Dugaan Kredit Fiktif, Mantan Karyawan BNI Pekanbaru Ditetapkan Sebagai Tersangka

id dugaan kredit fiktif mantan karyawan bni pekanbaru ditetapkan sebagai tersangka

Dugaan Kredit Fiktif, Mantan Karyawan BNI Pekanbaru Ditetapkan Sebagai Tersangka

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penyidik Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau menetapkan seorang mantan karyawan Bank Negara Indonesia Cabang Pekanbaru sebagai tersangka dugaan kredit fiktif senilai Rp54 miliar.

"Tersangka berinisial M dimana pada saat itu menjabat sebagai RO (Relationship Officer) BNI 46 Pekanbaru," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo di Pekanbaru, Senin.

Dia menjelaskan M ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 30 saksi termasuk saksi ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ahli perbankan.

Lebih jauh, dia mengatakan penetapan M sebagai tersangka dibarengi dengan mengirimkan berkas pada Kejaksaan atau Tahap I. "Saat ini kita masih menunggu jawaban dari jaksa," ujarnya.

Kasus yang terjadi pada tahun 2008 silam ini berawal saat Koperasi Karyawan PTPN V mengajukan kredit senilai Rp54 Miliar. Belakangan diketahui jika pengajuan tersebut tanpa sepengetahuan karyawan. Selain itu, karyawan juga tidak mengetahui jika dalam prosesny terjadi pemotongan gaji atas pengajuan kredit ke BNI 46 Pekanbaru.

Dalam pekan ini, penyidik yang baru menetapkan M sebagai tersangka tunggal itu dijadwalkan melakukan gelar perkara atas kasus tersebut. Belum diketahui jadwal pasti atas gelar perkara tersebut, hanya saja Guntur menegaskan jika gelar perkara dilakuan guna mengetahui penanganan perkara.

"Pekan ini akan dilakukan gelar perkara," tegasnya.

Dalam prosesnya diduga jika pembayaran atas kredit dilakukan dengan memotong gaji karyawan. Pemotongan ini dilakukan tanpa sepengetahuan karyawan. Gaji ini merupakan agunan yang diajukan atas kredit tersebut. Atas besaran gaji juga terjadi "mark up", atau pengelembungan. Misalnya jika gaji karyawan Rp2 juta, maka ditulis menjadi Rp4 Juta.

Dalam perkara ini diduga terjadi kerugian negara sebesar Rp13 Miliar. Perhitungan kerugian negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau.