Menjaga Warisan Leluhur Lewat Selembar Kain Tradisional

id menjaga, warisan leluhur, lewat selembar, kain tradisional

 Menjaga Warisan Leluhur Lewat Selembar Kain Tradisional



Sambungan dari hal 1 ...

Tenun cual merupakan busana kebesaran bangsawan Muntok, yang menggambarkan status sosial seseorang pada masa tersebut. Tenun jenis ini biasa digunakan pula sebagai pakaian pengantin dan hanya dipergunakan ketika ada upacara atau bertepatan hari kebesaran agama.

Motif tenun cual merupakan penggambaran flora dan fauna di alam. Misalnya bebek, kucing, bunga-bunga dan baru-baru dikembangkan bentuk tumbuhan kantong semar sebagai motif yang inovatif. Motif tenun cual terlihat spesial dikarenakan jika dilihat dari kejauhan seperti gambar yang timbul.

"Sekarang perajin tenun cual diberi motivasi untuk berkembang, seiring dengan kebangkitan pariwisata Pangkalpinang. Nanti tenun cual dapat menjadi cendera mata khas Pangkalpinang, karena ini merupakan salah satu warisan budaya nenek moyang leluhur, sehingga jangan sampai diabaikan. Apalagi dulu sudah pernah menjadi kain terbaik di dunia, jadi sudah teruji secara kualitas," ujar Akhmad.

Kepala Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM Kota Pangkalpinang Ramli Zarkasi menambahkan pengembangan tenun cual selama ini masih terkendala sulitnya mencari orang yang memiliki ketelatenan dan keterampilan yang mumpuni untuk menciptakan lembar demi lembar kain tradisional itu.

"Kami sudah mengadakan pelatihan menenun kain cual setahun dua kali kepada remaja putri dan ibu-ibu. Hasilnya memang cukup menggembirakan mulai ada antusiasme warga untuk mempelajari tenun cual. Pelatihan ini dilakukan secara berkelanjutan demi eksisnya tenun cual," ujarnya.

Dikatakan dia, untuk mendekatkan tenun cual di masyarakat, maka Pemerintah Kota Pangkalpinang melakukan langkah mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) setiap hari Kamis dan Jumat untuk menggunakan pakaian dari bahan kain tradisional setempat.

"Sekarang pelaku usaha makin tergerak untuk mengembangkan tenun cual dan kain tradisional lain, karena permintaan dari masyarakat lokal mulai meningkat. Tentu harapan ke depan tenun cual bisa menembus pasar mancanegara. Seperti kain tenun ikat di Blahbatuh, Gianyar, yang sudah lama mampu menembus pasar ekspor," ucap Rizal.

Teknik "Air Brush"

Ida Bagus Adnyana, salah seorang pelaku usaha tenun ikat di Blahbatuh mengatakan sebenarnya dirinya mengawali usaha kain tradisional berawal dari ketidaksengajaan. Semula usaha keluarga laki-laki yang akrab dipanggil Gus Adnyana ini adalah berbisnis penggilingan padi.

"Saya tiga bersaudara dan semua dibikinkan usaha penggilingan padi oleh orang tua. Tapi mengingat masa panen padi ada musimnya, maka saya mulai melirik usaha lain untuk menghidupi keluarga. Pilihan saya adalah mengembangkan usaha tenun ikat," kata Gus Adnyana.

Usaha tenun ikat ini didirikan Gus Adnyana sejak tahun 1991. Merunut sejarah, motif tenun ikat Bali memiliki pijakan pada tenun ikat grinsing Tenganan. Motif tenun ikat yang dikembangkan melalui industri rumahan "Putri Ayu" ini sangat variatif, serta dikerjakan dengan teknik "air brush".

Motif yang diaplikasikan ialah pewayangan, bunga-bunga dan beraneka satwa, yang menjadi desain memikat pada sehelai kain yang dikerjakan penenun yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga. Puluhan penenun ini tinggal di sekitar "workshop" dan bekerja sesuai tingkat kesibukan di rumah tangga.

"Ada yang bekerja dari pagi sampai sore. Namun ada pula yang bekerja cuma dua atau tiga jam saja, karena ada kesibukan di rumahnya. Kami tidak membatasi berapa lama ibu-ibu itu bekerja, karena mereka harus mengurusi pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga. Bagaimanapun saya bersyukur usaha tenun ikat ini bisa membantu perekonomian warga setempat," ujarnya.

Untuk meningkatkan pemasaran tenun, Gus Adnyana beberapa kali mengikuti pameran di berbagai hotel di wilayah Bali. Berkat intensif mengikuti pameran, beberapa peminat kain tradisional dari luar negeri sering bertandang di workshop Gus Adnyana.

"Pembeli kain tenun dari Jepang lebih suka kain dengan dua warna dan condong pada tampilan yang "soft". Lain halnya dengan pembeli dari Eropa yang lebih memilih kain motif ramai," kata dia, sambil menekankan ingin lebih mengenalkan dan mendekatkan kain tradisional ke wisatawan lokal.