Menanti Titik Terang Insiden Mina

id menanti titik, terang insiden mina

Menanti Titik Terang Insiden Mina

Sambungan dari hal 1 ...

Ada "tangan kotor"

Abdul Hamid Fauzi, seorang dokter Mesir yang juga mantan penasihat Departemen Kesehatan dan Kependudukan, mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut akibat adanya "tangan kotor". Atas keyakinannya, dokter itu berkirim surat kepada Raja Salman bin Abdul Aziz. Ia berharap jasad korban tragedi Mina diotopsi oleh tim forensik sebelum dimakamkan.

Dokter kelahiran Mesir yang saat ini menetap di Saudi itu mengungkapkan, setelah mengunjungi beberapa rumah sakit yang merawat korban tragedi Mina, diyakini adanya "tangan berdosa" di balik musibah mengerikan ini dengan meledakkan gas beracun di tengah lautan jemaah haji, sehingga mengakibatkan banyak korban tewas dan luka-luka.

Penyebab lain menyebutkan bahwa insiden tragedi Mina berawal dari 300 haji asal Iran berjalan melawan arus jalur jemaah lainnya yang melintas.

Seperti disebut situs Arab Saudi, Asharq Al-Awsat, sekelompok jemaah Iran datang dari Muzdalifah langsung bergerak ke Jamarat untuk melaksanakan ritual lempar jumrah pada hari itu.

Padahal, seperti yang diungkap Saudi Gazette, jemaah Iran dijadwalkan kembali ke tenda mereka dan beristirahat terlebih dahulu, sebelum mengambil giliran mereka untuk lempar jumrah.

Namun, bukannya berjalan ke lokasi tenda jemaah dan menunggu di sana, mereka malah membawa barang bawaan mereka ke Jamarat, berlawanan arah dengan arus jemaah lain yang saat itu sedang melintas di Jalur 204. Saat itu seharusnya justru giliran jemaah Turki untuk berangkat ke Jamarat.

Menurut Arab News, ada sejumlah kamera pengawas di Jamarat yang hasil cuplikan rekaman videonya memperlihatkan detail insiden dan mengonfirmasi bahwa rombongan jemaah Iran memang bergerak melawan arah.

Otoritas Arab memang sudah membuat pengaturan tersendiri untuk kegiatan haji tahun ini, satu di antaranya adalah membuat jadwal giliran untuk rombongan jemaah haji dari tiap negara.

Peristiwa di Jalan 204 di Mina, saat puncak ritual jumrah mengagetkan berbagai pihak, kemudian publik pun kembali teringat kejadian di terowongan Mina Al Muaisim pada 1990 dengan lebih dari anggota 1.426 haji dari berbagai negara wafat.

Lantas, Pemerintah Saudi telah memperbaiki infrastruktur dengan membangun jembatan jumrah senilai 1,2 miliar dolar AS usai peristiwa saling desak di tahun 2006 yang menewaskan 363 orang.

Pada peristiwa sekali ini, Kamis (24/9/2015) itu, bukan di lokasi pelemparan jumroh, melainkan di jalan menuju ke lokasi tersebut.

Segera evaluasi

Beberapa hari kemudian, di Tanah Air mengemuka opini publik bahwa penyelenggaraan ibadah haji harus segera dievaluasi, perlu segera perbaikan. Dan, ke depan, tanggung jawab itu tidak bisa lagi sepenuhnya diletakkan pada satu institusi, yaitu Ditjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama, tetapi seluruh pemangku kepentingan lain pun wajib dilibatkan.

Penyelenggaraan ibadah haji, dari tahun ke tahun, diikuti berbagai ragam jenis manusia. Mulai yang berpendidikan rendah sampai tinggi, usia muda hingga lanjut usia, dari berbagai etnis dan bangsa-bangsa.

Mereka punya kedudukan yang sama di hadapan Allah. Jumlah anggota jemaah haji pun terus bertambah, jutaan umat Muslim berkumpul di Mekkah untuk menunaikan ibadah rukun kelima itu. Sementara lahan atau daya tampungnya tidak mengalami perubahan.

Penyelenggaraan ibadah haji adalah peristiwa kolosal yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Karena itu jangan dianggap sebagai kegiatan rutinitas saja. Dan terkait dengan hal itu, Ketua Tim Pengawas Haji Dewan Perwakilan Rakyat RI, Fahri Hamzah menyatakan, bukan sekadar evaluasi tetapi segera dibentuk Hak Angket untuk menanyakan pelaksanaan ibadah haji yang dilaksanakan oleh pemerintah.

"Kita perlu investigasi lebih mendalam dalam bentuk Hak Angket. Komisi VIII harus menjadi pengusul hak Angket ini," kata Fahri.

"Jadi, saya usulkan komisi VII segera usulkan Hak Angket untuk menanyakan kepada pemerintah soal pelaksanaan haji ini. Kenapa selalu bermasalah," kata Fahri Hamzah saat keterangan pers di Senayan Jakarta, Selasa (13/9).

Ketua komisi VIII Saleh Partaonan Daulay menilai berbagai kelemahan dalam pengelolaan haji Indonesia akibat posisi pemerintah RI yang lemah di mata Arab Saudi.

"Posisi pemerintah kita lemah di mata Arab Saudi. Posisi " tawar" kita lemah," kata Daulay tanpa menyebut apakah perlu dibentuk hak angket seperti yang dimaksud Fahri.

Namun yang jelas pelaksanaan ibadah haji memerlukan disiplin tinggi anggota jemaah haji dari seluruh dunia. Realitasnya, di lapangan, pengaturan itu tak semudah membalik sebelah telapak tangan karena kerap dibumbui hawa nafsu. Anggota Jemaah haji di antaranya tidak mengindahkan aturan yang berlaku. Seperti pada kasus Mina pada musim haji 1436 H/2015 M, kejadiannya terasa sangat memilukan.

Kapan jemaah harus melontar atau melaksanakan jumrah dan bagaimana etika berjalan tanpa harus mengganggu orang sekitar. Hal ini ditambah lagi dengan minimnya jumlah aparat keamanan dari negara setempat.

Jadi, peristiwa buruk itu tak akan terjadi jika jemaah mengindahkan aturan yang ada. Terkait dengan kejadian tersebut Indonesia tidak ikut-ikutan agar penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Suci dikelola Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Karena hal tersebut sudah menjadi kedaulatan Arab Saudi.

Menag Lukman Hakim Saifuddin, mengajukan tiga tuntutan perbaikan fasilitas ibadah haji ke pemerintah Arab Saudi, agar penyelenggaraan ibadah ke depan lebih baik dan jauh dari musibah. Tentu pula mempercepat pelaksanaan evaluasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaraan haji.

"Saya sudah membuat surat resmi kepada Menteri Haji (Arab Saudi) agar kondisi di Arafah diperbaiki, tenda dan pembangkit listrik dibuat permanen," kata Lukman.

Hal itu tentu dapat dilakukan Pemerintah Arab Saudi, karena tenda di Mina pun sudah permanen. Juga pembangkit listrik yang permanen, sangat diperlukan di Arafah agar mampu memasok kebutuhan listrik berapa pun yang dibutuhkan untuk kenyamanan selama jamaah menginap dan melakukan wukuf di Arafah.

Lukman sebagai Menteri Agama dan Amirul Hajj juga meminta Pemerintah Arab Saudi membuat tingkat untuk tenda-tenda jamaah menginap (mabit) di Mina, mengingat cukup banyak jamaah Indonesia yang tinggal di Mina Jadid.

Ia pun berharap pada musim haji mendatang gelang identitas jamaah dipasang chip agar keberadaaan dan pergerakan jamaah bisa terpantau oleh Sistem Pemosisi Global atau Global Positioning System (GPS). Rencana ini sudah lama diwacanakan namun realisasinya nihil.

Mampukah khadimul haramain memenuhi seluruh tuntutan perbaikan tersebut? Semua pihak masih menunggu realisasi komitmen Raja Salman membenahi hal itu. Termasuk, tentunya, menjelaskan insiden Mina sehingga menjadi terang bagi umat Islam.