Sekda Rohil: Masyarakat Pahami Sistem Rujukan BPJS Sebelum ke RS

id sekda rohil, masyarakat pahami, sistem rujukan, bpjs sebelum, ke rs

Sekda Rohil: Masyarakat Pahami Sistem Rujukan BPJS Sebelum ke RS

Rokan Hilir, (Antarariau.com) - Banyaknya kasus penolakan rumah sakit terhadap pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disinyalir terjadi akibat ketidakpahaman masyarakat atas sistem layanan kesehatan pemerintah tersebut.

Pemkab Rohil menilai layanan pengobatan berjenjang atau rujukan yang diperkenalkan pemerintah belum sepenuhnya dipahami oleh peserta BPJS.

"Ada laporan, pihak rumah sakit tidak mau mengeluarkan rujukan. Namun setelah ditelusuri memang tidak bisa karena penyakitnya masih bisa ditangani diklinik atau puskesmas," kata Plt Sekdakab Rohil H. Surya Arfan dikonfirmasi, Minggu.

Sekda mengatakan, awalnya ia mengaku kesal mendengar pihak rumah sakit tidak mau mengeluarkan rujukan.

"Saya langsung telpon Direktur RSUD dr Pratomo dan dijelaskan mekanisme BPJS. Jadi masyarakat harus paham dan mengerti terkait aturan yang dibuat oleh pusat ini," jelasnya.

Ia menjelaskan, untuk tingkat pertama pasien harus ke Puskesmas atau klinik dulu yang terdaftar di BPJS.

Selama pasien masih bisa ditangani diklinik atau puskesmas, maka ia akan dilayani disana, dan apabila pasien masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) barulah bisa dikeluarkan surat rujukan untuk berobat kerumah sakit.

"Kalau memang masuk ke UGD dan pihak rumah sakit tidak mampu menangani, barulah bisa dikeluarkan rujukan oleh dokter yang bersangkutan," ujar Sekda.

Masing-masing fasilitas kesehatan, dalam hal ini puskesmas, klinik, dan rumah sakit memiliki kemampuan berbeda sesuai dengan tingkat keparahan penyakit, kompetensi dokter dan ketersediaan alat.

"Kalau pasien cuma batuk pilek, datang kerumah sakit umum ditolak, itu salah pasien. Kan bisa ke puskesmas atau klinik dulu. Kalau mau diperiksa dirumah sakit juga tidak bisa pakai BPJS, rumah sakit biasanya untuk pasien yang parah sakitnya," katanya.

Sistem pengobatan berjenjang tersebut, terang Sekda, dilakukan pemerintah untuk meringankan beban pembiayaan fasilitas kesehatan.

"Misalnya, untuk kasus usus buntu dilayani di pelayanan sekunder, dananya Rp6 juta, tapi ternyata harus ada usus dipotong, itu kan tidak mencukupi," katanya mencontohkan.

Penolakan yang terjadi oleh rumah sakit, tambahnya, dikarenakan ketidakpahaman masyarakat akan sistem pengobatan berjenjang tersebut.

Masih menurut Sekda, dalam benak masyarakat terkadang seolah rumah sakit yang mempunyai peralatan canggih dengan dokter mempuni enggan merawat peserta BPJS.

"Mungkin dokternya mampu, tapi pembiayaan dan peralatannya tidak memadai. Oleh karena itu dibuat sistem rujukan," katanya.

Dengan demikian, masyarakat jangan melulu menyalahkan pihak puskesmas atau rumah sakit, apabila memang tidak sanggup ditingkat pertama maupun rumah sakit, barulah dikeluarkan rujukan.

"Kalau masih sanggup ya akan ditangani semaksimal mungkin. Ini kebijakan pusat dan memang sedikit ribet, namun harus dipatuhi khususnya bagi pengguna BPJS kesehatan. Kalau masyarakat minta jalur umum tentunya juga akan dipenuhi sesuai ketentuan," tutup Sekda. (adv)

Oleh Dedi Dahmudi