Pagar Betis Antisipasi ISIS

id pagar betis, antisipasi isis

Pagar Betis Antisipasi ISIS

Lebih lanjut, jenderal polisi bintang dua itu menyatakan penanganan kelompok ISIS menyentuh persoalan multi dimensi antara lain ideologi, politik dan ekonomi.

Di dalam negeri, Tito mengingatkan seluruh pihak terkait harus meningkatkan koordinasi antarlembaga seperti Polri, TNI, Imigrasi dan Bea Cukai guna mengantisipasi ancaman gerakan radikal.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyebutkan ISIS bukan gerakan Islam karena ajarannya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

"Apa yang dilakukan ISIS dan ajarannya bertentangan dengan Islam," tegas Said.

Lebih lanjut, Said memaparkan Islam tidak mengajarkan kekerasan maupun gerakan teroris yang brutal hingga menewaskan ratusan orang seperti yang terjadi di Paris.

Said setuju masyarakat Indonesia harus memiliki "pertahanan" diri yang kuat untuk menolak ajaran sesat maupun radikal.

Saat ini, ajaran sesat dan radikalisme mulai bermunculan pada beberapa wilayah di Indonesia khususnya di Pulau Jawa seperti Garut, Bogor, Kuningan, Tangerang Selatan, Ngawi, Solo hingga Jember.

"Hal ini harus diwaspadai bahkan Indonesia terdapat teroris seperti Umar Patek yang menjadi buruan internasional," terang Said.

Said setuju kegiatan Bela Negara bagi generasi muda Indonesia untuk memperkuat dan memperdalam wawasan kebangsaan sebagai usaha menghalau ajaran radikal seperti ISIS.

Awasi WNI Dari Suriah

Irjen Pol Tito Karnavian mencatat 384 WNI yang bergabung dengan kelompok radikal bersenjata ISIS di Suriah.

"Mungkin jumlah WNI yang berangkat lebih dari itu," ucap Tito.

Pria kelahiran Palembang Sumatera Selatan itu mengemukakan, Polri memantau WNI yang telah kembali ke Tanah Air tercatat sebanyak 46 orang usai menjadi "pejuang" di Suriah.

Aparat kepolisian mengawasi secara intens dan ketat terhadap pergerakan WNI yang telah kembali ke Indonesia dari Suriah itu.

Pemerhati terorisme Sidney Jones mengingatkan Pemerintah Indonesia harus mewaspadai kepulangan WNI yang sempat bergabung dengan ISIS karena berpotensi lebih kuat dalam membangun sel saat kembali ke Tanah Air.

Namun Jones memperkirakan sel kecil kelompok bersenjata di Indonesia seperti Santoso belum mampu melakukan teror seperti yang terjadi di Paris hingga menewaskan 129 orang dan melukai lebih dari 300 orang pada beberapa bulan lalu.

"Saya perkirakan mereka (jaringan teroris di Indonesia) tidak punya kapasitas untuk melakukan serangan seperti di Paris," ujar Jones.

Sejak 2009, Direktur Institute for Policy and Analysis Conflict (IPAC) itu mengungkapkan Polri telah menindak jaringan teroris yang memiliki pengikut tidak terlatih namun saat ini bisa dikatakan lebih profesional dan kompeten karena telah berlatih di Suriah.

ISIS Masuk Indonesia

Sementara itu, pentolan Bom Bali I Ali Imron menyatakan pemahaman ISIS telah masuk ke wilayah NKRI meskipun belum memproklamirkan diri.

"Karena ISIS merupakan suatu paham pemikiran ada di mana pun atau di Indonesia karena pemikirannya sama," kata Imron.

Namun, pria yang memiliki nama lain Alik alias Toha itu menerangkan ISIS memiliki pemahaman berbeda dengan ajaran yang dilakukan kelompok teroris yang diperjuangkan Ali Imron bersama Imam Samudera sekitar tahun 2000-an.

Imron mencontohkan dirinya bersama "pejuang" lainnya berangkat ke Afganistan pada 1985-1994 untuk menentang kepemimpinan Presiden Soeharto.

"Namun kami tidak pernah mengkafirkan (mengincar) Soeharto atau pejabat pemerintahan," ucap Imron.

Imron mengemukakan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menyerang simbol negara berbeda dengan sasaran ISIS yang menargetkan secara sembarang.

Imron menyampaikan mantan pejuang Jamaah Islamiyah (JI) paling berbahaya yang bergabung dengan kelompok radikal ISIS.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengingatkan Polri perlu meningkatkan kewaspadaan dan bersikap tegas dalam menindak, serta memberantas kantong radikalisme yang berpotensi menjadi kelompok teroris di Indonesia.

"Sehingga gerakan aksi teror tidak terjadi lagi di Tanah Air," ujar Neta.

Neta menganalisa para kelompok teroris berafiliasi dengan ISIS untuk meneror sejumlah negara termasuk ancaman terhadap enam perwira Polri.

Menurut Neta, intelijen Amerika Serikat dan Australia telah mengingatkan para perwira Polri mewaspadai ancaman yang disampaikan pejuang ISIS di Suriah itu.

Berdasarkan informasi yang diterima IPW, enam perwira Polri itu terdiri dari dua perwira tinggi Mabes Polri, dua Kapolda, seorang jenderal purnawirawan dan seorang berpangkat Komisaris Besar Polisi.

"Mereka diancam karena dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab menangkap kelompok radikal di Indonesia," imbuh Neta.

Neta menilai kepolisian telah mengantisipasi teror itu dengan memperketat sistem pengamanan pada sejumlah fasilitas Polri.