Saat Johan Budi Akhiri Karier Di KPK

id saat johan, budi akhiri, karier di kpk

Saat Johan Budi Akhiri Karier Di KPK



Bersambung ke hal 2 ...

Awal Karier

Johan memulai karier di KPK saat lembaga ini baru membuka kesempatan kerja bagi masyarakat umum lewat "Indonesia Memanggil I" yaitu pada 2005 sebagai staf di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK. Pria kelahiran Mojokerto 49 tahun yang lalu itu kemudian diangkat sebagai juru bicara KPK pada Desember 2006. Surat Keputusan (SK) sebagai jubir ditandatangani oleh Ketua KPK pertama yaitu Taufiequrrachman Ruki.

Waktu itu, citra KPK yang harus ia bangun bahkan dinodai dengan kasus pemerasan yang dilakukan penyidik KPK yaitu Ajun Komisaris Polisi (AKP) Suparman terhadap saksi dalam kasus korupsi PT Industri Sandang Nusantara, Tintin Surtini.

"Saya yang waktu itu mem-briefing Pak Erry (Riyana Hardjapamekas, pimpinan KPK jili I), bagaimana untuk melakukan konferensi pers, bagaimana agar lebih memilih menggunakan "jam" dari pada "hari" saat KPK menyatakan akan mengusut kasus pemerasan ini, semua itu ada tekniknya agar masyarakat percaya," jelas Johan.

Karier Johan selanjutnya naik menjadi Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK pada 2008-2009, sembari tetap menjadi jubir lembaga itu. Ia bahkan rela diturunkan jabatan strukturalnya menjadi Kepala Biro Humas KPK pada 2009 untuk merintis biro Humas yang sudah berdiri pada 2008.

"Target saya tiap hari harus ada berit KPK. Bulan pertama saya dilantik menjadi Kabiro, sebulan hanya ada 20 berita tentang KPK di koran. Pak Amien (Amien Sunaryadi, pimpinan KPK 2003-2007) memberikan buku mengenai humas di Kementerian Kehakiman Amerika Serikat, saya mencontoh dari sana," ungkap Johan.

Di biro Humas, ia berprinsip untuk tidak memberikan uang kepada wartawan, membangun budaya egalitier antara wartawan dan narasumber hingga menegakkan transparansi termasuk dalam kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

"Tujuan awal kehumasan KPK adalah agar KPK selalu ada di pikiran orang bila mendengar mengenai pemberantasan korupsi, jadi pemberantasan korupsi harus dicitrakan, tapi tentu bukan pencitraan dalam arti negatif. Buktinya pada 2015 ada 4.500 berita dalam sebulan mengenai KPK," tambah Johan.

Sepanjang menjadi jubir KPK sejak 2006 hingga menjadi Deputi Pencegahan KPK pada 17 Oktober 2014, Johan dengan telaten memberikan konferensi pers kepada wartawan setiap sore di KPK. Isi konferensi pers itu memang "hanya" mengenai pemeriksaan saksi atau perkembangan normatif pengusutan kasus, namun pernyataan resmi jubir sudah cukup untuk menjadikan KPK sebagai motor utama pemberantasan korupsi khususnya di mata awak media.

Dekat dengan Wartawan

Johan juga terkenal dekat dengan wartawan. Sebabnya mungkin karena ia besar di dunia jurnalistik sebelum masuk ke KPK.

Setelah menyandang gelar sarjana teknik dari jurusan Teknik Gas dan Petrokimia Universitas Indonesia pada 1992, ia pernah menjadi peneliti bidang minyak dan gas bumi pada 1992-1995. Namun selanjutnya ia beralih profesi menjadi wartawan di majalah Forum Keadilan pada 1995-2000 dan dilanjutnya di majalah Tempo pada 2000-2005, termasuk ikut mendirikan portal berita "online" Tempo pertama-tama.

"Saya tidak mau ada kata perpisahan dengan teman-teman wartawan karena kita berteman bukan karena jabatan dan posisi, di manapun saya tidak bisa berpisah dengan wartawan," ungkap Johan mengenai hubungannya dengan wartawan.

Johan juga mengungkapkan kekalahannya saat voting di Komisi III DPR pada Kamis (17/12) kemungkinan karena ia tergolong dekat dengan media.

Johan mengaku akan kehilangan momen-momen kebersamaan dengan sejumlah wartawan yang kerap datang ke ruang kerjanya di Biro Humas KPK di lantai 3 gedung KPK Jalan HR Rasuna Said kavling C1.

Di ruangan itu, Johan dapat melepas penat sambil mendengarkan alunan musik hasil "streaming Youtube", mengomentari pemberitaan mengenai KPK pada hari itu, menyeruput kopi hitam atau sekadar menikmati mie instan sembari menghisap rokok filter kesayangannya.

Syarat masuk ke ruangan itu hanya satu, tidak ada pernyataan yang boleh dikutip untuk dijadikan berita tanpa seizin sumber berita yaitu Johan Budi sendiri. Kebiasaan itu terus berlangsung bahkan setelah Johan jadi Plt Pimpinan KPK.

"Terus terang yang akan hilang nanti kalau tidak lagi di KPK adalah ruang merokok itu sambil mendengarkan lagu, saya akan kehilangan rutinitas bersama teman-teman wartawan itu," jelas Johan.

Johan menegaskan bahwa ia ikhlas tidak terpilih sebagai pimpinan KPK 2015-2019.

"Saya jujur saja senang tidak terpilih, mungkin Allah SWT memberi jalan yang terbaik buat saya. Doa istri saya terkabul karena selama ini mereka sebenarnya agak berat karena waktu buat keluarga tida ada ketika saya menjadi plt Pimpinan," kata Johan.

Anaknya yang paling kecil bahkan mengkhawatirkan kondisi ayahnya itu.

"Anak saya bahkan bertanya "Ayah tidak apa-apa kan tidak terpilih? Karena biasanya sibuk jadi tidak sibuk, tapi aku seneng karena bisa sering ketemu Ayah", ungkap Johan menirukan pernyataan anaknya. Johan memang biasa tiba di KPK pukul 06.30 WIB dan baru pulang sekitar pukul 11.30 WIB dari KPK.

Johan juga masih belum memutuskan akan ke mana setelah tidak lagi di KPK meski ada sejumlah pihak yang menawari jabatan tertentu baik di lembaga pemerintahan maupun swasta.

Satu hal yang pasti, wartawan yang "ngepos" di KPK akan kehilangan sosok terdepan sumber pemberitaan pemberantasan korupsi karena tidak ada lagi yang mengabarkan mengenai OTT atau pengumuman tersangka baru melalui status blackberry messenger (BBM) "Satu lagi persembahan KPK untuk Negeri".

Semoga sukses di tempat baru bang Johan!