Mencari Komandan Ideal Demi Sukses Multievent 2016-2018

id mencari komandan, ideal demi, sukses multievent 2016-2018

Mencari Komandan Ideal Demi Sukses Multievent 2016-2018



Oleh Yashinta Difa P.

Jakarta, (Antarariau.com) - Kontingen Merah-Putih akan menghadapi tiga multi event olahraga internasional yaitu Olimpiade 2016, SEA Games 2017, dan Asian Games 2018.

Pemerintah dalam hal ini Kemenpora, didukung oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) menetapkan target bagi masing-masing kejuaraan antarbangsa tersebut.

Pada Olimpiade di Rio de Janeiro, Brazil, prestasi Indonesia diharapkan masuk 30 besar, sedangkan pada SEA Games di Kuala Lumpur, Malaysia, kontingen Merah-Putih harus berada di peringkat kedua dari 11 negara peserta.

Selain itu, Indonesia sangat ingin menunjukkan taringnya sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Games dengan masuk 10 besar.

Demi sukses merealisasikan target-target tersebut, dilakukan pemilihan Ketua Satlak Prima baru yang akan memiliki andil besar dalam pembinaan para elit atlet untuk dikirimkan mewakili negara ini di kompetisi internasional.

Setelah melalui beragam tahapan seleksi, pada Jumat (28/8) di Wisma Kemenpora, Jakarta, digelar uji kelayakan (fit and proper test) bagi ketujuh calon Ketua Satlak Prima terbaik.

Ketujuh calon tersebut yaitu Suwarno yang kini masih menjabat sebagai Kasatlak Prima, Ketua Umum PB PODSI Achmad Sutjipto, anggota Dewan Pakar PB PRSI Lukman Niode, mantan perenang nasional Richard Sam Bera, Sekjen PP PBSI Anton Subowo, akademisi UNJ Mulyana, dan Wasekjen PB PJSI Sadiq Algadri.

Dalam waktu sekitar 50 menit, setiap calon diberi kesempatan untuk memaparkan visi misinya, sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh 10 anggota Dewan Pelaksana Prima.

Suwarno, yang menjabat Ketua Satlak Prima sejak 2014, ingin memperbanyak "training camp" dan "try out" bagi para atlet dan pelatih untuk mengukur kualitas mereka.

"Prestasi harus menjadi suatu kebutuhan bagi seorang atlet," ujar purnawirawan Mayjend TNI itu.

Berbeda dengan Suwarno, Achmad Sutjipto justru menekankan pada penerapan "sport science" untuk menyukseskan program revitalisasi pembinaan olahraga Indonesia. Ia juga berharap setiap PP/PB memiliki "high performance director" yang akan mengarahkan upaya setiap PP/PB untuk meningkatkan kualitas cabang olahraga yang mereka tekuni.

"Kalau sistem pembinaan sudah bagus, "performance" akan mengikuti di belakang. Target adalah bagaimana sistem pembinaan prestasi di Indonesia bisa sejajar dengan negara lain, artinya bisa diukur efektifitas, output, dan prosesnya," kata Achmad yang merupakan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Indonesia periode 1999 - 2001.

Dewan Pakar PB PRSI Lukman Niode menjadi calon ke tiga dengan pemaparan visi dan misi seputar bagaimana menyederhanakan sistem kerja Satlak Prima sesuai dengan keinginan pemerintah untuk merampingkan komposisi anggota organisasi tersebut dari 150 orang menjadi 50 orang.

"Manajemen sistemnya yang harus diubah, yang paling penting bagaimana kerja sama Prima ke bawahnya yaitu dengan PP/PB dan ke atasnya yaitu dengan Kemenpora, KONI, dan KOI," ujar mantan perenang nasional itu.

Mantan atlet renang lain yakni Richard Sam Bera justru menekankan pada pembenahan diri setiap PP/PB dengan tidak bergantung pada sumber dana dari pemerintah, KONI, maupun KOI, melainkan lebih memberdayakan pihak swasta untuk berkontribusi pada pembinaan dan peningkatan prestasi atlet.

"Dari pendekatan saya ke pihak swasta, mereka sebenarnya berminat, tapi di sisi lain mereka juga khawatir kalau bantuannya tidak sampai ke sasaran," ujar perenang putra yang eksis pada tahun 1980 hingga 2000-an itu.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kata dia, juga banyak yang berminat membantu asal langkah kerja samanya jelas, lewat satu pintu, tepat sasaran, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Sementara itu, Sekjen PP PBSI Anton Subowo ingin fokus pada cabang-cabang olahraga prioritas dibandingkan cabang unggulan, wajib, dan tambahan.

"Satlak Prima sangat memerlukan peran KONI dalam menentukan kebijakan monitoring dan evaluasi pembinaan serta pengembangan cabang olahraga berpotensi," ujarnya.

Selain itu, anak kandung Ketua KOI Rita Subowo itu juga menekankan pentingnya peran KOI untuk berhubungan dengan federasi atau komunitas olahraga internasional untuk memperoleh referensi dan bantuan pembinaan serta pengembangan cabang olahraga di Indonesia.

Berlatar belakang akademisi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Mulyana menawarkan program yang melibatkan universitas-universitas yang memiliki keunggulan di bidang "sport science".

"Untuk pembinaan atlet, ajak perguruan tinggi yang memiliki keunggulan cabang olahraga misalnya pencak silat di UNJ, sepak bola di UNY, atletik di UNNES, dayung di UPI dan Universitas Cenderawasih, dan wushu di UNIMED," tuturnya.

Berbeda dengan keenam pesaingnya, strategi yang dipaparkan Sadiq Algadri lebih terperinci dengan strategi jangka pendek meloloskan 12 cabang olahraga unggulan menuju Olimpiade 2016.

Strategi jangka menengah yaitu meraih target juara umum SEA Games 2017 dengan mengintegrasikan cabang-cabang olahraga unggulan Indonesia untuk bisa dipertandingkan dalam event tersebut.

Sementara strategi jangka panjang, ia memprioritaskan 15 cabang olahraga unggulan yang berpotensi meraih 16 medali emas.

"Tapi aturan yang berbeda di setiap kompetisi membuat perolehan medali Indonesia menjadi sangat fluktuatif. Pengawasan terhadap cabang unggulan juga menjadi kendala," tutur Wasekjen PB PJSI itu.

Bersambung ke hal 2 ...