Beginilah Kemeriahan Festival Subayang di Bukit Rimbang Baling Kampar

id beginilah kemeriahan, festival subayang, di bukit, rimbang baling kampar

Beginilah Kemeriahan Festival Subayang di Bukit Rimbang Baling Kampar

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Warga pedalaman bersama organisasi perlindungan satwa World Wilidlife Fund di Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Provinsi Riau, menggelar Festival Subayang untuk menghidupkan kembali kearifan lokal dan sebagai daya tarik ekowisata.

"Kami mendukung acara ini karena Festival Subayang merupakan keinginan dari masyarakat setempat yang tinggal di dalam kawasan suaka margasatwa untuk menghidupkan kembali tradisi kearifan lokal yang berkaitan dengan pelestarian alam," kata Humas WWF Program Riau, Syamsidar di Pekanbaru, Jumat.

Festival Subayang diambil dari nama Sungai Subayang, yang merupakan sungai yang membelah kawasan konservasi di Kabupaten Kampar itu. Rangkaian Festival Subayang dipusatkan di Desa Tanjung Beringin, daerah pedalaman yang hanya bisa dijangkau menggunakan perahu melalui Sungai Subayang.

Syamsidar mengatakan rangkaian festival itu berlangsung sejak tanggal 5 hingga 7 April. Festival ini diawali dengan kegiatan panen ikan di "Lubuk Larangan".

"Lubuk Larangan merupakan area di Sungai Subayang yang dijaga oleh masyarakat menggunakan adat mereka. Di sana tidak boleh dilakukan penangkapan ikan selama setahun," ujarnya.

Keunikan dari panen di Lubuk Larangan karena hanya dipanen sekali dalam setahun dan hasil panennya akan dilelang pada hari itu juga. "Ikan yang dipanen besar-besar dan rasanya sangat enak," ujarnya.

Hari kedua Festival Subayang diisi dengan lomba "Pacu Bagalah", sampan yang terbuat dari kayu dan bambu. Kegiatan ini untuk mengingatkan masyarakat tentang kebiasan mereka di tempu dulu sebelum adanya perahu motor.

Pada hari ketiga para warga melakukan kegiatan "Semah Rantau", yaitu tradisi membersihkan makam para orang tua yang diikuti dengan penyembelihan seekor kerbau.

"Kepala kerbau kemudian diarung ke Sungai Subayang, dan dagingnya dimasak untuk dimakan bersama-sama," katanya.

Sementara itu, isi perut kerbau dibawa oleh warga ke dalam hutan sebagai persembahan untuk harimau dan macan yang banyak menghuni kawasan itu. Menurut Syamsidar, tradisi ini mulai dilakukan masyarakat sejak zaman nenek moyang mereka untuk menghindari konflik dengan harimau.

"Warga setempat punya kearifan lokal untuk hidup berdampingan dengan harimau, dan ini perlu untuk terus dilestarikan," ujarnya.