Pencemaran Limbah Beracun di Racaekek Bandung Rugikan Negara Rp11 Triliun

id pencemaran limbah, beracun di, racaekek bandung, rugikan negara, rp11 triliun

Pencemaran Limbah Beracun di Racaekek Bandung Rugikan Negara Rp11 Triliun

Jakarta, (Antarariau.com) - Koalisi Melawan Limbah yang terdiri dari Pawapelling, LBH Bandung, Walhi Jabar dan Greenpeace meluncurkan sebuah laporan yang menghitung kerugian ekonomi akibat pencemaran limbah berbahaya beracun industri, di Kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Laporan berjudul Konsekuensi Tersembunyi: Valuasi Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Industri ini merupakan hasil penelitian yang bekerjasama dengan tim peneliti dari Institute Of Ecology Universitas Padjadjaran untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan dan dampak yang diderita masyarakat serta menghitung total kerugian ekonomi akibat pencemaran berpuluh tahun di kawasan Rancaekek dengan fokus sekitar aliran sungai Cikijing, anak Sungai Citarum

Total kerugian ekonomi akibat pencemaran di kawasan Rancaekek dengan pendekatan Total Economic Valuation (tanpa mengikutsertakan biaya abai baku mutu) mencapai angka

Rp. 11.385.847.532.188 (± 11,4 Triliun). Kerugian ekonomi yang dihitung adalah kerugian masyarakat pada periode 2004-2015 dari multisektor meliputi sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, kerugian karena kehilangan jasa air, penurunan kualitas udara, dan kehilangan pendapatan yang mencapai lebih dari 3,3 triliun. Selain itu estimasi biaya remediasi 933,8 Ha lahan tercemar mencapai setidaknya lebih dari 8 triliun.

Menurut Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Walhi Jabar, “Pencemaran limbah Industri di Rancaekek merupakan kejahatan lingkungan hidup yang merugikan keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat di DAS Citarum. Pemerintah dan perusahaan tidak bisa lagi abai, pemerintah harus tegakkan hukum lingkungan seadil-adilnya, perusahaan pun harus dipastikan bertanggung jawab. Jika kasus seperti di Rancaekek terus dibiarkan oleh pemerintah, maka kondisi lingkungan hidup di DAS Citarum akan semakin rusak, daya dukung layanan akan semakin menurun dan kerugian ekonomi pun akan semakin besar. Ke depan, selain penegakan hukum dijalankan, pemerintah dan pemerintah daerah penting untuk menyusun dan menjalankan regulasi-regulasi yang antisipatif bagi industri yang menghasilkan limbah baik cair, padat dan polusi udara”.

Ketua Pawapelling, Adi M.Yadi mengatakan, “Tahun ini kita telah menggugat Bupati Sumedang dan Tiga Perusahaan Besar di PTUN Bandung. Penguasa dan Pengusaha tersebut kami gugat karena Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) yang dikeluarkannya mengakibatkan pencemaran dan kerusakan masif pada sungai dan ratusan hektar area pertanian selama berpuluh tahun yang mencapai kerugian ekonomi hingga triliunan rupiah di empat Desa di Kecamatan itu.

”IPLC diterbitkan tanpa verifikasi komprehensif dampak pembuangan limbah terhadap daya tampung dan daya dukung beban pencemaran di Sungai Cikijing, dan tidak adanya pengawasan serta evaluasi terhadap IPLC yang telah diterbitkan tersebut. Maka kami memandang, mereka telah lalai dan abai terhadap norma prinsip perizinan dan kewajibannya untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup. Untuk itu kami mendesak Pemerintah Kabupaten Sumedang melalui PTUN Bandung untuk membatalkan dan mencabut IPLC ketiga perusahaan pencemar di wilayah Kabupaten Sumedang”.

Sementara itu Dhanur Santiko dari LBH Bandung menjelaskan, "Kami menempuh gugatan untuk pembatalan dan pencabutan IPLC di PTUN, karena hal tersebut sangat efektif untuk mencegah pencemaran di sungai, dan mungkin selain perkara ini, kami pun akan menggugat IPLC lainnya, jika tentunya apabila sungainya terindikasi tercemar. Namun selain itu penting kiranya adanya perubahan mengenai peraturan yg mengatur tentang pengendalian kualitas air, tentang paramater B3 dan sistem informasi publik mengenai dokumen lingkungan, agar masyarakat tahu dan sadar akan haknya apabila ada suatu kegiatan yg berpotensi mencemari lingkungannya, sehingga kerugian kerugian yang akan diderita oleh masyarakat akan terhindar

Ahmad Ashov Birry, Juru kampanye Detox Greenpeace, mengatakan “Ditengah derasnya arus investasi industri manufaktur yang intensif menggunakan bahan kimia [6], Pemerintah Indonesia harusnya sudah sejak lama mengambil pelajaran dari kasus puluhan tahun pencemaran di Rancaekek dan segera melakukan penguatan regulasi manajemen bahan kimia berbahaya beracunnya.

Transparansi data-data pembuangan B3 industri juga harus segera diwujudkan untuk menghindari kerugian yang lebih besar lagi bagi lingkungan, ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat di masa mendatang”.

Kasus Rancaekek dapat menjadi potret pembuangan bahan kimia berbahaya beracun yang masif dan tertutup ke sungai-sungai dan lingkungan Indonesia dan betapa mudahnya industri untuk mencemari dan lari dari tanggungjawabnya. Koalisi Melawan Limbah mendesak Pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dan memastikan industri pencemar bertanggungjawab penuh melakukan ganti rugi dan pemulihan lingkungan hidup. Pemerintah harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakatnya dibanding kepentingan industri pencemar