidak mampu membayarnya maka diganti dengan delapan tahun penjara," lanjut Syahron.

Tuntutan yang diterapkan kepada terdakwa lebih ringan dibandingkan dengan koleganya Yusrizal Andayani yang merupakan Direktur perusahaan daerah yang didirikan pada 2001 silam tersebut.

JPU menilai bahwa terdapat sejumlah hal yang meringankan terdakwa yakni selama menjalani persidangan yang bersangkutan selalu kooperatif dalam memberikan keterangan. Selain itu terdakwa juga menyesali perbuatannya dan belum pernah tersangkut masalah hukum.

Sebelumnya Yusrizal Andayani dituntut 18 tahun 6 bulan penjara dan diwajibkan membayara uang pengganti sebesar Rp69 miliar. Uang pengganti tersebut harus dibayarkan dalam tempo satu tahun atau jika tidak mampu membayar diganti dengan sembilan tahun penjara.

Selain itu, Syahron juga menuntut kepada terdakwa Yusrizal untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider empat bulan penjara.

Yusrizal Andayani dan Ari Setyanto menjadi pesakitan karena diduga menyelewengkan dana sebesar Rp300 miliar dari APBD Bengkalis tahun 2012. Dana tersebut sedianya digunakan untuk membangun sejumlah pembangkit listrik di Bengkalis guna keperluan industri dan masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kedua terdakwa justru menyebarkan dana itu ke sejumlah perusahaan yang tidak ada relevansinya dengan pembangunan PLTGU.

Dalam amar tuntutannya JPU menjelaskan dari keterangan sejumlah saksi termasuk Calon Petahana Kepala Daerah Bengkalis Herliyan Saleh dana tersebut diselewengkan dengan tanpa melalui RUPS.

Belakangan keterangan tersebut dibantah oleh kedua terdakwa yang menyebutkan bahwa penyebaran dana ke perusahaan sesuai dengan RUPS.

Menanggapi tuntutan JPU, kuasa hukum terdakwa Arif Gunawan dari kantor pengacara Yusril Ihza Mahendra menilai tuntutan tidak irasional. "Dalam tuntutan JPU, terdakwa disebut menghilangkan salah satu pon dalam Perda penyertaan modal. Bagaimana bisa produk legislatif diakali oleh seorang Direktur," bantahnya.

Untuk itu ia mengatakan akan segera merumuskan pledoi terkait tuntutan JPU.

Sebelumnya Kejaksaan Negeri Bengkalis mencium adanya dugaan korupsi dalam prose pembangunan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU). Selanjutnya Kejari Bengkalis menggiring dua terdakwa yakni Yusrizal Andayanai selaku Direkur PT BLJ dan Ari Suryanto selaku Mantan staf keuangan PT BLJ.

Kedua terdakwa diketahui menyebabkan kerugian pada negara, dimana dana APBD Bengkalis sebesar Rp300 miliar tidak digunakan sepenuhnya sesuai peruntukan untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap, namun Rp265 miliar nya justru dialirkan ke sejumlah peneriman alira dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua terdakwa dijerat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.