Alasan Sakit, Jaksa Gagal Eksekusi Terpidana Kasus Pemalsuan Akta

id alasan sakit, jaksa gagal, eksekusi terpidana, kasus pemalsuan akta

Alasan Sakit, Jaksa Gagal Eksekusi Terpidana Kasus Pemalsuan Akta

Pekanbaru (Antarariau.com) - Seorang Notaris Neni Sanitra yang menjadi terpidana kasus pemalsuan akta perjanjian, gagal dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan dan Anak Pekanbaru. Alasanya, Neni masih dirawat di Rumah Sakit di Pekanbaru dengan alasan sakit saat akan dieksekusi jaksa.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Adi Kadir di Pekanbaru, Jumat mengatakan, proses eksekusi terhadap Notaris yang berkantor di Jalan Tuanku Tambusai, Pekanbaru tersebut memang semestinya dilakukan Kamis kemarin.

Selain itu, sebelum dilakukan eksekusi, Jaksa Penuntut Umum sempat melayangkan surat panggilan terhadap terpidana 1 tahun penjara tersebut.

"Sekitar pukul 15.30 WIB, yang bersangkutan (Neni Sanitra) memenuhi panggilan JPU. Setelah melalui proses perlengkapan administrasi, terpidana NS dibawa ke rumah sakit, untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan," kata Adi Kadir.

Namun sejak siang tadi hingga sore ini, NS belum juga dibawa ke Lapas (Perempuan dan Anak Pekanbaru) untuk selanjutnya menjalani hukumannya dengan alasan mendadak sakit saat akan dijebloskan ke penjara.

Dalam sidang putusan yang digelar di PN Pekanbaru, Kamis pekan lalu (19/3), majelis hakim yang diketuai Yuzaida, menyatakan melepaskan Neni Sanitra dari tuntutan hukum. Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan JPU memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat.

Padahal pada persidangan sebelumnya, JPU Silpia Rosalina dan Minda, menuntut Neni Sanitra dengan pidana penjara selama dua tahun. Menurut JPU, perbuatannya yang merupakan notaris di Pekanbaru tersebut, yang mengubah isi perjanjian secara sepihak, bertentangan dengan Pasal 264 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Tidak terima dengan putusan majelis hakim tersebut, JPU kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, majelis hakim MA merubah isi putusan pengadilan tingkat pertama tersebut, dan memutuskan Neni Sanitra dihukum selama 1 tahun penjara.‎ Berdasarkan putusan tersebutlah, Neni Sanitra dieksekusi.

Untuk diketahui, kasus ini berawal saat PT Bonita Indah (BI) dengan direkturnya bernama Daniel Freddy Sinambela, akan mengikuti tender jasa penyediaan kendaraan berupa mobil tanpa jasa pengemudi di PT Chevron Pasific Indonesia.

Karena modalnya terbatas, Daniel pun mencari pemodal agar dapat mengikuti lelang itu. Sebab, salah satu syaratnya adalah harus memiliki uang sedikitnya Rp5 miliar di bank. Daniel akhirnya pun menemui dua pengusaha yakni Bonar Saragih dan Mangapul Hutahaean. Keduanya bersedia menjadi pemodal pada proyek PT BI.

Keduanya sepakat bekerja sama dan membuat perikatan dalam Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 149 dan 150 tanggal 30 Maret 2014 di Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Neni Sanitra. Lalu, PT BI pun menang dalam lelang di PT CPI itu.

Namun, usai lelang dimenangkan, Bonar berselisih dengan Daniel. Akibatnya, perselisihan pun terjadi, Bonar menarik uang Rp5 miliar dari bank secara sepihak. Atas tindakan itu, Daniel pun mengutus kuasa hukumnya untuk meminta salinan akta perjanjian dari notaris Neni.

Namun saat itu, Neni tak bersedia memberikan salinannya. Setahun kemudian, PT BI curiga ada kejanggalan dalam isi perjanjian itu.

Daniel merasa, isi perjanjian yang dijadikan Bonar saat menggugatnya, tak sama dengan isi perjanjian semula ketika sama-sama menghadap Notaris Neni. Daniel akhirnya meminta salinan Akta itu kepada Neni.

Ternyata, dari akta itu terungkap bahwa isi perjanjian itu memang diubah sepihak. Sebab, sesuai aturan, untuk mengubah akta harus dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak di hadapan notaris (renvoi).

Akta yang diubah itulah yang diduga dijadikan Bonar menggugat PT BI di peradilan perdata.

Atas temuan itu, pada 10 Juli 2012, PT BI pun mengadukan aksi Neni itu kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Notaris Provinsi Riau. Dan Neni dinyatakan telah melanggar Pasal 48 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

MPW menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Neni karena menghapus, menindih dan mengganti dengan yang lain terhadap Pasal 4, 6, 7, 8 dan 9 pada Akta Perjanjian nomor 149 tanggal 30 Maret 2011 itu. Hingga akhirnya PT BI mengajukan gugatan secara pidana, dan pada 12 Desember 2013 lalu Polda Riau menetapkan Neni Sanitra sebagai tersangka.